Arkan keluar kelasnya paling Akhir. Ketika akan melangkah keluar sekolah tidak sengaja Arkan melihat Rian yang memegang tangan Dinda dengan kasar dan memojokkannya di tembok samping kelas Dinda.
Suasananya jarang siswa lewat atau hanya Arkan yang kebetulan lewat.
"Kak.. Jangan deketin Dinda lagi, Dinda enggak suka lagi sama kakak, kakak juga udah punya..." Seketika ucapan Dinda berhenti karena tangannya serasa akan patah.
"Heeh.. siapa yang bilang kalo gue suka lo, gue perhatian dan suka sama lo itu karena gue pengen, sama kayak yang ayah lo lakuin ke ibu gue, Ayah lo yang enggak tahu itu kandung atau bukan, udah buat Ibu gue bukan ibu yang gue kenal lagi, jadi... gimana... kalo lo juga ngerasain apa yang ibu gue rasain," ucap Rian pada Dinda.
Rasanya sakit sejak tadi kedua orang tuanya sudah di olok-olok orang-orang yang bahkan Dinda sendiri tidak membuat masalah dengan mereka. Tatapan Dinda memanas, rasanya ingin menangis.
Dinda menatap dengan wajah ingin menangis Dinda bingung harus apa.
"BERHENTI KAK." Cegah Dinda ketika Rian akan membuatnya semakin buruk Dinda menahan dada Rian sekuat tenaga.
"DINDA KAN UDAH BILANG DINDA JUGA UDAH JELASIN... DINDA ENGGAK TAHU APA-APA. EMANGNYA KAKAK ENGGAK NGACA JUGA, KAKAK JUGA JAHAT SAMA DINDA!"
Dinda membentak didepan wajah Rian. Dinda sendirian Karena Kiran harus pulang cepat jadi Dinda keluar kelas paling Akhir sendirian , biasanya Dinda bersama Kiran.
Rian tersenyum menatap wajah Dinda seketika wajah Rian perlahan maju.
Hembusan nafas Rian hampir terasa di wajah Dinda. Dinda juga memundurkan kepalanya.
"Oh ya.. gimana kalo lo belajar dari awal buat jadi pelacur kaya ibu lo," ucap Rian dengan seringai yang menatap Dinda seakan Dinda murahan.
Plak...
Tamparan Dinda dengan tangan yang bebas membuat pipi Rian memerah.
Rian terkekeh.
Seketika Rian melempar Dinda ke lantai Menatap Dinda dengan remeh. Dinda perlahan memundurkan dirinya. Dinda menangis. Air matanya perlahan membasahi kedua belah pipinya.
Tangan Rian dengan kasar menarik kerah seragam Dinda. Dinda yang kaget hanya bisa ketakutan.
Seketika tepukan di bahu kiri Rian membuatnya menoleh melepas cengkraman kerah seragam Dinda.
"Apa lo," ucap Rian. Tanpa bicara, Arkan memukul wajah Rian hingga jatuh tersungkur sudut bibir Rian juga sobek.
"Cih.." Rian kembali bangkit untuk membalas Arkan. Seketika Arkan memukulnya lagi lebih berutal dan parah, Amarahnya sudah sangat menguasai dirinya. Arkan tidak terkendali. Dinda yang takut menatap perkelahian itu sudah gemetaran takut.
"Stop," ucap Dinda tiba-tiba dengan suara sedikit tinggi. Arkan langsung refleks berhenti.
Rian sudah babak belur tidak berdaya.
"Rendah banget lo," Ucapan Arkan membuat Rian marah tapi, Rian tidak bisa membalasnya karena badannya rasanya sakit semua. Hanya menatap marah yang Rian bisa balas pada Arkan.
Lorenzo dan Bagus yang merasa jika Arkan tidak datang keparkiran segara menyusulnya. Baru masuk Lorong kelas Sebelas. Lorenzo terkejut karena Rian lalu seorang gadis dan Arkan. Bagus tanpa berhenti melangkah langsung berlari menghampiri Arkan. Lorenzo juga mengejar Bagus.
"Lo.. Rian,"ucap Bagus.
Rian pergi dari sana. Lorenzo yang terdiam memperhatikan Rian seketika beralih menatap Dinda lalu Menatap Arkan.
"Loh.. Eh.. Nama lo Dinda, Arkan.. lo ngapain disini? Dinda lo acak-acakan?" Ucap Lorenzo.
Bagus menatap malas.
"Makasih Kak tadi nolongin Dinda." Arkan tidak menanggapi Dinda yang mengucapkan terimakasih padanya, Arkan pergi begitu saja. Bagus langsung mengikuti Arkan, Lorenzo menatap Dinda lalu menyadari jika Bagus dan Arkan sudah pergi meninggalkan mereka.
Dinda mengambil tasnya yang terjatuh Dinda juga ikut melangkah pergi keluar dari sekolah.
Di depan saat ini Dinda menunggu angkot datang. Angkot tidak lama setelah Dinda bersandar pada tiang halte.
*
"Lo seharusnya enggak usah ikut campur itu biar jadi urusan Rian," ucap Justin.
"Terlanjur." Sahut Arkan santai.
Arkan pergi mengambil baut di dekat etalase.
Bengkel, setiap pulang sekolah mereka membuka bengkel, sebenarnya sudah ada yang bekerja Arkan juga menggaji mereka.
Jadi ketika pulang sekolahnya Arkan bergantian shif dengan karyawannya.
"Lo udah cukup dengan lo buat diri lo masuk kedalam masalah yang seharusnya lo enggak usah ikut campur," ucap Justin.
Arkan berhenti, menatap Justin lalu pergi sebelumnya memanggil dan meminta Lorenzo menggantikannya.
Arkan pergi keruangannya Justin juga mengikutinya.
Ruangan istirahat.
"Gue enggak mau jadi beban lo Kan." Justin menatap Arkan.
Arkan menepuk bahu Justin.
"Gue udah anggep lo sama kaya sodara gue kalian semua geng kita, Gue enggak bisa liat lo sama keluarga lo terancam. Dan buat di Lorong kelas itu anggep aja cuman rasa kasihan, ya.. karena gue pas lewat sana." Jelas Arkan tenang menatap Justin.
"Oiya gimana kabar Belle, kak Luna?" Basa basi Arkan.
Nada bicara santai dan tenang itulah Arkan.
"Mereka baik... berkat lo Belle masih bisa sama Kak Luna, makasih banget waktu itu, kalo lo enggak nolongin kak Luna gue enggak pernah bisa bayangin apa yang terjadi selanjutnya," ucap Justin.
Bagus masuk ke dalam tiba-tiba. Memberitahu jika beberapa pelanggan ada yang datang baru lagi sedangkan Lorenzo dan Bagus sedang sibuk.
Arkan dan Justin kembali lagi pada pekerjaan mereka.
*
flashback....
Di awal. Arkan pulang larut malam dengan wajah lebam dan babak belur, Arkan habis menyelamatkan seorang ibu muda, Kak Luna kakak perempuan Justin.
Beberapa geng motor dengan tubuh besar menghentikan mobil Kak luna. Didalam mobil ada putrinya Belle.
Di tempat tongkrongannya Arkan baru akan pamit pulang pada teman-temannya duluan, Karena ingat dengan neneknya dirumah.
Tapi, semuanya juga langsung ikut Arkan bubar. Karena ketua geng mereka pulang masa mereka tetap kumpul tidak lengkap rasanya.
Arkan menaiki motornya dan melaju di jalur yang berbeda dari semua teman-teman tongkrongannya.
Saat itu juga sebuah mobil Ayla putih di hentikan beberapa geng motor dengan badan besar. Arkan yang melihat siapa yang mereka hentikan Arkan tanpa pikir panjang menolongnya. Menerjang semuanya hingga mereka semua ketakutan dan mundur.
Kak Luna yang ada di dalam mobil masih ketakutan Belle juga menangis di bangku belakang.
Tidak lama Justin dan Bagus dang terakhir Lorenzo.
Melihat Arkan menghajar beberapa orang mereka langsung turun belum sempat mereka terjun membantu Arkan berkelahi. Mereka semua pergi.
Arkan juga langsung pergi ketika Kak Luna keluar mobil dan mengucapkan terimakasih. Arkan mengangguk dengan wajah datar.
Justin meminta Kakaknya segera pulang setelah Arkan berlalu pergi.
Justin tidak akan pernah lupa bantuan Arkan itu, Justin sangat menyayangi Kakaknya dan keponakan kecilnya. Beruntung Arkan lewat jalan itu waktu malam itu jika tidak Justin akan menyesalinya seumur hidup.....Flahback off.
*
Di rumah Dinda duduk di tepi kasur memegang ponselnya.
Seketika suara Dering pesan masuk berbunyi.
Kiran.
"Lo mau tahu, nomer Kak Arkan?"
Dinda memang mengirim pesan pada Kiran minta tolong untuk memberikan atau mencarikan nomer Arkan untuknya. Dinda malu tentang kejadian waktu itu waktu di Lorong kelasnya itu.
Seketika panggilan masuk dari Kiran membuat Dinda terkejut.
"DINDA.... LO BENERAN SERIUS LO DEMI APA... DINDA... GUE MASIH SAYANG SAMA LO NTAR KALO SYIFA GENGNYA GANGGUIN LO GIMANA."
Dinda langsung menjauhkan ponsel dari telinganya ketika sudah menarik tombol hijau benar saja.
Suara menggelegar milik Kiran hampir saja membuat gendang telinganya rusak.
"Pelan-pelan kenapa, suara lo kenceng banget," ucap Dinda santai.
"Hehe iya."
"Yaa.. itu masalah tadi yang gue ceritain sama lo tadi tentang Kak Rian anak baru itu yang waktu itu ketemu kita sebelum kelapangan. Dia hampir cium gue pas mau cium gue, dia jatohin gue kelantai, eh.. ternyata Kak Arkan dateng dan berantem kayak orang kesurupan."Jelas Dinda lagi.
"Iya gue paham. Tapi, lo serius. Lo meratiin dari jauh aja gue liatnya kasihan apa lagi lo ampe mau minta nomor, lah kalo bukan semakin berusaha dekat apa dong namanya?" ucapan Kiran seketika membuat Dinda terkejut.
Kenapa Dinda tidak berpikir sampai situ tapi, Dinda malu jika harus bicara langsung.
"Tapi, gue malu kalo harus ngomong langsung," ucap Dinda.
"Nih.. mending lo bales langsung aja abis itu urusan selesai, nanti kalo lo nyimpen nomernya. Lo bisa berabe urusannya."
Saran Kiran ada benarnya. Syifa geng tidak boleh Dinda remehkan, Syifa selalu bisa bertindak lebih jika hanya di usik sedikit, Dinda juga malas mencari masalah dengan kakak kelas perempuan itu.
"Iya deh.. lo bantuin gue aja ya, Makasih sarannya, untuk ada lo," ucap Dinda.
"Ya elah lo kek apa aja. Santai, dah dulu bye.."
Telpon terputus.
Seketika notifikasi pesan masuk dari Kiran.
Dinda membuka pesan dari kiran.
Dinda terkejut menatap lebar pesan Kiran.
Nomor Arkan dikirim Kiran pada Dinda.
" Itu nomor Kak Arkan, awet-awet lo... GUE dukung lo sama Kak Arkan, sapa tahu jodoh. Gue coba aja... Heheh.. maaf ya Dinda." Kata Kiran dengan emot tertawa dan malu.
Kiran menggeleng tidak percaya. Tapi, kenapa hatinya senang hanya nomer Arkan yang dirinya dapatkan dari Kiran.
...Rasa senang ini hanya karena hal biasa dan sepele...
...~Dinda Alea....
...Hanya rasa simpati...
...~Arkan Prawira...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments