“Selalu saja Kak Amethys!” Tiba-tiba nada suara Platina meninggi demi mendengar nama Amethyst Sumeragi disebut.
Opal tentu saja kaget, tak mengira bahwa nama kakak perempuannya bisa membuat Platina bereaksi seperti itu. Tak habis pikir pula tentang apa yang salah dengan kakak perempuannya. Kesalahan yang bisa membuat Platina tidak suka kepadanya.
“Apapun yang kami lakukan, selalu saja Kak Amethys pasti lebih baik dari kami. Bilang saja kalau masakannya lebih enak dari masakanku!” Platina melanjutkan ocehan kesalnya.
“Tentu saja. Masakan Kak Amethys itu sudah sekelas koki istana.” Opal menjawab dengan jujur. Bahwa masakan Amethyst memang sangat lezat tak bercela.
"Puji saja dia terus!"
“Tina? Kamu kenapa sih?"
Platina tidak menjawab pertanyaan Opal. Malah memajukan bibir sebagai bentuk perwujudan rasa kesalnya.
"Tidak perlu malu atau iri hati, setiap orang pasti memilki kelebihan dan kekurangannya masing-masing ...” Opal berusaha untuk menghibur si gadis ngambek.
“Dia sempurna! Kak Amethyst itu bisa melakukan segalanya dengan sempurna! Tak pernah melakukan kesalahan sedikitpun.” Platina menyanggah ucapan Opal. Karena memang terlalu banyak kelebihan yang dimiliki oleh Miss Perfect, Amethyst Sumeragi.
“Kalian para pria juga selalu menanggapi keberadaannya. Kak Amethyst dengan kecantikannya, kecerdasannya dan segala kesempurnaannya. Dia selalu menjadi pusat perhatian. Tidak seperti aku dan Saphir yang selalu diacuhkan dan dianggap sebagai anak kecil yang tidak berguna oleh kalian semua.”
“Astaga! Tidak ada sedikitpun pikiran itu terbesit dalam pikiran kami." Opal semakin kaget mendengar ucapan tak beralasan dari Platina.
Apakah ini yang dinamakan sifat iri hati dan kecemburuan seorang wanita?
"Kamu dan Saphir itu juga memiliki arti tersendiri bagi kami.” Opal mendekat kepada Platina. Dia meletakkan sebelah tangannya di puncak kepala gadis itu dan mengelusnya dengan lembut. Berusaha menenangkan dan meyakinkan sang gadis yang sedang ngambek.
“Kalau soal Kak Amethys, kalian cuma belum mengenalnya lebih jauh saja. Dia itu bukanlah manusia yang sempurna, tetapi dia adalah wanita yang selalu berusaha menjadi yang terbaik bagi semuanya ... Meski sebenarnya dia juga sama saja, seorang gadis yang rapuh."
Platina terdiam memikirkan perkataan Opal. Ada ketidak percayaan di matanya akan penyataan itu. Masih tidak percaya bahwa Miss Perfect Amethyst Sumeragi memiliki suatu kelemahan.
"Ehm, kalau tidak percaya besok pagi kamu bisa melihatnya sendiri bagaimana kakakku itu. Besok akan ada pertemuan dengan semua paman dan bibi di rumahmu. Kamu bisa ikut hadir dan ajaklah Saphir juga untuk menghadirinya ...”
"Pertemuan? Tentang apa?" Platina bertanya penasaran sekaligus curiga.
"Besok saja, kamu pasti akan tahu sendiri." Opal menjawab dengan senyuman lebar. "Sekarang aku bereskan kerjaan dulu ya biar bisa cepat pulang." Lanjutnya meminta ijin untuk lanjut bekerja.
"Silahkan ..." Platina tidak keberatan.
Setelah itu suasana canggung di antara kedua pemuda dan pemudi itu sedikit mereda. Opal menyelesaikan urusannya di rumah sakit, dengan mengentry medical record pasien ke dalam komputer. Serta memberikan advice tindakan dan obat-obatan yang harus diberikan pada pasien-pasien yang menjadi tanggung jawabnya. Untuk jatah malam dan pagi hari mereka besok.
Sesekali pria itu mencuri pandang kepada gadis manis yang sedang duduk di sofa tepat di hadapannya. Tersenyum sendiri melihat Platina yang asik mengemasi tempat makanan yang tadi dibawanya.
Kamu punya arti tersendiri bagiku, Tina! Jadi jangan berkecil hati.
Platina dengan setia menunggui Opal bekerja dengan sabar. Gadis itu duduk-duduk di sofa, mengemasi kotak makanan, bahkan lanjut dengan menonton holovision, sejenis televisi tiga dimensi seperti layar hologram untuk mengatasi kejenuhan.
Dia menonton tentang program masak memasak yang entah dapat dimengerti atau tidak pengaplikasian realnya. Karena nyatanya untuk benar-benar memasak tidaklah semudah melihat di layar hologram begitu. Tina mencatat beberapa hal yang dikatakan chef di acara tersebut.
"Aku sudah selesai ..." Ujar Opal sambil mematikan layar komputer di hadapannya. Serta merapikan tumpukan rekam medis di atas meja.
"Baiklah, mari kita pulang." Platina menyambut dengan bersemangat. Dia mematikan power holovision yang sedang dia tonton sejak tadi.
"Langsung pulang? Gak jadi ke cafe dulu?" Opal berusaha menawarkan ajakan kencan tipis-tipis pada gadis itu.
"Hemmm ... Langsung pulang saja ya, Kak. Soalnya aku tadi cuma ijin keluar sebentar sama ibu." Platina menolak secara halus.
"Yaampun ini anak penurut banget si sama ibunya." Gerutu Opal dalam hati. Namun dia juga mengakui bahwa gadis itu sangat manis dan menggemaskan.
"Mana ada coba anak jaman sekarang yang ijin keluar sebentar sama ibunya dan benar-benar dilaksanakan untuk hanya sebentar keluarnya? Kamu benar-benar seorang gadis yang begitu jujur dan murni tanpa ternoda ... Platina."
"Oke kita langsung pulang saja." Akhirnya Opal menurut saja, tak ingin membuat si gadis manis terlibat suatu masalah dengan orang tuanya.
Dia mengantarkan Platina pulang ke paviliunnya dari rumah sakit. Mereka berdua pun segera melaju dengan mobil Opal meninggalkan komplek rumah sakit. Menyusuri jalanan perkotaan yang padat dan berakhir di kompleks istana. Menuju gedung bertingkat yang mewah dengan fasilitas super canggihnya, Paviliun para mentri.
"Tina ... Uhm ..." Opal mencoba untuk memulai percakapan di tengah perjalanan mereka. Agar tidak terasa canggung.
"Kenapa Kak Opal?" Platina bertanya dengan antusias.
"Bagaimana dengan pendidikanmu?" Opal mengutuk dirinya sendiri yang malah membicarakan hal membosankan seperti tentang pendidikan.
"Eh pendidikan?"
"Hehe, iya. Kamu sudah lulus kan?" Karena sudah terlanjur basah, Opal meneruskan saja topik bahasan itu.
"Sudah. Bulan depan aku dan Saphir akan lulus dari akademi." Kali ini Platina menjawab dengan bersemangat. Merasa bangga karena berhasil lulus dalam pendidikannya yang setara dengan tingkat sekolah menengah atas.
"Kamu tidak ingin melanjutkan kepada pendidikan lain yang lebih tinggi dan terarah?"
"Aku masih bingung ... Aku belum bisa menentukan apa yang menjadi passionku." Platina mengatakan kegundahan hatinya.
"Kenapa begitu? Mungkin kamu bisa memilih bidang kesehatan, pendidikan, atau jurnalistik atau sesuatu yang bersifat seni?" Opal memberikan sarannya sebagai seorang senior. Yah memang nyatanya dirinya lebih tua lima tahun dibandingkan gadis disebelahnya.
"Aku suka membaca dan menulis. Tapi untuk memutuskan terjun kepada dunia jurnalistik ... Aku belum berani."
"Jangan khawatir, kamu hanya perlu berbicara dengan Paman dan Bibi. Mereka pasti akan mendukung apa yang menjadi pilihan putrinya."
"Benarkah? Apakah mereka tidak akan keberatan?" Platina memastikan.
"Tentu. Justru menurutku mereka akan keberatan jika kamu memilih jalur militer."
"Hahaha, tenang saja. Itu akan menjadi pilihan terakhir bagiku jika tidak ada pilihan lainnya." Platina tertawa renyah menanggapi ucapan Opal.
"Syukurlah." Opal mengatakan kelegaan hatinya juga.
Aku juga tidak akan rela. Tidak rela jika kamu menempuh bahaya bahkan sampai terluka.
Setelah itu percakapan mereka mengalir begitu saja secara alami. Membuat suasana sore itu semakin cerah dan tidak terasa perjalanan mereka telah sampai di tujuan.
Opal memarkirkan mobilnya di parkiran basement. Kemudian berjalan beriringan dengan Platina menaiki lift ke arah paviliun gadis itu di lantai enam.
Namun setelah sampai di depan pintu rumah sang gadis manis, Opal menjadi tidak rela untuk berpisah. Dia juga sedikit menyesal karena tidak jadi mengajak gadis itu ke cafe.
Seharusnya tadi sedikit kurayu atau kupaksa saja Platina agar menurut. Ah sudahlah mungkin lain kali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
princes Nadine
diamond kau tahu sesuatu?
2021-02-27
1
Erza Scarlet
ujiannya gampang jez, aman
2021-02-25
1
Trisnani
perayaan dansa
2020-07-17
0