Arkan menaiki motornya setelah keluar dari kelas. Waktu pulang sekolah tiba. Baru saja menggunakan helemnya. Dinda menghampiri Arkan.
"Permisi Kak.. maaf ya.. kemaren malem kirim pesan dan dapet nomor kakak dari temen-temen, Kalo kakak gak suka di hapus aja. Kalo mau simpen juga gak papa," ucap Dinda dengan wajah berseri tersenyum.
Begitu nyaman Arkan memandang wajah ceria Dinda rasanya penat sekolah seharian hilang seketika melihat senyuman tipis manis milik Dinda.
Arkan berdehem tanpa anggukan Arkan memakai helmya dan menyalakan mesin motornya wajahnya masih tetap datar tanpa ada ekspresi senyum di wajahnya untuk balasan senyuman ramah Dinda..
Rem mendadak.
Seketika berhenti.
Reflek mengerem mendadak karena Dinda menarik lengan Arkan cepat. Jika Arkan masih mengegas menjalankan motornya Dinda akan jatuh terseret motor.
Arkan hampir marah tapi, wajah Dinda lagi-lagi membuatnya luluh.
"Maaf kak," ucap Dinda takut tahu jika dirinya bersalah.
"Dinda malu sebenernya tapi, ini bawa aja buat kakak, itung-itung ucapan makasih, oiya, kalo gak enak jangan di buang kasih kucing atau kasih Ayam kalo gak ada Ayam kasih orang yang lebih butuhin."
Dinda pergi sambil melambai dan melangkah keluar gerbang.
Arkan bingung menatap kearah Dinda pergi. lalu tatapannya jatuh pada bungkusan berwarna jingga dengan kerah putih.
Tas kain berwarna jingga dengan kerah putih itu mengeluarkan aroma kueh. Arkan penasaran apa isinya. Ketika Arkan buka ternyata makanan. Dinda membuatkannya makanan. Arkan tidak menduga ini.
Seketika Lorenzo menatapnya. Arkan kembali memasukannya ke dalam tas.
"Apaan tuh, kok langsung di umpetin, wah dari Dinda ya... anak kelas sebelas. Bagi kita dong," ucap Lorenzo dengan enaknya meminta bagian.
Arkan menggeleng heran, lalu melajukan motor Klx hitamnya keluar sekolah.
Bagus dan Lorenzo Mengganti tempat kali ini, Lorenzo yang menyetir motor Bagus. Lorenzo tadi pagi datang diantar sopir motornya di sita kakaknya karena Lorenzo ketahuan memiliki banyak perempuan.
Sebenarnya itu biasa. Sitaan itu juga bisa Lorenzo hindari dengan membujuk kakaknya.
Dinda baru saja turun dari angkot di depan rumahnya ada mobil Ayla berwarna merah milik ibunya, pasti sudah pulang.
Dinda melangkah masuk membuka pagar dan melangkah ke teras rumah lalu membuka pintu.
"Assalamualaikum Bu.." Suara Dinda menggema di dalam rumah Dinda menduga jika ibunya keluar lagi dan hanya meletakan mobil di garasi.
Arkan seperti biasa akan mampir ke bengkel lebih dulu untuk menenangkan dan mendinginkan otaknya dengan bekerja. Arkan meletakan pemberian Dinda di atas meja di depan Bagus dan Justin.
"Makan aja kalo mau," ucap Arkan. Bagus langsung membukanya. Ada tulisan 'Terimakasih' dengan emot senyum.
Bagus menatap Arkan. Merasa di perhatikan Arkan berpura-pura tidak perduli dan tidak ingin menoleh.
"Dari Dinda."
Pecah tawa Lorenzo dan Justin juga Bagus mereka tertawa keras membuat kaget beberapa orang disana.
Mereka sadar jika mengagetkan langsung meminta maaf.
"Kan apa gue bilang. Pasti Dinda udah nyiapin setiap jompa jampinya di sujudnya," ucap Lorenzo.
Justin menempeleng kepala Lorenzo sambil menatap tidak percaya dengan kekehan.
"Iya.. ternyata gue salah gue kira Dinda anak yang sama kayak lainnya cuman mau Arkan karena anak orang kaya. Tapi, kayaknya sekarang gue sadar. Dinda gak seburuk itu. walaupun gue gak tahu apa niatnya, gue dukung deh," ucap Bagus menatap barang yang Arkan letakan diatas meja itu.
Justin menepuk bahu Bagus dan meremas bahu kanan Bagus.
"Ya iyalah.. jelas. Dinda penuh ekspresi sedangkan Arkan diam-diam dan rata, Cieelah... adik ipar gue tuh," ucap Lorenzo.
Seketika Bagus menonyor kepala Lorenzo.
"Bisa adek ipar? sapa lo emangnya? ya kali lo abangnya Dinda? Ragu gue kalo lo abangnya Dinda," ucap Bagus.
"Lah.. biarin suka-suka gue. Gue juga seneng kalo Arkan senang. Sedih banget gue tiap liat muka dia cuman ada lecek datar ama marah doang kagak ada heppi-heppinya." Seru Lorenzo dengan membuaka kotak tersebut. Beuh.. seru Lorenzo heboh. makanan yang sangat enak dan menarik ini kueh kering.
Bagus mengangguk membenarkan ucapan Lorenzo, Justin juga menyetujui ucapan Lorenzo. Bagaimanapun juga Arkan harus senang dan bahagia. Hidupnya sudah penuh tekanan dan tekanan itu harus hilang dan lenyap. Melihat Arkan bernafas lega rasanya sangat nyaman bagi mereka.
Arkan seketika menutup kap mobil seseorang.
"Udah.. pak,"ucap Arkan dengan ramah sambil mengelap tangannya.
Ketika dinyalakan Arkan Tersenyum tipis.
*
Pulang kerumah dengan santai Arkan seperti biasa langsung memasukan motornya kedalam garasi. setelah itu masuk.
Melihat banyak tamu disana Arkan Acuh saja. melewati dan terus melangkah menaiki tangga. Arkan mengarakan langkahnya ke kamarnya.
Melihat pembantu neneknya Arkan minta makan malamnya di kamar saja.
"Baik Den," ucapnya. Arkan mengangguki dan masuk kedalam kamarnya.
Pintu kamar Arkan terdengar di ketuk Arkan baru saja selesai mandi dengan handuk di leher dan rambut yang basah sambil menatap layar ponselnya. Arkan melangkah membuka pintu. sambil meletakan ponselnya ke atas meda dekat Akuarium.
Ceklek..
"Ini Den, tadi Nenek juga nyiapin vitamin buat aden," ucapnya Arkan mengangguk.
"Iya.. makasih bi," sahutnya. Arkan menerima nampan itu dan menutup kembali kamarnya.
Sudah biasa bagi bibi jika Arkan hanya menerimanya didepan pintu. Jika Arkan sedang mandi maka harus keluar setelah meletakannya.
Arkan tidak suka ada siapapun didalam kamarnya lama kecuali, Arkan sendiri mengizinkannya.
Arkan meletakan makan malamnya di atas meja. Setelah selesai melaksanakan ibadahnya Arkan membuka pintu jendela balkon dan melakukan rutinitas biasanya. Sambil di temani malam yang cerah Arkan melakukannya setiap hari kecuali, hujan turun.
Sambil memakan makanananya Arkan menikmati malam ini setelah sholat isya.
Selesai makan Arkan meletakan piring disisi lain.
*
Dinda duduk di depan meja makan sendirian ibunya tidak pulang-pulang.
Sedih rasanya. Seorang ibu yang dulu hilang setelah Dinda beranjak remaja dan menikah dengan Ayah Asyifa.
Sedang sedihnya Dinda melirik ponselnya disebelah sikutnya.
"Apa gue cerita sama Kak Arkan, tapi, buat apa bagi-bagi kesedihan tapi, siapa gue?" Dinda meletakan lagi ponselnya.
Dinda dengan mata berkaca-kaca membuka ponselnya menekan-nekan asal.
Tanpa sadar Dinda membuka aplikasi pesan dan mengetik sesuatu.
Atika tanpa sadar juga mengirim pesan itu.
Dinda langsung menempelkan dahinya di lengan yang di letakkan di atas meja.
Arkan yangs sedang sibuk dengan belajar dan mempelajari berkas perusahaan seketika terusik dengan pesan masuk di hpnya.
Nomor asing lagi, ketika membuka pesannya ternyata pesan dari Dinda. Arkan tidak menyimpannya.
"Apa aku bisa bilang aku orang paling kesepian, tapi, enggak juga deh. Ibu.. ibu aku kemana kenapa ibu aku pergi... apa aku anak aneh, aku kurang pinter ya bu, tapi aku udah belajar. Ibu kita makan malem bareng boleh gak, gak boleh ya... ya udah Dinda gak makan juga, Dinda makan kalo Dinda udah laper."
Arkan menatap heran apa maksudnya. Seketika Arkan menghapus semua pesan itu dan menyimpan nomor Dinda.
Dinda yang masih menangis dirumahnya sudah lebih baik.
Di luar sana Kiran dan kakaknya bertengkar karena kakaknya menjahilinya. Tato tengkorak itu terlihat di punggung tangan Kakak Kiran.
"Kak...Titip lah, kakak kan pulangnya gak malem hari ini," ucap Kiran.
"Males.. sono minta pak maman aja, lagian lo bisa pesen sama antar online." Kakaknya langsung naik motor Klx Hitamnya.
"Hiih.. Kak Yuda... awas ya Kiran bilang Mama, Liat papa berpihak sama Kiran liat aja," ucap Kiran menyombongkan diri.
Kiran langsung mencabut kunci motor dan berlari kencang. Seketika Yuda kesal dan langsung mengejar Kiran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments