Akhirnya Ardy luluh dan merasa bersalah karena telah membuat Nadiya menangis.
Tanganya merengkuh Nadiya dalam pelukannya. Mengusap air matanya dan berjanji takkan menyakitinya lagi.
"Maaf ya sayang. Maafkan aku. Kata-kataku tadi lupakan saja." Kata Ardy sambil membelai pipi Nadiya.
Kemudian Mulutnya mengunci mulut Nadiya. Dan tiba-tiba Riko melihat kejadian itu. Kakinya langsung terhenti. Badanya oleng. Hampir jatuh. Riko berpegangan pada tiang dekat tenda. Tadinya Riko akan mengambil kunci mobilnya yang tertinggal disana, dan meninggalkan tempat itu. Tapi Riko mengurungkan niatnya karena apa yang telah dilihatnya sangat mengiris sanubarinya.
Ya. Aku saja yang kelewatan. Dia adalah suaminya. Kenapa aku terus merindukannya. Dan berharap waktu bisa diputar kembali. Kenyataan bisa dipungkiri dan halusinasinya membawanya kembali.
Dadanya terasa sesak karena kenyataan sontak menyadarkannya. Dia bukan miliknya. Mana mungkin terus mengharapkanya. Sakitnya seperti jatuh dari lantai 7 tulangnya terasa remuk tapi jantungnya masih berdenyut.
Dia duduk disamping Dara kembali dan memutuskan untuk menginap. Tadinya dia akan pulang setelah tahu suami Nadiya datang ikut menghadiri acara reuni itu. Untuk apa dia hadir disana? Jika orang yang dia inginkan tak bisa duduk bersamanya, bercanda dan bercerita seperti biasanya. Malah semakin lama dadanya terasa sesak jika dia terus ada disana.
"Apa boleh buat. Kuncinya tertinggal ditenda Nadiya. Sudahlah! Gue pulang besok saja. Siapa tahu ada yang butuh buat gue temenin." Kata Riko. Dan menyindir Dara.
"Gue maksud Lo!?"
"Sudah sana! Lo pulang aja!" Sambung Dara.
"Ada Vir juga disini nemenin gue." Ujar Dara.
"Tapi dia ngga seasyik Gue kan?" Kata Riko mengambil gitar dan mulai menyanyi memecah kesunyian hatinya.
Lagunya terdengar dari tenda Nadiya. Lagunya begitu sendu dan pilu. Mendengarnya, membuat batinya menangis. Nadiya mulai menyadari tentang dirinya dan kenyataan antara mereka berdua. Dia duduk dengan Ardy tapi sebenarnya dia sedang menikmati suara dan alunan musik yang dinyanyikan Riko.
Ingin rasanya dia berlari dan duduk dengan teman-teman nya menyanyi, tertawa, berkelakar dan bercerita dimalam spesial ini. Kapan lagi dia akan mendapatkan moment ini? Tapi Ardy bersamanya, tak mungkin dia meninggalkanya dan bergabung dengan teman-teman nya. Dia juga tak kuasa menatap mata Riko saat Ardy bersamanya. Saat melihatnya terluka, entah kenapa dia juga merasakan luka yang sama.
Malam segera berganti pagi dan sebagian dari mereka menginap di hotel terdekat. Sebagian tidur ditenda dan sebagian bahkan tidak tidur sama sekali.
Fajar kemerahan dan keluar dari persembunyiannya. Menghangatkan bagi yang masih terlelap dalam tidurnya. Sinarnya menembus dedaunan dan memberikan warna terang.
Nadiya membuka tenda dan melihat dikejauhan. Nampak Riko tertidur dan bersandar pada sebuah pohon dengan gitar disampingnya. Wajahnya terlihat jelas meski matahari mulai menyilaukan pandangan. Nadiya tersenyum. Dan menemukan sebuah kunci dari bawah selimutnya. Tapi itu bukan milik Ardy, melainkan milik orang lain. Dan tak lain itu milik Riko yang tidak sengaja terjatuh tadi malam.
Nadiya mengambilnya dan menyimpanya disaku celananya. Dia akan memberikannya sekarang mumpung Ardy masih lelap tertidur. Nadiya cepat berlari ke arah Riko dan membangunkanya perlahan.
Riko takjub saat membuka matanya satu persatu karena yang dilihatnya adalah Nadiya.
Sebagian rambut Nadiya terurai mengenai wajah Riko. Riko mengedipkan matanya, dan tersenyum pada Nadiya.
"Apakah ini punyamu?" Tanya Nadiya memperlihatkan sebuah gantungan kunci.
"Iya. Tertinggal di tendamu. Dan saat aku kesana untuk mengambilnya kau sedang...." Riko tak jadi meneruskan kalimatnya. Jika diteruskan hatinya akan kembali terluka melihat Nadiya bermesraan dengan suaminya.
"Aku sedang apa Rik?"
"Ngga' lupakan saja." Riko mengalihkan pandangannya ke arah pepohonan. "Aku hanya tak ingin mengganggumu."
Mereka diam sejenak.
"Kembalilah ketendamu. Suamimu akan marah jika kau ada disini." Riko melihat kewajah Nadiya kemudian kearah tenda dimana suaminya masih terlelap dalam tidurnya.
"Baiklah. Sampai ketemu lagi." Kata Nadiya tersenyum manis. Dan melambaikan tangan kearah Riko sambil berjalan menuju tendanya.
Nadiya masuk dan saat itu juga suaminya terbangun. Melihat kewajah Nadiya dan tersenyum hangat padanya. Nadiya membalasnya dan mendekatinya.
"Sudah bangun dari tadi sayang?" Ardy bertanya sambil membereskan selimutnya.
"Iya." jawab Nadiya matanya melihat kearah luar tenda. "Aku buatkan minuman hangat untukmu. Tunggulah disini."
Nadiya keluar tenda dan memesan tiga minuman hangat. Saat Berjalan menuju tenda dia sengaja melewati Riko dan memberikan salah satu minuman untuk Riko. Riko ingin mengatakan sesuatu tapi Nadiya cepat berlalu dan hanya ingin memberikan minuman itu.
Nadiya cepat menuju tendanya dan menikmati minuman hangat bersama suaminya.
Hari ini acara masak bersama persetiap kelompok masing-masing. Mereka nampak sibuk dan sesekali terdengar tawa atau gurauan mereka. Ada yang pandai memasak nampak sangat sibuk dan cekatan. Ada yang melihat resep dihp baru mempersiapkan bahan. Ada yang cuma duduk duduk saja dan ngga tahu mau masak apa. Yang jelas mereka bahagia entah bisa masak entah hanya melihat temanya memasak. Tapi hari ini adalah hari spesial dimana mereka mengulang kembali masa-masa yang indah saat mereka remaja.
Riko mengamati Nadiya yang sibuk memasak dan sesekali membantunya mengambil barang-barang yang dibutuhkan. Sementara Ardy duduk agak jauh dari mereka dan sedang menelepon seseorang. Nampak senyum sesekali menghiasi bibirnya saat sedang bicara.
Nadiya benar-benar tak ingin melewatkan moment ini sehingga dia tak memperhatikan apa yang dilakukan Ardy. Setahunya Ardy menunggunya ditenda karena tak ingin mengganggu acara Nadiya dengan teman-temanya. Lagian Ardy berbeda sekolah dengan Nadiya sehingga tak ada satupun yang dia kenal.
Riko memanfaatkan moment ini untuk terus berdekatan dengan Nadiya. Kapan lagi dia bisa melewati kebersamaan ini jika tidak karena acara reuni. Tak kan ada kesempatan lagi. Matanya terus melirik dan menatap wajah Nadiya tanpa henti. Sesekali mencandainya dan membuatnya tertawa lepas. Beruntung suaminya tak ikut acara ini dan memilih menunggu ditenda. "Entah apa yang dilakukan lelaki itu didalam tenda sendirian?" Riko bergumam.
"Bawang" Kata Nadiya.
"Merah? Putih?" Tanya Riko
"Semuanya."
Kemudian Riko mengambil semua bawang yang ada diatas piring.
"Riko.....Ngga usah semuanya. Sedikit saja tiga putih dan lima merah."
"Ohh.... Apa lagi Nad? Cabe?"
"Ya boleh. Sedikit saja, tolong diulek sekalian." Nadiya lagi sibuk memasak yang lainya.
"Gue?"
"Ya siapa lagi?"
"Ok. Gue coba ya?" Kata Riko. "Demi lo Nad." Kata Riko lirih.
"Kamu ngomong sesuatu Rik?"
"Ngga! Gue ngga ngomong apa-apa." Kata Riko sambil ngulek cabe dan bawang merah putih.
"Ohh Nad! Tolongin gue Nad! Mata gue kena cabe! Air! Air cepat! Mata gue perih banget!"
Nadiya langsung mematikan semua kompor dan lari mendekati Riko.
"Mana? Mana yang kena cabe? Kanan atau kiri?" Riko masih menutup mukanya dengan kedua tangannya.
Nadiya memaksa Riko untuk membuka tanganya karena khawatir dengan mata Riko.
Tapi Riko kekeh tidak mau membuka tanganya. Dan kemudian Nadiya memegang erat tangan Riko dan membukanya.
Riko menangis....
"Sakit?" Tanya Nadiya melihat Riko menangis. Riko mengangguk.
"Sakit banget? Jangan dikucek, aku ambilkan air." Kata Nadiya.
"Ngga usah Nad. Ini cuma kena bawang, hati gue yang sakit Nad." Riko berkata sambil mengambil tangan Nadiya dan mendekatkan pada hatinya.
"Kamu cuma pura-pura?" Nadiya marah dan kesal. Karena Riko bercandanya kelewatan. Mana dia sudah begitu khawatir.
"Ngga! Gue nangis beneran! Lo ngga liat airmata gue." Kata Riko. "Ini karena si bawang merah muncrat kemuka gue. Syukurlah gue jadi nangis dan Lo begitu khawatirin Gue." Gumamnya lirih.
"Apa?"
"Ngga."
"Sudahlah! Ini yang terakhir ya. Gue bisa ngga kelar-kelar kalau kamu bercanda melulu."
"Iya-iya."
"Please!" Kata Nadiya masih sedikit kesal. "Jangan aneh-aneh."
Riko mengatupkan kedua tangannya kedadanya. Dan berjanji ngga akan mengganggunya atau melakukan kekonyolan lainya.
"Gue janji." Tapi.... senyum dulu....." Kata Riko sambil mengernyitkan dahinya.
Nadiyapun tersenyum, manis. Manis sekali. Senyumannya dibalas oleh senyuman Riko yang ngga kalah manisnya. Pokoknya masakan haru ini dijamin manis! Tanpa tambahan gula. Gumam Riko
"Apa?"
"Ngga." Baper amat si?" Balas Riko
Karena gregetan Nadiyapun memercikan air ke dada Riko.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 290 Episodes
Comments