Arkan pulang kerumah setelah pukul sepuluh malam.
Datang dan langsung masuk kedalam kamarnya dan langsung membersihkan tubuhnya Arkan tudak sempat untuk tenang sekarang.
Setelah segar Arkan keluar ke balkon untuk merokok sebatang saja. Beban hari ini begitu berat bagi Arkan.
Ketika akan menyalakan rokoknya Ponselnya berbunyi. Arkan menoleh dan langsung menunda untuk menyalakan rokoknya mementingkan ponsel yang berdering dari pada rokoknya. Arkan menjepit rokoknya diantara jari telunjuk dan jari tengah.
Membukan pesannya ternyata dari Dinda.
Di dalam kamarnya Dinda menatap ponselnya seperti menatap sebuah bom yang akan membunuhnya dengan ledakan tidak terlihat.
"Aaah... salah. kenapa aku kirim pesan, kenapa gak besok aja... Dindaa.... jadi cewek jual mahal dikit dong... ih... malunya," ucapnya pada dirinya berulangkali menggigit bantal bercermin menghirup udara dari jendela kamar yang terbuka lalu duduk untuk mengatur nafasnya kadang meminum air putih di kamarnya yang sudah di ambil dari dapur dengan gelas besar tadi.
Seketika ponsel Dinda berbunyi dengan pesan balasan dari Arkan.
"Ya Allah... di bales... rasanya mau pingsan... huuh.. Dinda gak usah lebay kamu cuman mengidolakannya. Sekarang balas... santai tenang aja." Dinda dengan gugup mulai berpikir untuk membalas pesan Arkan apa.
Di balkon kamarnya, Arkan membaca pesan dari Dinda.
"Kak makasih tentang yang di Atap waktu itu, Kak kalo kakak mau tahu apa perasaan Dinda, Dinda jawab Iya... Dinda Suka tapi, apa kakak juga suka sama Dinda? Maaf kak, gak usah di bales perasaan Dinda gak papa." Pesan Dinda.
Arkan membacanya dengan wajah datar beralih duduk di kursi santai yang ada di balkon. Mengurungkan niatnya untuk merokok. Arkan mematahkan rokoknya dan membuangnya di tempat sampah.
Di kamarnya Dinda membaca pesan Arkan yang membalas pesannya tadi berulang kali.
"Gue gak suka sama Lo." Jawaban Pesan Arsen.
Dinda menatapnya senang tapi, sedih juga.
"Ok... gak papa, Yang penting Dinda udah tahu Kakak gak suka Dinda tapi, Kakak juga udah tahu Dinda suka sama kakak, anggep aja itu hanya ungkapan kak." Pesan Dinda, membalas jawaban Arkan.
Antaran tekan kirim atau tidak Dinda bingung. Tanpa sadar tombol kirim Dinda Tekan dan hasilnya terkirim.
Dinda sadar ketika tanda centang sudah berwarna biru dua.
"Ya Allah.. ampuni Dinda... ini salah besar, tapi, terlanjur," ucap Dinda menatap pesannya.
Di kamarnya Arkan. Bangkit dari duduknya dan beralih keluar kamar baru saja akan keluar ponsel bunyi dan itu pesan dari Dinda.
Arkan sedang tidak bersama ponselnya. Arkan sedang ada didepan pintu kamarnya menatap Artnya sedang membawa senampan roti tawar gandum dan susu hangat murni.
"Aden, belum tidur, bibi kira udah, ini Nenek minta Bibi bawakan untuk Aden," ucap Bibi dengan sopan.
"Makasih," jawab Arkan singkat.
Arkan mengambil nampan dan isinya lalu beralih masuk.
"Maaf Aden mau bibi ambilkan air hangat di teko?" ucapnya. Arkan mengangguk.
Arkan masuk meletakan nampan bersama isinya lalu mengambil teko air yang kosong.
Memberikannya pada Artnya.
"Tunggu sebentar ya Den," ucap bibi lalu pergi setelah membawa tekok kosong itu.
Arkan kembali masuk dan menutup sedikit pintu kamarnya.
Arkan membuka leptopnya dan beralih pada tugas sekolahnya.
Tok..tok..
Suara ketukan pintu membuat Arkan menoleh. Bibi Artnya.
"Makasih," ucap Arkan pada artnya.
"Iya.. sama-sama den," sahutnya lalu berbalik pergi.
Seketika Arkan ingat jika ponselnya masih di luar Arkan pergi mengambilnya. Arkan melihat ponselnya ternyata ada pesan masuk Dinda.
Arkan hanya membacanya dan tidak menanggapinya lalu menghapus pesan itu.
Meletakannya sembarang di samping buku tebal untuk ujian sekolah dan berkas dua tumpuk.
Di kamarnya Dinda tidak mendapatkan balasan.
"Kok gak di bales ya," ucap Dinda.
Dinda menatap ponselnya mengutak atik lalu menyimpannya diatas meja belajarnya. Dinda pergi untuk tidur.
Di kamarnya Arkan sejak tadi melihat ponselnya menyala dan berbunyi Arkan membiarkannya Arkan menduga jika itu hanya operator atau Dinda. Bukan hal penting karena semua Hal penting akan langsung masuk di email laptopnya.
*
Di sekolah.
Hari ini hari sabtu dimana hari ini adalah hari yang di tunggu karena besok adalah hari minggu.
Arkan baru saja duduk di bawah pohon dekat lapangan volly. Tidak lupa bersama Justin, Lorenzo dan Bagus.
