"Aku keluar mau cari rokok sebentar bu...." Pamitku pada ibu dan memberi tahu Mila secara tersirat.
Ibu tak langsung menjawabnya sampai aku sudah memakai sandal ku yang ada di tanah.
"Jangan lama-lama Ed....!"
" Iya bu..."
Aku berjalan menyusuri jalan kampung di depan rumah kami. Sepi . Bakda isyak begini orang-orang disini biasanya sudah jarang yang beraktifitas lagi. Mereka akan menonton tivi di rumah masing-masing. Bisa dihitung jari orang yang lalu lalang saat malam hari di daerah ini.
Sampai di toko kecil yang ada di kampungku aku bisa melihat ada beberapa bapak-bapak yang main catur di pos kamling.
"Cari apa pak Guru?" tanya salah satu dari mereka.
"Mau beli rokok pak..."
"Tumben keluar malam-malam. Istrinya lagi ngambek ya pak?" Tanya ibu pemilik toko yang umurnya hampir sama dengan ibuku sambil senyum-senyum dan menahan tawanya.
"Hah? Nggak bu. Saya cuma mau beli rokok ?" Heran sama orang-orang disini yang bisa menyimpulkan keadaan orang semaunya dan selalu kepo dengan kehidupan orang lain. Tapi karena itu juga mereka jadi punya rasa sosial yang tinggi dengan sesama tetangga. Aku merasakan itu saat bapak meninggalkan kami.
Aku mengambil beberapa camilan untuk ibu dan Milla kemudian segera membayarnya dan keluar dari toko itu.
"Mari pak.....!" sapaku pada bapak-bapak yang ada di pos kamling sambil menganggukkan kepala ku pelan.
"Iya pak guru..... hati-hati!" Aku tersenyum saja dengan basa basi kami.
Biasanya saat malam minggu anak-anak muda ada yang main gitar dan anak kecil-kecil bermain di sekitar tempat itu agak malam karena keesokan harinya libur sekolah.
Aku berjalan di jalan kampung yang tak seberapa besar ini. Jalan ini hanya cukup untuk satu mobil dan satu sepeda motor . Disebelah kiri adalah pemukiman penduduk. Disebelah kanan jalan ada sungai kecil dan disebelahnya lagi adalah sawah yang membentang luas.
Sebelum sampai dekat rumah aku berhenti dan menelpon Nurul. Aku akan berterus terang dan mengatakan padanya jika aku sudah menikahi Mila. Aku tahu ini tidak gentle karena tidak langsung bertatap muka tapi jika ditunda-tunda aku takut malah tidak akan sanggup berbicara apalagi jika harus melihat wajah kecewanya nanti.
Aku menelponnya dua kali tapi dia tak mau mengangkatnya. Akupun mengirim pesan padanya.
-tolong angkat aku mau bicara tentang Mila-
Aku pun mencoba menelponnya lagi dan ia langsung mengangkatnya.
Karena tak ada suara sapaan dari seberang maka akupun mulai mengucapkan salam terlebih dahulu.
"assalamualaikum"
"waalaikumsalam", jawabnya lirih sekali
" Dek.... kamu baik-baik saja kan?"
"hum....?"
"Aku minta maaf sebelumnya...."
Aku berhenti sebentar untuk menunggu responnya tapi hening saja yang kurasa. Sebenarnya aku tak tega tapi jika semua ini dibiarkan semakin berlarut-larut pasti semuanya akan lebih menderita. akupun memantapkan hatiku untuk mengatakannya malam ini juga.
"Dek...... sebenarnya aku dan Mila sudah menikah...."
"Apa?!" suaranya terdengar marah dan tidak percaya.
"apa maksudmu Mas?"
"Aku Dan bila sudah menikah beberapa hari yang lalu..."
"Kenapa baru sekarang baru mengatakannya?
lalu bagaimana dengan hubungan kita? Bagaimana denganku??? " Dia berteriak dan terisak. Sungguh aku merasa tak tega.
" Maafkan aku tapi kita tidak bisa terus seperti ini...." Aku melanjutkan maksudku.
"apa maksudmu?"
"kita harus mengakhiri hubungan kita ini dek.... Aku minta maaf...."
"semudah itu kau minta maaf ku??? lalu Bagaimana denganku apa yang harus kulakukan sekarang???"
"Ibuku tak merestui kita. Maafkan aku, aku yakin kau akan menemukan pria yang jauh lebih baik dariku....."
"Kalau begitu carikan aku pria yang lebih baik darimu. Jika tidak aku tak mau berpisah denganmu mas!!"
tut tut......
Nurul mengakhiri panggilan dengan menangis. Aku tahu hatinya pasti terluka. tapi aku yakin waktu pasti bisa menyembuhkannya.
aku menarik nafasku kemudian berjalan menuju rumah Mila. Ternyata ibu masih disitu seperti biasanya. Menemani Mila belajar.
Disaat aku masuk aku melihat ibu menguap dan nampaknya sudah mengantuk sekali.
Aku menaruh bungkusan kresek dimeja dan ibu langsung membukanya tapi tak mengambil apa-apa.
"Ibu tak pulang dulu ya. Besok pagi-pagi harus ngirim ke sawah. Besok kamu nggak usah masak ya nak. Ibu masak banyak besok" Kata ibu sambil membelai kerudung mila yang dijawabnya dengan anggukan saja.
Selepas ibu pulang aku menutup jendela dan pintu rumah kemudian menyalakan rokokku di depan tivi. Aku tak ingin Mila terganggu dengan asap rokok ku.
Saat aku menoleh ke arah Mila ia juga sedang memandangku.
"Kenapa? " Aku mematikan rokokku dan berjalan mendekatinya. Aku duduk didepan berhadapan dengannya.
"Kenapa melihatku seperti itu?"
Dia hanya menggelengkan kepalanya. Entah kenapa setiap melihatnya rasa marah dan galauku selalu menguap di bawa angin saat melihatnya.
Ia menundukkan kepalanya lagi membaca dan mencari jawaban di bukunya. Aku mengusap kepalanya sambil tersenyum meskipun ia tak membalasnya.
"Kau mau ikut lomba sains matematika?"
Mila mendongakkan kepalanya tapi tak langsung menjawabnya.
" Ini sekabupaten. Waktunya ini setelah ujian kok. Mau nggak?"
Mila menganggukkan kepalanya dan aku berjanji akan mengurus administrasinya karena aku yakin dengan kemampuan Mila
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments