" Pak edi.... pagi pak...."Ketiga gadis yang berpapasan denganku itu menyapaku seperti ingin menggodaku.
"Pagi.... ati-ati jalannya! Awas jatuh!" kataku
"ahahaha.... pak edi grogi ya" ketiga anak itu malah menertawakanku.
brakk.....
Aky yang sudah berjalan beberapa langkah menoleh pada arah suara. Lebih kaget lagi saat aku melihat ternyata ketiga anak tadi yang jatuh menabrak tanda parkir yang ada disitu.
Tapi kenapa mereka bertiga bisa jatuh semuanya?
Siswa-siswi berlari mengerubungi mereka dan aku ikut juga.
"Kalian ini kenapa ? Kok bisa jatuh semua?"
"Nggak lihat iti tadi pak..." kata salah satunya.
"Setelah dia jatuh kakiku kayak kesrimpet gitu.. pak...."
Mereka meringis sambil menahan malu karena semua orang berkerumun melihat mereka.
"Ya sudah bawa temennya ke LKS! Ngapain pada bengong aja! Memang nya artis jadi pusat perhatian? Makanya jangan suka ngledekin guru kena karma kan?!" kataku sambil tersenyum mengejek mereka.
"Maaf pak..." kata ketiganya.
Aku berlalu setelah melihat mereka dibantu oleh teman-temannya berjalan. Mungkin aku harus lebih hati-hati saat mengucapkan sesuatu. Mungkin saja murid-murid tadi jatuh karena ucapan ku. Aku menyugar rambutku ke belakang sambil berjalan ke lapangan karena waktu lomba semakin dekat jadi aku akan berlatih bersama anak-anak yang akan ikut serta lomba olahraga.
Hari-hari ini Mila sangat serius belajar untuk mengikuti lomba juga untuk menyongsong ujian yang sebentar lagi datang. Istriku itu memang pintar dari sananya aku hanya perlu mensupport nya dengan menyediakan camilan dan menemaninya saat belajar.
Bagaimana dengan Nurul? Dia kini kembali perhatian padaku. Bukannya marah padaku dia malah mengatakan kalau dia bersedia menjadi yang kedua. Aku semakin pusing saja.
Bagaimana bisa aku menghindarinya padahal setiap hari kami bertemu di kantor. Aku bisa menolak dengan mencari berbagai macam alasan saat ia mengajakku bertemu di luar. Kalau di dalam sekolah aku tak bisa menghindar selamanya. Aku hanya bisa tersenyum dan tidak bisa marah padanya. Apalagi saat ia memberi sesuatu kepadaku aku tidak mungkin menolaknya. Itu akan membuatnya malu.
Aku memang merasa payah sebagai seorang pria. Aku tidak bisa tegas dalam hal ini. Entahlah aku merasa bingung juga.
Mila beberapa melihatku berbicara dengan Nurul dan aku seperti seorang suami yang ketahuan selingkuh aku langsung meninggalkan Nurul begitu saja dan ingin mendatangi Mila tapi itu masih di sekolah. Aku harus menunggunya sampai kami pulang ke rumah baru aku bisa menjelaskannya.
Sampai sekarang sepertinya Mila terkesan biasa saja, seperti saat ini,
"Mil.... " aku mensejajari sepedanya ketika sudah sampai di jalan yang aman dari mata anak-anak didikku.
Ia hanya menoleh dan tersenyum dengan tetap mengayuh sepedanya dengan kecepatan sedang.
Aku memperlambat kayuhanku sehingga posisi sepedaku kembali berada di belakangnya. Kudorong boncengan sepedanya agak keras agar ia tak perlu mengayuh.
"Mas.....!!!" dia kaget dengan ulahku dan menjerit.
Aku merasa seperti Abege sekarang. Tertawa melihat Mila yang ketakutan karena keusilanku.
Aku mensejajari nya kembali dan meminta tangannya agar ia memegang tanganku tapi ia menolaknya.
"Kalau tak mau berpegangan padaku aku akan mendorongmu seperti tadi...." ancamku dan barulah ia memberikan tangannya padaku.
Aku menggenggamnya dengan erat dan menariknya agar ia tak perlu mengayuh sepedanya.
"Aku ingin segera mengumumkan pernikahan kita di sekolah jadi kita tak perlu bersembunyi- sembunyi kalau mau berangkat dan pulang sekolah bersama-sama." Aku merayunya agar ia tak marah karena tadi sempat melihatku menerima makanan dari Nurul.
Aku melihat reaksinya dan dia terlihat malu-malu kucing. Apa aku ini perayu ulung ya?
"Jangan marah ya Mil... Tadi Bu Nurul memberiku makanan tapi kubagikan pada guru-guru di kantor. Aku tidak enak jika menolaknya. Aku sudah bicara tentang pernikahan kita padanya tapi sepertinya dia belum bisa menerima..."
"Apa dia mau jadi yang kedua mas...?"
" Kamu nggak cemburu gitu Mil?" Aku merasa Mila seperti tidak pernah mencemburuiku, apa tidak ada rasa cinta untukku? Mungkin lain kali aku harus bersandiwara agar tahu dia cinta padaku atau tidak. Sudah sejauh ini dan aku tidak mau cinta sendirian. Perasaan ku pada Nurul bahkan sudah hilang kalaupun tersisa itu hanya sedikit saja.
"Hati-hati pak Guru!!" kata ibu-ibu yang sedang duduk dihalaman rumahnya melihat cara kami bersepeda. Aku baru sadar jika sudah hampir sampai rumah kami dan aku pun melepaskan genggaman tanganku takut akan mengganggu pengguna jalan yang lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments