Hot Couple: Cerita Cinta Inara Season 3
...♡♡♡...
...MOHON BIJAK DALAM MEMBACA....
...¤ CERITA INI BERGENRE ROMANSA HOT 21...
...¤ TERDAPAT UNSUR *EKSUAL DAN KEKERASAN...
...¤ BUKAN UNTUK ANAK DI BAWAH UMUR...
...PLEASE, BERI LIKE JIKA KAU MENYUKAI TULISANKU....
...HAPPY READING!...
...♡♡♡...
"Aku mau bertemu Reza."
Aku menatap tajam pada Salsya yang langsung bicara tanpa basa-basi. "Mas Reza tidak ada," kataku.
"Kok bisa? Dia ke mana?"
Aku berdeham. "Aku yang membuka pesanmu dan aku langsung menghapusnya."
Salsya mendesa* keras. Jelas dia sebal dan kesal terhadapku. "Aku--"
"Aku ingin bicara denganmu," potongku. "Ayo, duduk di ruang tamu."
Salsya mengangguk, lalu mengikutiku masuk dan kami duduk di ruang tamu.
Aku tersenyum. "Sebenarnya aku ingin meminta maaf padamu atas semua sikap kasarku selama ini. Sejujurnya aku--"
"Aku akan memaafkanmu asal kamu mengizinkan aku menikah dengan Reza. Jangan coba-coba menjadi penghalang untuk kami."
Ya Tuhan, wanita ini. Sabar, Nara. Tahan dirimu. "Justru itu, aku ingin memintamu -- meminta dengan baik-baik -- tolong, jauhi suamiku. Aku mohon?"
"Tidak akan, Ra. Cinta sejati Reza itu aku. Reza itu milikku. Aku tidak akan--"
"Sya, Mas Reza sudah menikah. Dia laki-laki beristri. Sebentar lagi aku lahiran, aku tidak ingin anak-anakku kehilangan ayahnya."
"Kamu egois! Aku bahkan tidak meminta Reza untuk menceraikanmu. Aku juga rela jadi istri kedua. Istri siri. Kenapa kamu egois mau menguasainya sendiri? Jangan egois, Ra."
Hmm... sepertinya memang percuma bicara denganmu. Dengan cara baik-baik pun kamu seperti ini. "Sya, kamu tidak sadar atau bagaimana? Mas Reza mati-matian menghindarimu. Apa kamu tidak kasihan pada dirimu sendiri harus jatuh bangun mengejarnya? Jelas-jelas dia menghindar, Sya. Kamu--"
"Tapi Kayla bilang Reza sekadar menunggu sampai kamu melahirkan, setelah itu dia akan menikahiku. Dia sudah janji."
Astaga... jadi begitu. "Begini, Sya. Sebelum aku dan Mas Reza menikah, aku mengajukan syarat pranikah kepadanya, bahwa dia tidak boleh berpoligami. Dan seandainya itu terjadi, maka itu berarti sama saja dia menjatuhkan talak atas diriku. Dan kupastikan, Mas Reza tidak akan pernah melakukan itu. Dia akan setia kepadaku sampai kapan pun. Jadi tolong, sebagai sesama perempuan dan sebagai sesama ibu, tolong kamu jauhi suamiku."
Seolah tidak percaya, Salsya nampak shock dan mulai meneteskan air mata. "Jadi, selama ada kamu -- aku tidak akan pernah bersatu dengan Reza? Begitu?"
"Sya...."
"Well, kalau begitu...."
"Syukurlah kalau--"
"Aku akan menyingkirkanmu."
Aku tertegun. Aura Salsya berubah dalam sekejap. Sosok pembunuh berdarah dingin terpancar dari wajahnya. Matanya menatapku dengan penuh kebencian. Sesaat kemudian, dia merogoh ke dalam tasnya, dan...
Sebuah pisau.
Salsya mengacungkan benda tajam berujung lancip itu ke arahku -- ke perutku.
"Pi--pisau?"
"Kenapa? Hmm?"
"Ka--kamu...?"
"Kamu takut?" Dia mulai mengeluarkan suara tawa cekikikan. Jelas wujud orang dengan gangguan jiwa yang sekarang berada di depanku -- mengancam untuk membunuhku.
Ya Tuhan, jadi ini wujud aslinya. "Sya, tenang. Aku mengajakmu bicara baik-baik. Tolong, kita bisa bicarakan ini dengan kepala dingin."
"Terlambat, Sayang. Kamu pikir aku akan selalu diam dan selalu bisa kamu tindas? Hmm? Kamu bisa melakukan itu di depan Reza, Nara. Tapi sekarang... kita hanya berdua."
Deg!
Bagaimana ini? Tolong aku, Tuhan. "Sya...," kataku hendak membujuknya.
"Nara... Nara. Aku sudah pernah membunuh tiga orang. Dan kali ini... giliranmu. Oh, ya, aku ingat. Kamu hamil anak kembar, kan? Itu artinya... aku bisa menghabisi tiga nyawa sekaligus. Bukan begitu, Sayang? Sekarang katakan, kamu ingin kutusuk di mana? Jantung? Hati? Lambung? Atau... oh, aku tahu, bagaimana kalau kita mulai dari perutmu? Asyik, kan?"
Tuhan... tolong lindungi aku dan anak-anakkku.
Aku bersiaga. Salsya pun mulai menyerang, tapi aku berhasil menghindar hingga pisau tajam itu menancap ke sofa dan sofa itu pun bergeser dari tempatnya.
Keadaan ini membuat Salsya lebih marah. Dia mengeran* dengan beringas dan melakukan penyerangan berikutnya. Kali ini aku berhasil menahan tangannya hingga pisau itu terlepas. Dan demi pertahanan diri, aku terpaksa -- melawan dan menghajarnya yang tidak punya kemampuan beladiri sedikit pun. Sayangnya, aku hanya mampu mengandalkan kekuatan tanganku, aku mencoba menghantamnya dengan kakiku sekali, tetapi itu justru memberikan efek sakit terhadap perutku, hingga Salsya terlepas, dia menubruk meja dengan vas bunga yang cukup besar. Mejanya bergeser, vas itu jatuh dan pecah berserakan di lantai.
Salsya yang tersungkur secepat kilat berusaha mengambil pisaunya, tapi beruntung aku bisa melumpuhkannya lagi dan refleks menarik rambutnya dan menghentakkan kepalanya ke lantai. Dia pingsan.
Tapi hanya pura-pura.
Aku yang lengah dan mengira dia sudah lumpuh dengan susah payah hendak berdiri, di saat itulah Salsya menendangku hingga aku terlentang.
Ctek!
Lampu di ruangan itu padam. Ruangan seketika menjadi gelap.
Dalam keadaan menahan sakit dan dengan keadaan ruangan yang gelap itu -- samar-samar aku melihat sekelebat bayangan hitam datang dan langsung menyerang Salsya. Aku sama sekali tidak bisa mengenali orang itu, pakaiannya serba hitam dan ia mengenakan penutup kepala hingga yang terlihat hanya mata dan bagian mulutnya, bahkan aku tidak tahu apakah dia lelaki ataukah seorang perempuan.
Aku memiringkan tubuhku -- berusaha untuk berdiri, tapi tidak bisa. Perutku sakit seolah mengalami kontraksi. Dan di saat itu pula -- meskipun samar-samar -- aku melihat sosok hitam itu dengan sadis menghunjamkan pisau ke dada Salsya. Senjata itu memakan tuannya sendiri. Dan dengan sengaja pula sosok malaikat pembunuh itu meraih tangan Salsya dan menggenggamkannya ke gagang pisau. Melihat adegan itu aku hanya bisa menahan suaraku, membekap mulut dengan kedua tangan karena merasa shock. Dan sesaat kemudian, sosok hitam itu menghampiriku. Aku sempat berteriak, tapi dengan cepat dia membekap mulutku.
"Ssst... tenanglah," katanya pelan. Dia menggunakan sebuah alat untuk menyamarkan suaranya. Hingga aku tidak mengenali suaranya, bahkan tipe suara lelaki atau perempuan, aku tidak bisa membedakannya.
Sambil menangis dan menahan sakit, dan dengan suaraku yang tersendat, aku memohon kepadanya. "To-tolong, tolong jangan... jangan bunuh aku. Ak-aku... aku sedang hamil."
Dia tersenyum -- senyuman dalam suasana gelap namun tetap bisa kulihat dengan pendaran cahaya dari ruangan lain. Senyuman itu sangat asing. Aku merasa tidak pernah melihatnya di bibir siapa pun. Lalu...
Dia mengelus perutku. "Kamulah pemenangnya."
"Siapa kamu?"
Dia menggeleng. "Katakan pada siapa pun yang bertanya bahwa kamu tidak tahu apa-apa. Akui kalau kamu sudah pingsan lebih dulu sebelum semua ini terjadi. Mengerti?"
Aku mengangguk setuju.
"Sekarang tidurlah." Dia mengusap wajahku dengan tangannya yang terselubung sarung tangan. Lalu...
Perlahan...
Aku mulai kehilangan kesadaranku. Dia membiusku.
"Hai, Bocah-Bocah, bertahanlah. Kalian akan baik-baik saja. Percaya atau tidak, kalian akan terlahir sebagai jagoan. Asalkan ibu kalian ini bisa diajak kerja sama. Kalau tidak...."
Aku ketakutan -- di ujung kesadaranku. "Kamu... mau... apa?"
Lalu...
Dia mengarahkan pisau itu ke perutku.
Srettt!
"Jangaaaaan...!"
Aku terbangun dengan napas terengah. Sialan!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Sri Widjiastuti
lgs bertarung niii
2023-02-05
1
Deliana
Hai thor lanjut nihhh...
2022-07-19
1
Nita Sinulingga
romansa nyaterasa
2022-02-25
1