"Diamond itu ... Benar-benar pria yang tidak bisa ditebak." Amethyst tersenyum simpul saat mengucapkan kalimat itu.
"Otaknya random banget." Zircon membenarkan ucapan Amethyst.
"Nah benar sekali. Hanya Tuhan dan dia sendiri yang tahu apa yang ada di kepala randomnya."
"Mending gak tahu. Daripada pusing."
"Hahhaha, yaampun Zircon? Kamu ternyata lucu juga ya?" Amethyst tergelak mendengar celetukan spontan Zircon.
"Eeeeh?" Mau tak mau Zircon menjadi salah tingkah dengan pujian dari dokter cantik yang sedang bersamanya.
Dia bilang aku lucu? Lucu ini konotasinya bagus atau jelek sih?
"Aku kira kamu adalah cowok dingin dan membosankan. Tidak kusangka ternyata kamu bisa juga bercanda begini."
"Hehe." Kali ini Zircon hanya menanggapi dengan tawa ringan. Tak sanggup untuk menahan rasa senang yang menyembul di dada karena kebersamaannya dengan Amethyst yang terasa akrab.
"Nah kita sudah sampai di kamar Opal." Ujar Amethys saat mereka telah sampai di depan pintu kamar no 11.
"Oiya kuingatkan kau, jangan sekali-kali menanyakan kenapa Opal bisa keracunan di depan Platina. Atau gadis itu akan histeris lagi." Lanjutnya memberi peringatan kepada Zircon.
"Memangnya kenapa?"
"Kemarin Platina salah memasukkan jamur beracun ke dalam masakan yang dia berikan pada Opal."
"Ooh." Zircon menanggapi singkat.
Jadi seperti itu kejadiannya, pantas saja seorang Opal bisa keracunan makanan. Ternyata karena diracuni oleh orang yang paling tidak diduga olehnya. Platina si gadis manis dengan wajah lugu.
Sepertinya kamu harus meningkatkan kewaspadaanmu, Bro!
"Hallo selamat sore!" Amethys membuka pintu kamar Opal, menyapa kepada siapa saja yang berada di sana.
"Opal, bagaimana keadanmu?" Amethys menghampiri dan memeriksa Opal dengan gerakan yang begitu luwes dan cekatan. Menunjukkan skillnya sebagai seorang dokter yang handal.
"Zirc, sampai kapan kau mau berdiri disitu? Ayo ke sini, masuklah!" Teguran Amethys menyadarkan Zircon kalau daritadi hanya berdiri di ambang pintu.
Dia seakan terpana melihat kecekatan gadis itu bekerja. Dengan sedikit malu-malu, Zircon masuk kamar dan tersenyum kepada Opal sebagai sapaan.
"Saphir, tolong temani Platina ke cafe sebentar." Pinta Opal lemah pada Saphir. Karena dia ingin berbicara dengan Zircon.
"Baik, Kak ... Ayo Tina, kita ke cafe." Saphir dengan
"Tidak! Aku mau tetap di sini saja!" Platina menolak ajakan Saphir. Dia tidak mau meninggalkan ruangan.
"Kamu juga butuh istirahat dan makan sedikit, Tina. Jangan sampai nanti setelah Opal sembuh malah kamu yang harus dirawat di rumah sakit." Amethys bantu merayu dengan nada lembut.
"Aku sudah gak pa-pa kok." Opal ikut meyakinkan Platina dengan senyuman.
"Baiklah." Akhirnya dengan berat hati Platina mau beranjak dari tempat duduknya, diantar oleh Saphir keluar kamar.
"Tolong Jaga Kak Opal sebentar ya, Kak Zircon." Pamit Platina kepada Zircon sebelum menutup pintu kamar. Diikuti oleh Saphir dan Amethys yang masih harus melanjutkan pekerjaanya untuk visite pasien lain yang menjadi tanggung jawabnya.
"Hmmm, bagaimana keadaanmu?" Tanya Zircon canggung setelah hanya berduaan di kamar dengan Opal. Sebenarnya tanpa bertanya pun dia bisa tahu betapa lemah keadaan sahabatnya itu. "Aku terkejut mendengar berita ini."
"Hahahaha. Ya seperti yang kamu lihat. Sangat sehat, eh?" Opal berusaha bangun dari tidurnya dengan susah payah. Membuat Zircon reflek membantu dia duduk dan meletakkan bantal di sandaran ranjangnya.
"Gimana rasanya jadi pasien?"
"Luar biasa!" Opal kembali terkekeh sebelum melanjutkan. "Beberapa hari istirahat aku pasti akan sembuh. Tapi Platina terus menyalahkan dirinya. Aku lebih khawatir padanya ..."
Zircon tidak tahu harus bagaimana menjawabnya, Opal memang sangat baik hatinya. Bahkan dalam keadaannya seperti ini pun dia masih memikirkan orang lain.
"Yah semoga saja Platina bisa memahami bahwa tidak ada yang menyalahkannya."
"Kamu kok malah mikirin Platina terus sih?" Zircon bertanya dengan tidak peka.
"Eeeh? Nggak kok. Gak pa-pa." Opal cepat-cepat mengelak. "Oiya kamu sudah denger soal pertemuan tadi pagi?" Dengan lihainya Opal mengalihkan pembicaraan.
"Iya aku sudah dengar dari ayah dan ibuku." Zircon menjawab, teralihkan oleh pembicaraan yang lebih serius. "Kau hebat Opal, dalam keadaan begini pun masih berani menghadapi para paman dan bibi."
"Apaan? Aku kira bakal mati berdiri tadi saking tegang dan takutnya. Mereka benar-benar kritis, terutama paman Kunzite ... Sungguh menyeramkan." Opal bergidik jika mengingat sensasi ngeri yang dia rasakan tadi pagi.
"Untungnya cuma pingsan, gak sampai mati."
"Hampir mati lebih tepatnya."
"Hahhaha." Kedua sahabat itu tertawa bersama selama beberapa saat.
"Oiya Zirc, ada yang ingin aku bicarakan denganmu. Kami membutuhkan 'sedikit' bantuanmu." Opal kembali berkata setelah puas tertawa.
"Katakan, apa itu?" Zircon menanggapi meski dalam hati sudah ketar-ketir.
"Sedikit itu seberapa?" Zircon tersenyum kecut memikirkannya, "Tidak mungkin sesederhana itu kan, jika Opal sampai memasang wajah seserius itu?"
"Tadi siang, Paman Kunzite sempat ke sini untuk menjengukku. Beliau mengatakan bahwa beliau sudah menghadap dan berdiskusi dengan paduka ratu. Dan setelah sedikit diyakinkan paduka ratu akhirnya mau menerima usulan dari kita tentang revolusi Jasper."
"Paduka ratu tidak keberatan Jasper mengendalikan dan memiliki sebuah private gear. Tapi ada syaratnya. Harus diadakan tes dulu pada Jasper, dia harus bertarung satu lawan satu serta menang melawan kita ... Melawan salah satu dari aku, kau atau Diamond." Opal berhenti sebentar mengambil napas.
"Dan setelah membicarakannya dengan Diamond tadi, kami berdua memutuskan bahwa kamu yang akan menjadi lawan Jasper. Kamu lah yang paling tepat, Zirc."
"Aku?" Tanya Zircon setengah tidak percaya. "Mengapa harus aku?"
"Seperti yang kamu tahu, aku tidak begitu suka bertarung, takutnya aku akan dianggap memberikan kemudahan jika menjadi lawannya. Sementara Diamond, bahkan kau sekalipun belum pernah kan mengalahkan dia saat bertarung dengan sungguh-sungguh?"
Zircon cepat-cepat memberi anggukan kepala sebagai reaksi. Dan memberi tatapan mata agar Opal melanjutkan apa yang ingin dia katakan selanjutnya.
"Diamond terlalu tangguh bagi Jasper, kalau dia bertarung dengan mengurangi kekuatannya juga pasti akan langsung ketahuan ... Karena pertimbangan itulah Zirc, pilihan kami jatuh kepadamu."
Zircon tetap terdiam. Kalimat terakhir Opal seakan membuat beban berat ribuan ton langsung menimpaku tubuhnya.
"Bagaimana mungkin akhir dari misi ini berada di tanganku?" Zircon mengeluh dalam hatinya.
"Jasper begitu bersemangat dan berharap bisa memiliki private gear. Mana bisa aku menghancurkan harapannya? Sahabat macam apa aku ini?"
"Harus bagaimanakah aku bersikap di hadapan Jasper setelah ini? Setelah dia mengetahui aku akan menjadi lawannya? Haruskah aku masih beramah-tamah? Menunjukkan sikap permusuhan? Atau malah mendiamkannya?"
"Kami percaya kepadamu Zirc, kamu tidak perlu menahan diri atau mengurangi kekuatan tempurmu. Jadilah seperti dirimu yang biasanya. Bertarung lah sesuai kemampuan mu yang sebenarnya."
"Memang untuk saat ini Jasper bisa dipastikan akan kalah telak darimu, tapi kita semua akan melatihnya bersama-sama. Makanya kau jangan lengah atau bisa-bisa kau yang akan dikalahkan olehnya hehe" Ujar Opal seriang mungkin sambil bercanda, berusaha meringankan bebanku.
"Maaf saja ya, aku tak akan kalah oleh gear master pemula seperti Jasper." Jawab Zircon sedikit tersinggung dengan candaan Opal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
lullabi
widih diamond digodain ciwi2
2021-03-01
1
princes Nadine
bisa mabok2an juga mereka
2021-02-27
1
Trisnani
diamon kolonel yg tangguh
2020-07-17
0