Bagus pergi ke kulkas minuman mengambil susu kota untuk anak kecil itu rasa coklat dan vanila lalu mengambil air mineral dingin untuk Larisa.
"Eh.. apa ini sayang kamu kok," ucap larisa terkejut ketika Lala memegang dua kotak susu.
"Suka Lala," ucap Bagus.
Larisa menatap itu rasanya senang ada haru sedih juga.
"Cuka(suka) om," ucapnya. Bagus tersenyum.
"Mama om ini baik gak kayak Ayah, jahat mama di malah-malah(marah-marah) kalo bawa cayuran(sayuran) pulang lagi," ucapnya dengan kata yang kurang fasih, Bagus terkejut.
Langsung menatap tajam Larisa lalu menatap Lala lagi.
"Lala sama Om aja ya, bentar om cuci tangan." Lala mengangguk. Menatap Bagus pergi ketempat pencucian tangan.
Larisa mengajak Lala duduk.
Bagus datang Dan memangku Lala.
"Larisa, Apa kabar?" ucap Bagus duduk disamping Lala yang diam dan tenang memimum susu vanilanya.
"Baik," ucap Larisa singkat.
"Hem.. kamu udah nikah, bahagia?" ucap Bagus tapi, seperti menyindir Larisa.
"Maaf," ucap Larisa merasa jika dirinya tidak bisa menjawab pertanyaan Bagus dengan baik.
Bagus mengangguk mengerti.
"Aku selalu menunggumu, jika kamu butuh teman aku ada, tapi, aku tahu, kamu selalu mejaga jarak pastinya jika kondisi kamu seperti ini," ucap Bagus.
Larisa mengangguk.
"Terimakasih," sahut Larisa singkat.
"Mama bole minjem hp," ucap Lala.
"Buat apa?" ucap Larisa heran.
"Mana mah," ucap Lala.
Bagus diam menatap Lala dan Larisa.
"Nih," sambil memberikan hp layar sentuh yang lumayan bagus.
"Om.. om.. lala minta nomol(nomor) om," ucap Lala.
Lala melebarkan matanya menatap tidak percaya.
"Lala..." Larisa kesal menatap Lala dengan tersenyum terpaksa.
"Udah gak papa," ucap Bagus memberikannya.
"Kacih(kasih) namanya teman Cma(SMA) Mama ya," ucap Lala dengan pintarnya mengetik nama lalu pindah pada kolom nomor telepon.
Bagus mengusap kepala Lala,
'pintar sekali anak ini.'
Tidak lama Motor Larisa selesai. Lala dan Larisa pergi. Bagus hanya diam menatap kepergiannya.
Justin menyenggol tangan Bagus.
"Clbk atau gantung," ucap Lorenzo.
"Bersuami," ucap Bagus.
Seketika Justin dan Lorenzo diam dan berdehem saling menatap masing-masing.
Mereka pergi diam-diam meninggalkan Bagus.
Arkan memperhatikan Bagus yang sudah sendirian ketika Lorenzo dan Justin meninggalkannya.
Sambil meminum airnya Arkan menatap botol setelah selesai menenggaknya. Menatap Bagus lagi, Bagus berbalik dan melihat Arkan menatapnya, kebetulan Bengkel sudah lumayan senggang.
Bagus duduk di samping Arkan dan bersadar seperti hilang selera hidupnya.
"Bersuami dan kehidupannya gak begitu bahagia, gue salah gak kalo simpati Ama dia," ucap Bagus sambil memejamkan matanya, sebenarnya mengajak Arkan bicara.
"Yang penting gak berlebihan, lagian dia juga udah nikah buat apa Lo mikirin,"ucap Arkan datar menatap kedepan kalau meminum air mineralnya lagi. Seketika ucapan Arkan membuat Bagus terbangun duduk tegap dan menatap ke depan menopang dagu lalu bangkit berdiri berbalik menatap Arkan. Arkan diam.
Menatap kedepan lalu berdiri juga.
Arkan menatap dari atas kedua mata Bagus lalu wajah Bagus.
"Lo bener, tapi, gue masih ada rasa," ucap Bagus menatap Arkan yang berdiri, kerena sebenarnya perasaannya untuk Larisa masih ada.
"Menurut gue mending Lo ikutin apa kata Arkan aja, dia Larisa masih bersuami, gue tahu Lo kasihan, tapi, apa Larisa sama anaknya bahagia sama Lo pikirin itu!" Kata Lorenzo yang tiba-tiba datang dan duduk didepan Bagus sambil membawa makan sorenya.
Bagus terdiam mulai berpikir dia.
"Kecuali, Lo mau nunggu dia janda!"ucap Lorenzo lagi seketika mendapat jitakan kepala dari Justin.
"Jelek doa Lo," ucap Justin.
"Yaah.. kali siapa tahu dengan begitu Bagus dan si dia bisa bersatu, kalo jodoh... Hahahaha," ucap Lorenzo di akhiri dengan tawa yang keras.
Bagus berdecak malas.
Seperti kutukan mendapat teman seperti Lorenzo tapi, jika tidak ada Lorenzo Bagus kosong cieelah... Mereka Memang peramai di dunia Justin dan Arkan. Sepi jika salah satunya tidak ada atau salah satunya diam.
*
Dinda pulang kerumah untuk mengistirahatkan badannya seketika melihat kulkas untuk mengambil air minum ternyata kosong.
"Terpaksa belanja."
Dinda keluar dari rumah dan kembali pergi keluar untuk membeli makanan instan sebagai pengganti makan malam.
Berjalan kaki saja keluar gang Dinda akan naik angkot ke supermarketnya.
Sampai depan gang, angkot langsung berhenti ketika melihat Dinda berhenti. Naik Dinda dan minta ke supermarket pada sopirnya.
Diam menikmati jalannya angkot sambil melihat kendaraan dengan lampunya.
Dinda tidak terasa sudah sampai. Turun dan mengambil uang untuk membayar angkot.
"Makasih pak," ucap Dinda memberikan uang pas.
Sampai di depan halaman super market Dinda langsung masuk saja.
Ketika selesai belanjanya Rian menyenggol bahu Dinda dengan sengaja.
Dinda menoleh.
"Kak Rian," sapa Dinda biasa.
"Hm.. gimana lo sampe sini?"ucap Rian basa basi.
Dinda pergi begitu saja. Malas Dinda membahas sesuatu atau mengobrol apapun dengan Rian.
"Dinda." Sambil mencegah Dinda dengan menarik tangan Dinda.
"Ih apaan sih kak, lepas, Dindakan gak mau ngomong sama kakak," ucap Dinda.
Rian melepas tangannya dari Dinda.
"Gue minta maaf," ucap Rian tiba-tiba. Tidak menanggapi tidak berhenti selangkah pun Dinda tetap pergi.
Untuk apa bicara pada orang tempramen sewaktu-waktu Dinda tidak suka, apa lagi mau melecehkannya.
Dinda di dekat rak roti tawar seketika sebuat tangan menariknya.
"Eh.. kak Rian eh..." ucap Dinda terkejut ketika melihat ternyata bukan Rian dan ternyata itu Arkan.
"Ngapain lo sama Rian," ucap Arkan menatap Dinda dari jarak dekat.
"Ehmm.. ," Dinda gugup dan menatap kebawah. Dinda mundur Arkan juga melepaskan tangannya. Seketika sebuah rangkulan di bahu Dinda membuat Dinda menoleh kesamping atas.
"Dia milik gue lo gak bisa deket dan megang tangannya sembarangan," ucap Rian.
Dinda meronta untuk di lepaskan.
Tanpa membalas ucapan Rian. Arkan menarik Dinda dengan kasar dan merangkulnya.
Dinda terdiam gugup takut dan jantung berdebar tak tentu.
Rian menatap apa yang Arkan lakukan.
"Gue ikut campur karena gue liat," ucap Arkan.
"Lo gak sadar lo punya rasa ama dia lo kayak gini sama aja lo mau saingan sama gue," ucap Rian.
Seketika Rian berbalik pergi begitu saja.
Rian diam saja sembari meninggalkan Dinda dan Arkan.
Arkan melepas rangkulannya.
"Maaf," ucap Arkan.
Arkan pergi meninggalkan Dinda.
Dinda sendirian sekarang. Dinda segera pergi ke kasir untuk membayar barang belanjaannya.
Di jalanan arah pulang Arkan melihat Bagus sedang di pukuli seseorang.
Mendadak berhenti dan segera melerai dengan berjalan cepat melepas helmnya.
"Bagus.. apa lagi," ucap Arkan kesal.
"Lo tanya sama Darius..." ucap Bagus kesal.
Arkan menoleh melihat Darius dengan wajah amarah.
Seketika melihat Larisa dan Lala disana dengan darah di lengan dan dahi Lala. Lala pingsan di pelukan Larisa.
Seketika tatapan Arkan menajam pada Darius.
"Dar.. Lo Bego apa Goblok... Lo apain anak istri lo," ucap Bagus penuh amarah.
"Stop gus," ucap Arkan tak kalah keras dan marah.
Arkan memegang Darius dengan kencang dan meminta Bagus memegang tangannya dan membuat Darius berlutut.
Arkan menelpon seseorang dan seketika itu Lorenzo dan Justin lalu Ambulan tidak lama datang setelah Lorenzo dan Justin datang.
"Bagus lo bawa Larisa sama anaknya biar gue ama yang lainnya," ucap Justin panik.
Dengan pikirannya yang kalut Larisa mengangguk saja dan mengikuti Bagus dan petugas medis masuk Ambulan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments