~Hendra~
Aku hanya bisa tersenyum menatap ponselku. Perjuanganku masih panjang. Hampir enam tahun menikah, istriku belum juga mencintaiku. Mahendra Satya Perkasa, seorang yang tidak membiarkan siapa pun menghalanginya untuk mencapai tujuan, tidak bisa menaklukkan hati istrinya sendiri.
Pernikahan kami hanya mengikat tubuhnya kepadaku, membuat kami saling mengenal dan intim secara fisik. Tetapi secara jiwa, aku yakin bahwa hanya aku yang akan mati jika dia pergi dariku. Hanya aku yang merasakan sakitnya rasa kehilangan saat kami sedang jauh. Hanya aku yang mencintainya sepenuh hatiku.
Harus aku akui bahwa mantannya adalah pria yang luar biasa. Dia sanggup membuat seorang wanita bertahan mencintainya begitu lama, bahkan di saat mereka sudah tidak bersama lagi. Apa yang telah dia lakukan saat mereka masih bersama sehingga cinta Za kepadanya bisa begitu dalam?
Aku telah melakukan segalanya yang aku bisa untuk memenangkan hatinya. Aku memberinya apa saja yang dia inginkan, membawanya ke mana saja yang dia impikan, dan membiarkannya melakukan apa saja yang dia rencanakan. Tetapi semuanya gagal total.
Namun kenyataan bahwa istriku tidak mempunyai perasaan apa-apa kepadaku sudah tidak lagi membuatku bersedih. Aku telah menerima bahwa jika hanya tubuhnya yang bisa aku miliki, aku tidak akan memaksa untuk mendapatkan hatinya juga.
Dia selalu meresponsku dengan baik setiap kali aku menciumnya atau setiap kali kami tidur bersama. Walaupun dia tidak mencintaiku, setidaknya dia tidak membenciku. Aku hanya perlu bersabar sampai dia membuka hatinya untukku. Aku yakin bahwa aku masih punya harapan.
“Kamu Mahendra Perkasa, benar?” Terdengar suara seorang wanita. Aku mengangkat kepalaku dan melihat seorang wanita dengan baju hitam yang sepertinya mahal berdiri di hadapanku.
“Benar,” jawabku singkat, lalu kembali membaca berita yang ada di layar tabletku.
“Ah, kebetulan sekali kita bertemu di sini.” Dia duduk di kursi kosong di depanku kemudian mengulurkan tangannya kepadaku. “Perkenalkan,”
“Aku tidak mempersilakan kamu duduk di situ,” kataku dengan nada datar.
“Aku tidak melihat ada larangan untuk duduk di mana saja yang aku mau. Bukankah ini executive lounge? Siapa saja yang berhak berada di ruangan ini boleh memilih tempat duduknya.” Dia tersenyum sambil menyeka rambutnya ke belakang telinganya, mencoba menggodaku.
Ketika dia meletakkan kedua tangannya di atas meja dan menundukkan badannya sehingga aku bisa melihat belahan dadanya, dan salah satu kakinya menyentuh kakiku yang ada di bawah meja, aku berdiri. Aku membawa tablet juga tasku dan mencari meja lain dengan dua kursi yang masih kosong.
Seorang pelayan mendatangiku dan menanyakan apa yang ingin aku minum. Aku memesan secangkir kopi hitam dan memintanya agar memindahkan kursi kosong yang ada di depanku. Dia melakukan apa yang aku minta kemudian pergi untuk membuatkan pesananku.
Dahulu aku sering terkejut ketika wanita yang mencoba mendekatiku tidak berkurang meskipun aku sudah menikah. Tidak main-main, kadang-kadang wanita yang sudah menikah pun terang-terangan menggodaku di depan umum.
Mereka biasanya mengajakku berkenalan jika aku menunjukkan ekspresi bahwa aku tidak mengenal mereka, mengajakku bicara, berpura-pura menyenggolku dan menumpahkan minuman, atau berpura-pura dekat denganku dengan menyentuh punggung atau lenganku saat menyapa. Tidak jarang mereka melakukan seperti wanita tadi, menyentuh kakiku dengan kakinya. Jika aku tidak pergi, dia pasti akan terus menaikkan kakinya hingga menyentuh pahaku.
Siapa bilang pelecehan hanya dialami oleh seorang wanita? Pria juga sering mengalaminya. Tetapi aku tidak mau ambil pusing dan memperpanjang masalah. Aku belajar bahwa jika ada pria dan wanita yang terlibat dalam hal pelecehan, pasti pria yang dianggap sebagai pihak yang bersalah. Aku tidak mau mencoreng nama baik orang tuaku hanya karena hal sepele yang masih bisa aku tangani.
Andai saja Za yang melakukan itu, aku pasti sudah menciumnya habis-habisan di tempat ini tidak peduli apakah orang-orang akan melihatnya. Aku sudah bisa membayangkan bahwa dia akan tertawa terbahak-bahak dan meminta ampun agar aku menghentikan ciumanku. Ya, Tuhan. Bisa mendengar suara tawanya membuatku sangat bahagia.
Namun istriku tidak akan pernah melakukannya. Selalu aku yang berinisiatif dalam setiap hal yang melibatkan keintiman. Dia tidak akan pernah tiba-tiba memelukku atau menciumku. Bahkan selama kami menikah, dia tidak pernah repot-repot membuat kejutan untukku.
Terdengar pemberitahuan bahwa pesawat yang aku tumpangi mempersilakan para penumpang untuk memasuki badan pesawat. Aku menunggu sesaat sebelum ikut mengantri dengan penumpang yang lain. Aku tidak ingin ikut berdesak-desakan saat memasuki pesawat.
Aku mengeluarkan tablet dari tas dan menyimpan tasku di bagasi kabin. Aku hanya duduk seorang diri di kelas satu, jadi aku tidak perlu khawatir akan ada yang menggangguku selama dalam penerbangan. Aku mengenakan sabuk pengaman dan melihat keadaan di luar pesawat melalui jendela di sampingku. Syukurlah, cuaca hari ini cerah.
“Hai,” sapa seseorang dari sebelah kananku. Pesawat sudah berada di udara entah berapa lama, aku masih serius dengan bacaanku pada tablet. Aku pikir hal ini akan membuat orang segan mengajakku bicara, ternyata masih ada juga yang tidak bisa tinggal diam melihatku sibuk dengan diriku sendiri.
“Ya?” Aku menoleh dan seorang wanita menunjukkan barisan gigi rapinya kepadaku.
“Kamu baru dari perjalanan bisnis?” tanyanya melihat pakaian yang aku kenakan.
“Apakah ada yang bisa aku bantu?” tanyaku yang tidak ingin berbasa-basi dengan orang asing.
“Pesawat akan mendarat sekitar satu jam lagi, aku hanya ingin mengobrol untuk menghabiskan waktu.” Dia menyisir rambutnya dengan tangan kanannya dan meletakkan rambutnya ke bahu kanannya sehingga leher kirinya tidak lagi tertutupi rambut.
“Bangunkan saja suamimu dan mengobrollah dengan dia.” Aku menunjuk dengan mataku ke arah suaminya yang sedang pulas di sisinya.
“Dia baru saja menghadiri pertemuan bisnis yang sangat melelahkan, aku tidak ….” Dia menyandarkan tubuhnya pada tangan kursi sebelah kiri sehingga belahan dadanya terlihat olehku. Apa sebenarnya yang ada di dalam kepala para perempuan ini? Apa mereka pikir semua laki-laki akan mengiler melihat kedua benda itu dan terangsang karenanya?
“Jika tidak ada hal yang penting, aku ingin melanjutkan bacaanku,” potongku yang tidak ingin waktuku terbuang sia-sia hanya untuk melayani istri orang lain. Apakah aku perlu berpakaian compang-camping ke mana saja aku pergi agar mereka berhenti menggodaku?
Tidak bisa aku katakan betapa leganya aku ketika pesawat yang aku tumpangi mendarat. Aku sudah tidak sabar ingin memeluk istriku. Kafin sudah menunggu di luar terminal kedatangan, dia segera mendekatiku ketika melihatku dan mengambil koper yang aku bawa.
Setelah aku duduk di dalam mobil, aku menyalakan ponsel dan membiarkannya bergetar beberapa saat karena pesan yang masuk. Aku berniat memeriksa pesan yang masuk, saat ponselku bergetar. Aku membaca nama pada layar.
“Iya, Sherry,” sapaku setelah meletakkan ponsel itu di dekat telingaku.
“Bagian IT menemukan rekening yang mencurigakan milik salah satu dewan direksi, Pak.” Sherry adalah sekretarisku dan dia tidak pernah bicara basa-basi denganku. Dia selalu bicara langsung pada pokok permasalahannya. “Mereka ingin tahu apakah mereka mengirimkan laporan temuan mereka sekarang atau melanjutkan penelusuran kemudian memberikan laporan lengkap kepada Bapak.”
“Aku akan menelepon mereka sekarang. Jam pulang kantor sudah lama usai, kamu pulang saja,” ucapku memberi perintah. Wanita itu menurut dan aku mengakhiri panggilan telepon kami.
Aku memilih sebuah nomor pada daftar kontak di ponsel dan menyentuh simbol telepon. Seorang pria menjawab telepon pada deringan yang kedua. “Selamat malam, Pak Hendra.”
“Aku ingin kalian cari sumber simpanan lainnya. Jika tidak ada lagi, aku ingin mendengar laporan lengkapnya darimu secepatnya besok di ruanganku,” kataku tanpa membalas sapaannya.
“Baik, Pak. Dan ada satu hal lagi,” ucap pria itu dengan nada ragu-ragu. Aku mempersilakannya untuk melanjutkan. “Ada sebuah surel yang mencurigakan yang ditujukan kepada Pak Xavier yang baru saja dikirim sore ini, Pak.”
“Teruskan ke surelku, akan aku baca isinya.”
“Surelnya dikirim menggunakan surel Anda, Pak. Saya segera curiga bahwa bukan Anda pengirimnya karena Anda sedang dalam penerbangan. Anda tidak pernah mengaktifkan koneksi internet pada gawai Anda ketika berada di pesawat.”
“Baik. Lanjutkan pekerjaanmu.” Setelah mendengar jawabannya, aku segera membuka surel kerjaku. Siapa pun yang mengirimnya, dia berencana merusak kerja sama bisnisku dan Xavier. Tetapi aku mengabaikan surel tersebut dan segera memilih nomor sahabatku itu.
“Jika kamu menelepon untuk mengonfirmasi mengenai surel yang aku terima, jangan khawatir. Aku tahu itu bukan darimu.” Xavier tertawa di seberang telepon. Mendengar aksen Inggrisnya yang khas membuatku bagai masih berada di negaranya.
“Terima kasih, Vier.” Aku tersenyum lega.
“Tetapi usaha mereka boleh juga. Setiap pilihan katanya mirip sekali dengan caramu menulis surel. Aku hampir saja percaya kalau bukan karena kita berkomunikasi lewat surel pribadimu.” Xavier mengatakan hal yang juga aku takutkan tadi. “Apakah kamu sudah sampai di Jakarta?”
“Iya. Sampaikan salamku untuk Annora.”
“Dan salam dari kami untuk Kirana.”
Berani sekali mereka mencoba merusak kerja sama yang aku dapatkan dengan susah payah. Jumlah uang yang terlibat dalam proyek ini bukan main-main. Aku bisa bangkrut kalau sampai Xavier menuntutku karena melanggar kontrak perjanjian.
Aku tidak hanya akan menjebloskan pelakunya ke dalam penjara, tetapi aku juga akan memastikan bahwa dia tidak akan mendapatkan pekerjaan di mana pun. Tidak boleh ada orang yang berpikir bahwa dia bisa menghancurkan hasil dari kerja kerasku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 260 Episodes
Comments
Rina Arlita
menunggu itu lama kak Mel🤭🤭🤣🤣
2021-11-03
5
Kevin Evander
next thor
2021-11-01
3