Ardy bertemu klien diluar kota. Disana sudah ada beberapa orang dan salah satunya adalah Leo. Mereka tidak saling mengenal. Mereka duduk dalam satu meja. Dan membicarakan kerja sama dalam pembangunan Hotel ditempat pariwisata yang baru.
Rencananya mereka akan membangun Hotel yang sangat mewah dan megah. Yang setiap kamarnya menghadap kepantai. Akan ditentukan model Hotelnya seperti apa dan perbaikan jalan menuju Hotel tersebut.
Juga akan diperhitungkan gelombang tertinggi yang bisa dicapai pantai itu. Segala resiko dan kemungkinan lainya sedang digodok masak-masak sebelum melanjutkan proyek ini. Leo adalah seorang Arsitek yang akan menggarap pembangunan Hotel Mewah itu. Sementara Ardy adalah pemimpim perusahaan yang akan berinvestasi pada proyek tersebut.
Ardy tidak tahu jika Leo adalah mantan suami Sarah. Begitupun Leo, dia juga tidak tahu jika mantan istrinya membeli rumah didepan rumah Ardy.
Setelah pembicaraan itu selesai Ardy bergegas kemobilnya dan pergi meninggalkan tempat itu.
Elis sudah menunggunya.
Mereka menghabiskan waktu dan pergi kesebuah kafe, sekedar melepas lelah dan stress. Elis memesan sebuah minuman dan dia juga memesan untuk Ardy.
"Gimana Ar? Apa semua berjalan lancar?"
Ardy mengangguk. "Kenapa kamu tadi ngga jadi ikut?" Tanya Ardy.
"Biasa Ar. Gue lagi pms."
"Apaan tu?"
"Ya sakit. Sakit perut seperti nyeri saat mau datang bulan."
"Ohh. Gimana keadaanmu sekarang? Apakah sudah baikan? Kamu rajin terapi kan?'
"Iya sih. Sudah lebih baik." Jika penyakitnya sembuh artinya Ardy akan jarang keapartemenya. Padahal dia selalu ingin ada didekatnya.
Sarah berjalan kekafe itu dan tiba-tiba matanya melihat Ardy yang sedang sendirian.
Sarah menghampirinya."Ar?" Sarah menyapanya.
"Sarah? Kamu juga disini? Ngapain kamu disini?"
"Kerja."
"Kerja? Maksudmu? Aku ngga ngerti?" Ardy mengernyitkan dahinya.
"Iya gue kerja. Gue ngisi acara disini." Lanjut Sarah menjelaskan.
"Nyanyi?"
"Yup! Aku menyanyi Ar. Disini."
"Ohh." Ardy manggut-manggut.
Elis baru saja keluar dari kamar kecil dan berjalan ketempat Ardy duduk. Dari jauh dia melihat Ardy bicara dengan seorang wanita. Wanita itu memang menarik dan seksi. Wajahnya juga cantik, montok dan tinggi. Itu yang dipikirkan Elis. Elis seperti tak suka Ardy berbicara dengan wanita itu, yang tak lain adalah Sarah.
Dengan cepat Elis menghampiri Ardy dan membuat Sarah terkejut.
"Yuk Ar!" Ajak Elis yang tengah cemburu.
"Sekarang?"
"Iya gue harus kedokter."
"Kok kamu ngga bilang dari tadi."
"Iya gue lupa Ar." Jawab Elis sekenanya dan menarik badan Ardy.
Ardy bahkan ngga sempat berpamitan pada Sarah. Sarah berdiri seperti patung dan mulutnya bergumam entah apa. Yang jelas kejadian barusan bikin Sarah bengong dan pikirannya runyam. Jika itu Nadiya dia takan pusing. Tapi itu wanita lain. Bukan Nadiya. Siapa dia? Ada hubungan apa Ardy denganya? Sering sekali Sarah memergoki Ardy bersama wanita itu.
Setelah masuk mobil, Ardy duduk disebelah Elis. Kali ini Elis yang menyetir dan bukanya kearah rumah sakit malah kearah Apartemen miliknya.
"Loh ini kan bukan kearah rumah sakit?" Tanya Ardy bingung.
"Ya. Mendadak dokter membatalkan karena ada urusan mendadak."
"Secepat itu?" Ardy ngga mengerti dengan kaum wanita yang aneh menurutnya.
Merekapun turun dan masuk keapartemen Elis.
Elis masuk lebih dahulu kemudian Ardy menyusul dari belakangnya.
Elis berdiri disamping jendela dan membuka tirainya. Pemandangan dari atas sangat menakjubkan. Elis sangat senang berdiri berlama-lama didekat jendela dan melihat kebanyak arah yang berbeda.
Ardy mengamati sambil duduk mengambil remot TV.
"Ngapain El?"
"Melihat keluar jendela. Dini deh Ar."
"Nggak ah.".
"Ayolah sebentar saja. Bagus tau."
Elis berjalan mendekati Ardy dan menariknya kepinggir jendela kamarnya.
Tanganya menunjuk kesuatu tempat, mata Ardy mengikuti kemana arah jemari Elis.
"Benarkan pemandanganya sangat menakjubkan?"
"Iya." Ardy menyahut dengan sedikit dipaksakan
Tiba-tiba Elis memeluknya dari belakang. Ardy hanya tersenyum dengan kelakuanya. Kadang begini kadang begitu berubah sangat cepat.
"Nginap sini ya Ar?"
"Ngga ah. Gue mau pulang aja."
"Please Ar. Gue kangen banget ma lo Ar."
"Ngga bisa Elis."
"Kenapa?"
"Nadiya nanti sendirian."
Elis langsung memasang muka masam. Dan kecewa nampak jelas dari bahasa tubuhnya.
"Ya udah sana!"
"Tuh kan. Kok jadi marah?"
"Ngga!"
"Bener nih ngga marah?"
Elis menggeleng.
"Oke. Aku pamit dulu ya manisku. Jaga diri baik-baik. Jangan stress."
Elis mengangguk. Dan menatap Ardy yang meninggalkanya tanpa menoleh lagi.
Satu Minggu kemudian......
"Kita kedokter sekarang ya pa."
"Mama tunggu dirumah."
"Iya Ma. Tunggu sebentar lagi. Papa akan segera menyelesaikan pekerjaan papa."
"Iya pa." Nadiya menutup teleponnya. Kemudian pergi ke dapur. Mematikan kompor dan membereskan dapur. Setelah itu masuk kekamarnya kemudian siap-siap pergi kedokter.
Ardy ngga datang-datang. Padahal dia sudah siap dari tadi. Setelah menunggu lama, Nadiya memutuskan akan menelpon Ardy. Tapi belum sempat Nadiya memencet nomor Ardy. Ardy sudah menelpon terlebih dahulu.
"Ma papa ada tamu, atasan papa datang. Mama bisa ngga pergi kedokter sendiri? Nanti papa menyusul."
Dengan nada kecewa Nadiya menjawab " Iya, baik pa. Nanti mama akan pergi sendiri."
"Mama naik taksi ya. Hati-hati ya ma."
"Iya pa."
Kemudian Nadiyapun mengambil tas kecil dan menghubungi dokter kalau dia akan segera kesana.
Nadiya memanggil taksi didepan rumahnya sambil duduk diteras.
Diseberang rumah Nadiya, terlihat Sarah juga menenteng tas kecil akan menyalakan mobilnya.
Sarah melihat Nadiya sudah rapi didepan Rumahnya. Tapi dilihatnya kalau mobil Ardy tak terparkir disana.
Kemudian Sarah mendekatinya dan menanyakan kabar Nadiya.
"Gimana kabarmu Nad?"
"Baik , tapi perut gue lagi ngga enak. Gue janjian ma Ardy mau kedokter malah Ardy ada tamu mendadak."
"Ohh terus mau nunggu apa gimana?"
"Bareng gue aja yuk! Sekalian gue temenin kamu kerumah sakit. Daripada sendirian."
"Beneran Sar?"
"Ya iyalah. Lo kaya ma siapa aja sih? Lagian rumah kita kan dekat. Kalau ada apa-apa kasih tau gue aja. Gue pasti selalu ada buat kamu Nad. Kamu kan teman baik gue."
"Makasih Sar."
"Iya. Sama-sama. Yukk!"
Mereka berdua berjalan masuk kedalam mobil Sarah.
"Gue batalin taksinya dulu ya. Diterima tapi ngga ada kabar. Mobilnya juga ngga gerak-gerak dari tadi."
"Mungkin dia juga ngga bisa jemput Lo kali Nad. Makanya ngga kasih kabar. Maksudnya pak sopir, biar kamu yang batalin pesanannya."
"Iya kali ya Sar. Dari tadi gue lihatin di map, ngga gerak-gerak. Mungkin berharap gue yang ngebatalin duluan, atau lagi macet. Jaraknya lumayan jauh Sar."
"Ya udah buruan batalin Nad."
"Udah nih."
"Tadinya gue mau berangkat dulu naik taksi. Sudah pesan tapi ngga ada kabar. Taksinya juga ngga gerak dari tadi."
"Bareng gue aja
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 290 Episodes
Comments
Yunia Abdullah
musuh dlm slimut
2022-02-01
0