Dinda menunduk takut sedih dan panik menjadi satu sampai di lantai bawah depan perpustakaan suasana sekolah juga senggang karena semua murid pasti sudah pulang.
Perlahan Dinda mengangkat wajahnya, kaos basket bau keringat tadi sama seperti bau parfum Arkan. Seketika itu benar Arkan ada didepannya.
"Kak..Kak Arkan..." suara Dinda pelan malu menatap Arkan kembali menunduk.
Tidak lama Syifa datang dengan emosinya Syifa tanpa perasaan langsung menghampiri Dinda dan menjambaknya dengan keras Arkan yang baru melepaskan nafasnya seketika langsung menarik tangan Syifa untuk melepaskannya, jambakan itu membuat Dinda tersiksa walaupun Arkan tidak ada urusan.
Tapi, itu di depan mata Arkan.
"Aw..sakit!" ucap Syifa sambil menahan sakit dan sedih perih di kepalanya.
Pusing yang Dinda rasakan.
"Arkan lepasin gue?" ucap Syifa menatap tajam Arkan dengan cepat Arkan melepaskan tangan Syifa dari rambut Dinda.
Dinda terlepas dan pergi menjauh mendekati pintu perpustakaan yang tertutup.
"Lo belain dia, lo tahu dia itu anak haram ibu dia pelacur ayah dia gak tahu siapa masih untung bokap gue mau nampung dia sama ibu dia," ucapan Syifa membuat Arkan menatap tajam Syifa ada rasa marah dan seketika menoleh pada Dinda.
"CUKUP... GUE TAHU GUE SAMPAH GUE ANAK HARAM, SETIDAKNYA LO BISA GAK GAK USAH UNGKIT UNGKIT TENTANG ASAL USUL GUE DAN IBU GUE, LO JUGA LAHIR DARI SEORANG IBU, APA LO GAK PUNYA PERASAAN, GUE UDAH NGALAH SEMUANYA BUAT LO... GUE GAK NGEDEKETIN KAK ARKAN TERANG-TERANGAN GUE CUKUP TAHU DIRI."
Luapan emosi Dinda sudah sangat melampaui batas. Dinda tidak tahan untuk menyimpannya sampai rumah.
Syifa berdecih dan menatap jengan Dinda menarik tangannya dai Arkan dengan kasar dan berjalan mendekati Dinda. Seketika itu Arkan menarik Syifa kasar menatap Syifa dengan marah. Syifa berusaha melepaskan tangannya dari Cengkaram Arkan yang kasar.
"Gue minta lo pulang sekarang," ucap arkan dengan suara yang tenang dan berat.
Syifa seketika diam menatap wajah Arkan. Syifa menatap Dinda. Arkan melepaskan tangan Syifa. Dengan malu dan marah Syifa menjauh pergi. Dinda berbalik dan pergi.
"Lo mudah banget, di tindas, kalo lo suka sama gue bilang!" ucap Arkan tiba-tiba membuat Dinda terkejut. Dadanya terasa sesak. Dinda menatap Arkan yang berjalan duluan didepanya sempat sebelumnya melewatinya dengan tenang dan santai.
Di atas sebelumnya Arkan datang ke atap di atap sudah ada Rian dan Rian sedang asiknya duduk memainkan gitarnya. Seketika Arkan datang Rian tetap diam saja. Arkan juga acuh dan menganggap Rian tidak ada.
Tapi, suara keras membuat Rian dan Arkan terganggu. Ketika Dinda tersudut. Arkan menatap Rian tanpa banyak bicara Arkan yang berdiri dan menarik Dinda ke pelukannya.
Setelah Arkan pergi bersama Dinda Rian menatap Syifa dengan tatapan datar setelah Syifa pergi Rian tersenyum miring.
Tak berapa lama Syifa turun Rian juga turun dari atap.
Di depan perpustakaan Rian melihat jika Arkan memegang tangan Syifa kasar dan Dinda bergerak menjauh. Setelahnya Arkan membisikan sesuatu lalu Syifa pergi. Rian mendekat, seketika terhenti langkahnya ketika Arkan mengucapkan katannya tiba-tiba.
Dinda yang terdiam menatap punggung Arkan menjauh.
Rian yang menatap Dinda yang memperhatikan Arkan.
Rian berhenti berdiri di depan perpustakaan. Rian, disinilah tempatnya berdiri.
Dinda beranjak dari tempatnya berdiri pegi keluar sekolah.
*
Arkan baru saja sampai dirumah setelah dari bengkel sebelumnya. Arkan seketika mendapat sambutan dari nenek kakeknya.
Semua barang-barang Arkan di keluarkan dan sudah rapi di dalam koper.
"PERGI KAMU, TINGGALAH SENDIRI DIRUMAH ALMARHUM ORANG TUA KAMU," Kata kakek dengan nada suara yang tinggi. Arkan menatap keduanya. Nenek diam saja.
Kakek langsung melangkah maju menghampiri Arkan yang baru berjarak lima langkah dari pintu depan.
"Kamu terlalu berani mengambil ke putusan sendiri, sekarang kakek mau lihat kamu tinggal sendiri tanpa kakek dan Nenek." Kakek berbalik pergi setelah mengucapkan kata itu dengan wajah datar dan marah.
Setelah nenek pergi jauh masuk ke dalam ruangannya. Nenek dengan wajah sedih menghampiri Arkan.
"Nak.. maafkan kakek ya, ini karena kamu buat anak koleganya menangis dan buat Kakek malu," ucap Nenek.
"Syifa namanya," ucap Nenek lagi. Arkan mengerti.
Dengan wajah datarnya Arkan menatap Nenek. Seketika nenek memeluk Arkan dan menangis kecil dalam pelukan Arkan.
"Mereka memutuskan hubungan kerja jadi, kakek kamu marah," ucapnya lagi. Arkan masih diam mendengarkan Neneknya bicara.
Seketika pintu terbuka lagi, Kakek melihat Nenek masih bicara dengan Arkan.
"Masih disini kamu?" ucap Kakek dengan mencemooh Arkan.
"Jika kamu masih mau beguna dan membuat kakek nenek bangga besok kamu cari empat perusahaan besar untuk Kerja sama dengan perusahaan kita," ucap Kakek.
Arkan berbalik melangkah mendekat lalu berhenti didepan Kakek.
"Jika kamu bisa ambil berkas warna merah dari ruang kerja kakek."
Kakek menatap Arkan dengan tersenyum miring.
"Minta Bik Yun untuk membawa masuk koper Arkan." Kata kakek sambil berlalu pergi.
"Ayo masuk nak," ucap Nenek dengan wajah tersenyum Arkan mengikuti tuntunan neneknya dan langkahnya menaiki tangga.
Di kamarnya kini Arkan sendirian Arkan mulai melakukannya sekarang setelah mengambil berkas di ruangan kakeknya Arkan mulai menghubungi beberapa orang yang di kenalnya.
Pertama Yuda kakak dari Kiran yang juga teman Arkan.
Di kamarnya Yuda yang sedang santai bermain ps seketika mendapat telepon dari Arkan lanhsung mematikan psnya sementara.
"Halo, Kan..." Sahut Yuda ketika tersambung.
"Yuda gue butuh bantuan lo buat dapetin 4 perusahaan besar buat kerja sama," ucap Arkan dati sebrang sana dengan wajah datarnya dan suara yang Yuda dengar sangat kaku dan datar.
"Tentang kerjaan ini, Bisnis maksud lo?" Jawab Yuda.
"Hem." Suara deheman Arkan.
"Gue ada kenalan mereka buka perusahaan besar tapi, bisa dan sangat baik di ajak kerja sama," ucap Yuda dengan wajah datar sambil menyalakan rokoknya.
"Ok thank's besok gue telepon lagi," jawab Arkan.
Seketiaka telepon terputus.
Yuda menatap layar ponselnya yang berwarna biru kosong.
"Dia Leader yang sibuk." Kata Yuda sambil membuka jendela balkon dan mulai membuang asap rokonya di luar ruangan.
Di kamarnya Arkan mulai mempelajari semua peroposal dan juga berkas kerja sama.
Hingga pukul dua belas malam Arkan belum tidur dan Arkan juga sudah sangat mengantuk dan lelah.
Arkan mengakali kantuknya dengan mengambil air hangat di lantai bawah juga mencuci muka.
Sampai pukul setengah satu malam Arkan selesai dan membereskan semuanya dan pergi tidur.
*
Di sekolah Arkan mulai mengikuti pelajaran seperti biasa hingga istirahat lalu kembali masuk kelas dan sekarang pulang sekolah.
Di parkiran Arkan di perhatikan Lorenzo dan Bagus.
"Lo mau kemana keknya buru-buru banget," ucap Bagus.
"Urusan." Sahutnya singkat. Justin dan Lorenzo mengangguk.
Arkan pergi dari hadapan Teman-temannya.
Jika bukan karena air mata neneknya dan tatapan wajah sedih neneknya Arkan tidak ingin bersusah payah seperti ini.
Semua Arkan lalukan untuk nenek agar tetap tersenyum, Arkan tahu neneknya tidak ingin jauh dari Arkan tapi, kakeknya seperti itu. Hingga kakek berubah pikiran membuat nenek kembali tersenyum.
Arkan harus menyelesaikan urusan ini sebelum besok.
Di parkiran saat ini. Setelah Arkana pergi.
"Oiya.. gue harus pergi," ucap Bagus tiba-tiba.
"Lah... mau kemana lo?" ucap Lorenzo heboh. Justin juga memperhatikannya.
"Calon anak istri gue menunggu," ucap Bagus dengan pede.
"Bah.... Macam mana pula lo sebut Larisa sama Lala Macam itu?" ucap Lorenzo heboh.
Bagus tersenyum.
"Diakan masih ada suami lo gak bisa..." ucap Justin.
Bagus menggeleng sambil memakai helmnya.
"Maaf yaa.. mereka sudah cerai dan nunggu gue lulus gue nikahin janda anak satu," ucap Bagus dengan pedenya.
Lorenzo dan Justin saling menatap.
"Tapi, kenapa lo demen," ucap Justin lagi.
"Namanya juga cinta, makanya Justin jangan kelamaan single kaya Arkan, kudet deh lo tentang percintaan remaja dan janda kayak Bagus." Sahut lorenzo membuat Bagus menggeleng.
Bagus mengegas motornya menjauh.
Seketika sudah jauh Lorenzo juga pergi meninggalkan parkiran bersama Justin, nebeng lagi tentunya, karena Lorenzo belum berhasil membujuk Kakak perempuannya.
Dari tempatnya menatap teman-teman Arkan dan juga Arkan yang sudah pergi. Dinda dengan bawaannya. Merasa kecewa karena tidak bisa menghampiri Arkan karena Arkan terlihat begitu buru-buru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments