Sambil berjalan Dinda menatap lantai lalu menghela nafasnya kasar Dinda seperti orang Frustasi. Kiran melompat menghadang jalan Dinda seketika Dinda menabraknya.
"HAAAH... GUE MALU... MALU BANGET... KIRAN TOLONGIN GUE. KIRAN TOLONG GUE MAU MATI RASANYA."
Satu Koridor semua menoleh pada Dinda menatap Dinda dengan aneh. Ada yang menggeleng ada yang mengelus dada dan ada yang merasa kupingnya berdenging ketika Dinda berteriak keras.
Kiran melotot tidak percaya.
"Sakit, Sakit apaan? Kok enggak cerita sih ke gue. Ya ampun Kiran sahabat terbaik Dinda Alea gak tahu kalo sahabat karibnya Sakit," ucap Kiran malah membuat Dinda semakin histeris.
"Bukan Sakit Kiran..." Dinda melangkah melewati Kiran. Kira menatap bingung.
Bibirnya berkomat kamit mengulang kata Dinda. Berucap tanpa suara.
"Apaan sih nih anak," Kiran kesal karena tidak paham dengan Dinda.
Kiran kembali mengejar Dinda yang masuk kedalam kelas.
Seketika bel bunyi tanda waktu upacara bendera setiap hari senin akan berlangsung sekarang.
Semua segera berlari berhamburan datang ke lapangan upacara. Untuk yang tidak menggunakan pakaian lengkap berbaris di samping para guru.
Semua barisan siap. Banyak dari siswa siswi yang lupa jika ini hari senin ada yang tidak menggunakan kaos kaki sabuk dengan benar bahkan tidak memakai dasi dan membawa topi.
Upacara bendera setiap hari senin berlalu beberapa menit. Karena pidato kepala sekolah singkat jadi waktu di jemur untuk upacara tidak terlalu lama.
Upacara selesai semua siswa siswi kembali kekelasnya masing-masing. Dinda masih lemas hingga Dinda dan Kiran kali ini membuat Yeni kembali marah.
"Astagfirullahaladzim. Lu anak manusia bukan sih Dinda, Kiran, Lu berdua nguji gue mulu perasaan!" Yeni menatap keduanya yang baru saja duduk di bangku nomor dua barisan tengah dengan wajah lelah.
"Laah... apaan sih Yen," ucap Kiran.
Lia menggeleng. Berdiri Lia dari duduknya mengambil sapu dan kain pel yang masih lembab.
"Ih.. Lia, capek nih nanti deh gue lepas sepatu gue." Dinda bersuara dengan mata terpejam kepala di letakan di atas meja.
"Gak.. Mau Dinda, Kiran, sekarang, Bu siska bisa ngomel kalo sampe tahu kelas kotor."
Dinda mengangkat kepalanya dari meletakan kepalanya diatas meja. Membuka sepatu dan Kiran juga melakukan hal sama yang Dinda lakukan.
Mereka membersihkan bekas jejak kaki mereka dengan sapu dan kain pel.
*
Arkan yang baru sampai di kelas duduk dan mulai membuka bukunya. Sedangkan Loerenzo yang baru saja datang sudah berantakan dengan dasi di longgarkan kancing dua diatas di lepas memperlihatkan kerah kaos hitam yang menjadi kaos yang di pakai Lorenzo sebelum seragam putihnya.
Bagus baru saja datang dengan rupa lebih parah dari Lorenzo. Serang putih Bagus sudah terbuka semua kancingnya kaos coklat dengan tulisan aneh besar terlihat. Dasi Bagus sudah di lepas di gulung-gulung di tangannya.
Justin dan Arkan mereka masih tetap rapi, dengan pakaiannya.
Justin sebenarnya juga kadang seperti Bagus dan Lorenzo tapi, berhubung ia tidak kepanasan karena tempatnya berbaris tadi teduh jadi Justin masih rapi, sampai sekarang.
Justin meminum air dalam botol yang baru saja Bagus letakan untuk dirinya minum sambil duduk.
"Woy.. Justin! Beli lo, bokek lo minum aja ngambil punya gue," ucap Bagus baru saja duduk tenang langsung menatap kesal ketika air di dalam botol air mineralnya berkurang setengah.
"Nanti gue ganti satu galon." Suara Justin tenang berpura-pura tidak salah.
Bagus mendengus kesal. Justin tersenyum ketika Bagus meminum air di botol.
"Gak usah, lo kasih mentah nya aja ke gue," ucap Bagus setelah meminumnya.
"Mentahan, apaan?" Sahut Lorenzo.
Bagus berdecak.
"Duit nya aja. Lumayan isi ulang galon lima ribu tuju ribu kan lumayan, nah mending buat gue aja," ucap Bagus.
"Heeh.. itu mah mau lo, Adeknya mail," ucap Lorenzo.
Mereka kembali diam beralih tatapan pada Arkan yang membaca buku pelajarannya. Lalu menutupnya ketika merasa di perhatikan temannya.
"Apa?" Suara Arkan datar dan menatap tajam pada Lorenzo Bagus dan juga Justin.
"Oh.. enggak.. enggak apa-apa, iya kan gus," ucap Lorenzo menyenggol Bagus.
Bagus yang sedang minum tersedak, seketika wajah Lorenzo di sembur.
Justin tertawa terbahak-bahak hingga perutnya sakit. Teman satu kelas yang melihat itu hanya tertawa kecil memalingkan wajahnya.
Lorenzo mengelap wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
"Maaf, Maaf Zo.. gue kaget lo sih maen senggol aja." Bagus langsung memberikan dasinya untuk mengelap wajah Loernzo.
"Ogah.. DASI LO BAU ******. LO MAKAN APAAN SIH, BAU!" Kesal Lorenzo.
Bagus menggaruk tengkuknya menatap Lorenzo malu.
"Orek tempe kasih pete, Emak masak itu tadi pagi?" Sahut Bagus malu jujur Justin malah lebih geli karena Bagus menjelaskannya dengan wajah polos seperti anak gadis yang di marahi karena tidak bisa memasak.
Lorenzo misuh-misuh. Kesal geli, bau keringat dan pete di wajahnya hampir menghancurkan wajah cool boynya.
"Rita.. Abang Enzo minta tisu boleh," ucap Lorenzo merayu Rita.
Rita menyukai Lorenzo tapi, Lorenzo lebih suka perempuan cantik dan berias lebih, sedangkan Rita polos tanpa make up.
Rita mengangguk merogoh laci mejanya.
"Mau tisu basah atau kering?" Seketika Lorenzo dan Bagus heboh.
"Basah?" Beo Bagus.
"Kering?" Beo Lorenzo.
Mereka berdua saling menatap.
Tahu tatapan Lorenzo aneh padanya Rita langsung mengeluarkan dua bungkus tisu berukuran kecil.
"Oh... my baby," ucap Lorenzo dan Bagus bersamaan.
"Ambil aja kalo mau," ucap Rita dengan wajah datar. Menyimpan rasa Senangnya karena tanpa sengaja Lorenzo sedikit banyak bicara padanya kali ini.
"Ah.. enggak deh.. abang mau nya satu aja. kalo kebanyakan kasian kamunya diduakan, Jiaahaah." Seru Lorenzo dengan heboh.
Rasanya Rita ingin terbang sekarang.
"Rita awas Buaya darat beraksi," ucap Justin merusak suasana Lorenzo dan Rita.
Rita menggeleng.
Setelah Lorenzo mengambil tisu masing-masing satu Rita kembali memasukannya ke laci.
Lorenzo mengelap wajahnya. Lalu melempar bekasnya pada wajah Bagus.
Justin menoleh pada Arkan ketika susah payah mengendalikan tawanya karena tingkah aneh Bagus dan Lorenzo.
Arkan membuka ponselnya lalu menutupnya. Menyimpan ponselnya lagi, Justin sempat melihat layar ponsel Arkan bergaris retak.
"Ponsel lo, jatoh karena cewek tadi," ucap Justin.
Arkan mengangguk menjawab ucapan Justin.
Mendengar kata cewek tadi, Lorenzo dan Bagus langsung berhenti dari bercandanya. Arkan menatap keduanya datar.
"Terus lo, eh.. cewek tadi gimana? eh.. bukan maksudnya hp lo di gantiin ama dia gitu?" Ucap Bagus berbelit-beli karena takut dengan tatapan tajam Arkan.
Justin juga menunggu Arkan bicara.
"Biarin aja," ucap Arkan tenang.
Bruak... gebrakan meja di depan Arkan membuat satu kelas menoleh. Arkan juga sedikit terkejut reflek tatapannya ingin membunuh Lorenzo sekarang.
Menggeleng Lorenzo tidak percaya dengan tanggapan dan jawaban Arkan tadi.
"Lo.. Arkan... hp lo harganya puluhan juta, Ya Allah.. lo bilang biarin aja. Lo ini sebenernya eman-eman duit lo gak sih," Gemas Bagus.
Lorenzo benar- benar tidak habis pikir dengan temannya yang satu ini.
"Ingat lo cari duit susah lo beli hp impian lo pake tabungan lo, dan layar petir itu, Astagfirullahaladzim Arkan gue mau pingsan rasanya," ucap Lorenzo benar-benar melebih lebihkan.
Arkan tetap tenang, sudah biasa dengan sikap Bagus dan Lorenzo yang berlebihannya tidak bisa di kurangi.
"Panas tangan gue," ucap Lorenzo tiba-tiba.
"Lagian lo mukul meja gak kira-kira rasain dahlo," ucap Bagus malah membuat Lorenzo sedikit kesal.
Tentang gadis tadi Arkan sempat melihat wajahnya. Arkan rasanya tidak asing.
Seketika.
"Eh.. gue inget.. Kayaknya tu cewek yang suka sama lo, dia itu suka perhatiin lo diem-diem, anak kelas Sebelas." Lorenzo berucap dengan jelas ketika ingat siapa Dinda Alea.
"Namanya siapa?" ucap Justin.
Lorenzo terdiam.
satu menit, dua menit. Selesai sudah.
"Lo tahu gak?" Ucap Bagus.
Lorenzo menggeleng sambil tersenyum lebar.
...Barang buatan manusia memang bisa rusak tapi, sikap ikhlas harus bisa di gunakan pada tempatnya~Arkan Prawira....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
Rhisna Rhisna
aku mampir thor
2023-02-28
0