"Eh.. eh.. gue kemaren jenguk Lala sama Bagus dan Justin," ucap Lorenzo membuat semuanya menatap Lorenzo.
"Gue kayaknya harus kasih saran ke Lo deh Gus," ucap Lorenzo menatap Bagus.
"Iya.. gue tahu," ucap Bagus.
Arkan menatap mereka lebih tajam, mereka menyadari tatapan Arkan yang menuntut jawaban.
"Gue di minta Larisa ngelanjutin hidup gue, gue gak boleh sama dia, dia bilang kalo gue lebih baik cari selain dia karena Larisa tahu keluarga gue keluarga yang cukup terpandang, Larisa mikirin kalo gue nikah sama dia, dia bakalan jadi bahan gunjingan karena dia setatusnya yang janda anak satu dan gue perjaka." Bagus menjelaskannya dengan tenang sesekali menghembuskan nafas kasarnya.
"Itu.. yang mau gue bilang tapi, ternyata Larisa mikirin sampe situ juga," ucap Justin.
"Kalo lo gimana kan," ucap Bagus menatap Arkan yang dengan tenang menatap dan memainkan ponselnya.
Arkan mematikan ponselnya dan menyimpannya.
"Terserah lo," jawab Arkan singkat.
Bagus langsung lesu.
Tidak lama Dinda datang dengan saling dorong dengan Kiran.
Bagus melihatnya langsung menepuk bahu Lorenzo. Seketika itu Lorenzo menyambut dengan senyuman manis.
Justin seketika menoleh juga dan menepuk bahu Arkan beberapa kali.
Dinda langsung diam di tempat ketika sepasang mata dengan tatapan tajam itu menoleh dan melihat kearahnya.
"Ma-maaf kak, Aku bawa ini buat Kakak, cuacanya lagi panas kalo minum es yang manis kayaknya kurang bagus, jadi Dinda bawain pokari aja," ucapnya takut-takut.
Seketika akan menyerahkannya Syifa menyambar dengan cepat.
"Apaan nih... murahan, kayak gini lo kasih Arkan gak guna banget lo jadi manusia, Harga diri lo udah ilang," ucap Syifa.
Dinda menatap Syifa dengan kesal.
"Sini," ucap Arkan sambil merebut paksa dari tangan Syifa kasar.
Syifa menatap jengkel.
"Makasih," ucap Arkan pada Dinda.
Seketika Arkan duduk dan meminumnya. Arkan memperlihatkan pada Dinda jika dia meminumnya sampai setengah lalu menghabiskannya dan membuang botolnya di tempat sampah.
Arkan bangkit dari duduknya dan pergi, Lorenzo Justin dan Bagus juga pergi dari sana. Meninggalkan Dinda dan Syifa juga teman-temannya.
"Lo..." Seketika tangan Kiran mengambil telunjuk Syifa.
"Ups.. maaf kita sibuk, berantemnya besok aja, yaaa..Nyonya menir!" Kata Kiran dengan cengengesan dan membuat julukan untuk Syifa di akhir kalimatnya.
Kiran langsung membawa Dinda pergi dan menjauh sejauhnya dari menir menyebalkan alias Syifa dan dayang-dayangnya.
Arkan yang berjalan bersama teman-temannya seketika berhenti di salah satu jendela yang terbuka di lorong yang lumayan senggang.
"Lo kali ini, Lo masih Arkan kan?" ucap Lorenzo panik sambil menatap Arkan dari bawah ke atas dari atas ke bawah.
Seketika tangan Arkan menutup mata Lorenzo.
"Lo sakit," ucap Bagus membuat Lorenzo melepas tangan Arkan dari menutup matanya kasar.
"Enak aja.. gue masih suka betina, mana enak tongkat ama tongkat aneh lo," ucap Lorenzo ngegas.
Bagus langsung merangkul Lorenzo dan mengusap kepala Lorenzo gemas.
"Sekali ini aja," ucap Arkan tiba-tiba membuat Justin melotot heran.
Kali ini Justin benar-benar tidak mengenal Arkan. Arkan yang tadinya dingin dan cuek sekarang menerima Dinda cewek kelas sebelas. Mustahil pasti Arkan kerasukan, tatapan Mata Justin dan Bagus membuat Arkan menoleh bergantian dengan tajam.
Seketika Justin dan Bagus langsung berdehem karena wajah Arkan sangat kesal.
Di tangga menuju lantai kelasnya Dinda senyum senyum sendiri menatap kedepan. Kiran juga menatap Dinda geli.
"Yeess.. akhirnya lo bisa juga ngelakuin ini, dan langsung berhasil dan berefek." Seru Kiran bangga.
Dinda membayangkan bagaimana botolnya tadi di ambil Syifa tapi, langsung di rebut paksa Arkan lalu di perlihatkan jika dirinya meminum pemberian Dinda dan menghabiskannya saat itu juga. Dan Arkan juga mengucapkan terimakasih.
Tapi, walaupun menunggu Syifa merusak momen dengan mengolok minuman yang Dinda berikan.
Tidak masalah Dinda tidak masalah.
Hanya kali ini Dinda merasa jika Arkan menganggapnya walau semalam semua pesannya hanya di balas sekali jika Arkan tidak suka dengannya.
...Hanya kali ini aku melihat mu menatapku dan mengucapkan kata terimakasih dengan tulus walau wajah dingin tanpa ada senyuman hangat...
...~Dinda Alea....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments