Sebuah ketukan lembut terdengar dari pintu sebuah ruangan di rumah sakit pusat kerajaan sore itu.
“Kak Opal,” sebuah suara manis yang memanjakan Indra pendengaran terdengar mengikuti. Suara dari seorang gadis yang bernama Platina.
Gadis itu kemudian memunculkan kepalanya sedikit di pintu, tetapi tidak berani masuk ke ruangan. Dia memberikan senyuman yang manis bak malaikat kepada penghuni ruangan, Opal.
"Akhirnya kamu datang juga!" Opal tak dapat menahan lengkungan di bibirnya demi menyambut kedatangan sang gadis.
Beberapa hari belakangan ini, Platina selalu saja datang mengunjungi Opal di tempat dan jam yang sama. Di ruang kerjanya di Rumah sakit kerajaan, sesaat sebelum jadwal sift jaga berakhir di sore hari. Sesaat sebelum Opal biasanya pulang meninggalkan rumah sakit. Serta melupakan tugas sebagai seorang dokter dan kembali menjadi seorang Opal Sumeragi saja.
Lalu untuk apa Platina melakukan hal ini? Semata-mata hanya untuk berkonsultasi tentang menu makan siang yang akan dia dan Saphir buatkan untuk mereka. Untuk Opal, Jasper, Diamond dan Zircon yang setiap harinya berlatih bersama dari pagi sampai sore.
Sungguh tindakan yang sangat manis dan membuat hati meleleh kan?
Opal segera mematikan komputer hologram di hadapannya dan menghampiri gadis itu. Dia merasa heran dengan dirinya sendiri yang entah kenapa akhir-akhir ini jadi selalu menantikan kedatangan Platina. Hatinya selalu berbunga serta ada desiran aneh di dadanya setiap kali gadis ini muncul di pintu ruangan.
Sesuai dengan namanya, Platina adalah seorang gadis yang cantik dengan kulit yang putih bersih bercahaya. Kemudian dipadu dengan rambut yang juga berwarna pucat yang dibiarkan terurai panjang bagaikan ombak di punggungnya.
Penampilan yang membuatnya terlihat bagaikan seorang Dewi dari kahyangan!
Berbeda dengan Saphir, platina termasuk tipe gadis yang kalem, feminim, lemah lembut namun juga sedikit manja. Maklum sebagai anak tunggal, tentunya dia sangat dimanja oleh Bibi Emerald dan paman Euclase. Yang pasti Platina adalah gadis yang sangat manis dan bagaikan embun penyejuk untuk pikiran ruwet Opal tentang ‘mission imposible’ mereka.
“Kenapa tidak langsung masuk saja, Tina? Tidak perlu terlalu lama menungguku membukakan pintu.” Opal membukakan pintu untuknya dan mempersilahkan sang gadis untuk memasuki ruangannya.
“Tidak apa-apa, Tina takut mengganggu Kak Opal.” Jawab Platina kalem.
Jawaban simple itu serasa menggelitik ulu hati Opal. Membuatnya semakin geli dan gemas saja melihatnya.
“Ehm ini ...,” dengan sedikit ragu dan malu-malu Platina meletakkan sebuah bungkusan di atas meja kerja Opal.
“Kakak belum makan kan? ... Ehmm, ini ada masakanku. Kalau tidak keberatan silahkan Kakak mecicipi.” Lanjutnya sambil tersenyum sangat manis.
Senyuman manis yang mampu membuat pria normal manapun tak akan sanggup menolaknya. Termasuk juga dengan Opal, nanum dia cepat-cepat tersadar akan pengaruh pesona bak tatapan Medusa itu.
Bukannya aku pria tidak normal lho ya, tapi karena aku tahu betul seperti apa hasil dan rasa dari masakan Platina ... Parah. Gak bisa dimakan.
“Bagaimana kalau kita jalan-jalan? Aku tahu di mana cafe yang menjual makanan enak. Kamu mau kan menemani aku?” Opal berusaha menolak tawaran gadis itu secara halus.
Platina hanya diam tak bereaksi menanggapi ucapan Opal. Gadis itu juga terus menatap bungkusannya dengan tatapan yang sulit diartikan. Seperti sedang sedih dan kecewa, karena masih berharap Opal mau memakan atau sekedar mencicipinya.
“Hasil masakanmu biar aku bawa pulang dan aku makan nanti di rumah saja." Opal membujuk padanya. Meski nanti saat sampai rumah sudah jelas jika makanan itu harus diamankan di tong sampah.
“Paling tidak cicipilah sedikit sebelum pergi.” Pinta Platina dengan nada memelas dan penuh permohonan.
Gadis itu bahkan kemudian mulai berkutat membuka bungkusannya tanpa bisa dicegah lagi. Tak lama kemudian dia sudah menyodorkan sepiring makanan yang sungguh fantastis kepada Opal. Bentukan visualnya hancur tak berbentuk dan berwarna kehitaman karena gosong.
Kedua mata Opal terbelalak kaget karenanya. Bukan karena rupa makanan hancur di hadapannya, biasanya bahkan jauh lebih parah lagi. Tetapi terlebih lagi karena kaget melihat sepuluh jari yang membawanya terbalut plester!
"Astaga, kenapa dengan jari-jarimu Platina?" Entah mengapa rasanya dada Opal terasa sesak dan hatinya sakit seperti ikut tersayat melihat luka-luka itu.
Akhirnya Opal pun luluh dan mengalah juga pada sang gadis. Dia mengulurkan tangan untuk menerima piring makanan itu dengan senyuman lebar terkembang.
"Baiklah aku cicipin ya."
"Silahkan, selamat makan!" Platina menyambut dengan sumringah.
Opal mencoba untuk memakan hasil masakan dengan bentuk tidak jelas itu. Dan rasa yang langsung merajai Indra pengecap juga tidak kalah hancurnya. Pahit, pedas, asin dan segala rasa bercampur menjadi satu. Rasa yang intinya membuat ingin muntah.
Dengan mengerahkan segenap tekad, Opal berusaha bertahan agar tidak memuntahkan kembali makanan yang dimakannya. Tiap suapnya dia lahap dalam sekali telan sambil sesekali memejamkan mata, agar bisa menyamarkan rasanya yang gak karuan.
Opal tahu benar bagaimanapun sebagai putri seorang menteri, Platina memang tak pernah menginjakkan kaki sebelumnya di dapur. Menu pelajaran yang dia dapatkan juga tak jauh berbeda dengan para pria.
Kalau sekarang dia mau bersusah payah belajar memasak sampai semua jarinya terluka begitu juga demi mereka, kakak-kakaknya. Mereka yang tidak pernah mau menghargai segala usahanya, bahkan cenderung menghina dan meremehkan hasil masaknnya.
“Bagaimana, Kak?” Platina menatapku penuh harap dan mata berbinar-binar.
Mungkin dia merasa heran dengan betapa rakusnya makanku. Atau mungkin juga dia mengira aku makan lahap karena saking enaknya masakannya?
Percayalah Tina, bahwa ini adalah masakan paling hancur yang pernah kumakan!
“Lebih baik daripada yang sebelumnya,” Jawab Opal masih berusaha menghibur dengan sehalus mungkin.
Tapi juga tidak berbohong kan? Memang lebih baik daripada yang sebelumnya!
"Terima kasih, Kak Opal!" Platina langsung menyambut dengan pekikan bahagia.
Opal tersenyum miris karena merasa telah membohongi si gadis lugu. Dia meletakkan piring makanan di meja setelah beberapa suapan. Tenggorokannya terasa sudah memberontak ingin memuntahkan semua makan tadi, tapi dia berusaha bertahan.
Tahan! Jangan sampai muntah di depannya! Tarik napas dalam-dalam!
"Kak Opal mau minum?" Platina dengan cekatan mengambilkan segelas air putih untuk Opal. Khawatir melihat kakaknya itu yang seperti sedang tersedak.
"Terima kasih!" Opal cepat-cepat meneguk segelas air itu.
“Begini Tina, kau tidak boleh memaksakan dirimu seperti ini lagi. Janganlah kau lukai dirimu lagi seperti ini.” Lanjutnya setelah merasa lebih enakan.
Opal meraih kedua jemari tangan Platina, memeriksa luka-luka pada jemari itu dan menatap lekat-lekat wajah sang gadis.
Deg! Ada suatu getaran aneh di dada Opal saat menemukan mata jernih Platina. Rasa sayang dan tidak rela jika gadis itu sampai terluka dan menderita kesakitan.
Aku ingin melindunginya! Tak ingin dia terluka lagi!
“Tidak apa-apa, luka ringan ini sama sekali tak sebanding dengan latihan berat yang harus kakak-kakak jalani setiap hari ... Aku, dan Saphir hanya ingin membantu semampu kami.” Platina mengatakan tujuan dia memasak belakangan ini.
“Tapi tidak perlu sampai seperti ini juga kan?” Desak Opal tidak puas kepadanya.
“Kalau kamu ingin belajar memasak yang ‘aman’ datanglah ke rumahku. Kak Amethys pasti tidak akan keberatan untuk mengajari kalian.” Lanjutnya memberikan saran yang paling sesuai dengan situasi.
Namun dugaan Opal salah besar, bukannya senang mendengar saran darinya. Raut muka Platina malah berubah menjadi kesal dan marah.
Nahlo? Kenapa dia? Kok jadi ngambek begitu sih?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
princes Nadine
wow private gear akhirnya
2021-02-27
1
Erza Scarlet
wah jez dikasih advandli
2021-02-25
1
lullabi
akhirnya jes belajar private gear🥰
2021-02-23
1