Aku melihatnya turun ke bawah dan kembali ke tempat duduknya. Baru saja dia berpidato mewakili anak-anak kelas 12 sebagai murid teladan di acara kelulusan dan perpisahan angkatan siswa siswi tahun ini. Ia juga menjadi runner up dalam lomba sains dan matematika sepropinsi dan nilai ujiannya adalah yang terbaik sekabupaten dan kotamadya.
Aku bangga sebagai seorang guru juga sebagai seorang suami. Jerih payahku mengantarnya lomba ke tempat yang jauh terbayar dengan hasil yang memuaskan.
Mukanya memerah saat melihatku yang duduk dijajaran para guru. Dan kini aku tak perlu canggung lagi karena tadi bapak kepala sekolah dalam sambutannya telah mengumumkan bahwa kami telah menikah.
"Teman-temannya Kharissa milla alkhanif siap-siap saja. Sebentar lagi kalian akan menerima undangan. Sebenarnya Pak Edi dan Mila sudah menikah beberapa bulan yang lalu tapi kami merahasiakannya. Sebentar lagi mungkin akan diadakan resepsinya. Jadi kalau kalian lihat pak Edi sering menatap Mila dan lebih memperhatikannya itu bukan karena pilih kasih ya". Kira-kira seperti itu tadi bapak kepala sekolah mengumumkannya.
Aku sempat melirik Mila yang menunduk malu akupun sebenarnya begitu tapi sok cool saja tadi.
Semuanya langsung heboh. Bahkan para guru juga langsung berbisik-bisik. Aku sempat mendengar mereka bilang,
"Bukannya pak Edi sama bu Nurul ya?"
"Usianya Mila kan masih dibawah umur, kok bisa?"
Aku sempat bertemu pandang dengan Nurul dan aku langsung mengalihkan perhatianku. Aku belum bisa mengacuhkan dia sepenuhnya karena sebenarnya kami putus bukan karena dia melakukan kesalahan tapi karena keadaan yang memaksa demikian.
Aku tahu dia masih menyimpan perasaan padaku tapi aku juga tidak bisa jika menolaknya mentah-mentah. Aku hanya selalu mencoba menghindarinya sebisa mungkin. Aku sudah ikhlas menjalani rumah tangga dengan Mila. Justru sekarang aku merasa jika Mila adalah cinta pertamaku.
Setelah acara demi acara selesai semua murid berlomba-lomba untuk berfoto dengan keluarga, teman maupun dengan para guru sebagai kenang-kenangan karena mereka akan berpencar. Mungkin ada yang akan kuliah ke luar kota, mungkin ada yang bekerja, mungkin ada yang akan membuka usaha atau barangkali ada yang akan bertani.
Khusus Mila, ia mendapatkan banyak undangan dari berbagai universitas dari berbagai daerah di propinsi ini karena nilainya yang unggul juga karena prestasi akademik lainnya. Ia mendapatkan penawaran beasiswa untuk melanjutkan S1 dari universitas tanpa melalui tes atau bidikmisi dan Mila masih mempertimbangkan mana yang akan ia ambil.
Aku menuju ke arah Mila yang berdiri di sebelah ibu. Ibu nampak cantik hari ini begitupun dengan Mila. Ia memakai kebaya hijau dengan riasan sederhana. Tubuhnya sekarang juga bertambah tinggi dan lebih berbentuk. Istri kecilku kini lebih terlihat dewasa sekarang.
Ah.... tak terasa pernikahan kami sudah berjalan sekitar enam bulanan. Pernikahan yang awalnya ku tolak tapi seiring berjalannya waktu aku semakin menyadari dialah yang selalu menjadi penawar ku saat aku ingat bapak yang menghianati ibu dan meninggalkan kami begitu saja. Bagaimanapun usahaku untuk melupakan hal itu dan mencoba untuk memaafkannya selalu berakhir kemarahan yang membuncah dalam dadaku. Pada saat itu aku pasti tak bisa mengontrol emosiku.
Aku merangkul Mila dan ibuku saat kami berfoto sekeluarga sambil tersenyum bahagia.
"Cie...cie.... pengantin baru...."
"Ehem....ehem..."
"Jangan lupa undangannya ya Mil....."
"Jiwa jombloku meronta-ronta ini...."
"Duh yang lagi kasmaran serasa dunia milik berdua ya...."
Anak-anak menggoda kami tapi aku cuek saja. Aku malah meminta untuk foto berdua saja mumpung aku pakai jas dan dasi biar sedikit terlihat parlente dan serasi dengan gadis cantik disampingku.
Aku merasa seperti anak baru gede yang lagi berbunga-bunga seperti baru mengenal cinta.
Tak sengaja mataku menatap Nurul, sepertinya sedang mengamati kami. Aku melepaskan tanganku dari pundak Mila karena tak enak hati padanya. Mila seperti sadar ada sesuatu ia kemudian melihat ke arah pandangan mataku.
"Mas.... sana foto sama bu Nurul!" katanya sambil berbisik saat menyebut nama Nurul.
"Wah sudah panggil mas saja...." Teman-temannya yang mendengar Mila memanggilku mas langsung menggodanya.
Dan aku? Aku tentu saja langsung merengut karena aku ingin Mila mencemburui aku. Tapi dia sepertinya malah mendorongku pada wanita lain.
Kamu belum cinta padaku Mil?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments