"Rumah Sakit mana nih?" Tanya Sarah.
"Rumah sakit itu. Yang kanan jalan Sar." Nadia menunjukan pada Sarah rumah sakit yang akan dituju.
Sarah menengok ke kanan. Sepintas jadi inget kalau malam itu dia bersama Ardy dirumah sakit dan menginap bersamanya.
"Kamu tunggu disini ya Nad. Gue parkir dulu."
"Ok."
Mereka kemudian langsung masuk mencari ruangan dokter yang akan memeriksa Nadiya. Sarah menunggu diluar sementara Nadiya sedang diperiksa oleh dokter.
Setelah melakukan berbagai pemeriksaan ternyata ada daging tumbuh seperti kanker didalam rahimnya. Harus dilakukan operasi untuk mengambil daging tersebut.
"Ini harus dilakukan operasi, dan beruntung kankernya masih stadium awal. Kalau cepat diatasi maka tidak akan berpengaruh pada organ tubuh lainya." Dokter memberi penjelasan.
"Iya dok."
Nadiya sudah curiga sebenarnya. Selain alasan susah punya anak kadang perutnya juga terasa sangat nyeri. Apalagi beberapa hari belakangan ini. Saat kelelahan badanya tiba-tiba menjadi lemah, bahkan sampai pingsan waktu itu. Untung ada Riko yang membawanya kerumah sakit.
Nadiya menarik nafas panjang dan berusaha menenangkan degup jantungnya. Bagaimanapun pasti tersirat perasaan khawatir dan lain sebagainya. Nadiya memutuskan untuk mengikuti apa yang dokter katakan. Meskipun banyak hal dia pikirkan tapi operasi adalah satu-satunya jalan terbaik.
Nadiya tidak pulang, dan memutuskan untuk melakukan operasi secepatnya. Apalagi dokter juga menyarankan untuk melakukan tindakan secepatnya. Yang penting kondisi Nadiya sedang fit, sehingga bisa dilakukan operasi.
"Gimana Nad?"
"Ada daging tumbuh di rahim gue Sar. Seperti kanker stadium awal."
"Ya Tuhan. Terus gimana Nad? Apa kata dokter?"
"Gue secepatnya harus dioperasi. Aku sudah menghubungi Ardy. Dan dia akan segera datang."
"Gue disini aja, temenin kamu sampai Ardy datang."
"Ngga usah Sar. Kamu pulang aja ngga papa. Sebentar lagi Ardy datang."
"Ya sudah kalau begitu. Gue pulang dulu ya. Semoga operasinya berjalan lancar."
"Iya. Terimakasih Sar."
Setelah berpelukan Sarah pergi meninggalkan Nadiya dikamar pasien. Sarah melangkah meninggalkan kamar Nadiya.
Baru saja meninggalkan kamar Nadiya tiba-tiba seseorang menabraknya dan Brakkkkkk!!!!
Sarah sangat kaget dan hampir marah, karena tasnya jatuh dan isinya berhamburan kemana-mana. Mukanya langsung menjadi kesal karena orang itu tidak hati-hati berjalan, sampai akhirnya menabraknya. Sarah yang tangan satunya masih memegang handphone langsung jongkok tanpa melihat siapa yang menabraknya dan langsung memungut barang yang berserakan.
Jelas saja isi didalam tas jatuh semua, karena setelahengambil handphone tidak langsung ditutup kembali. Sambil menggerutu Sarah masihencari barang-barang kecil miliknya dan tiba-tiba tanganya bersentuhan dengan lelaki yang membantu memunguti barang-barang milik Sarah. Mereka saling menunduk, dan saat berdiri mereka terkejut dan saling bertatapan.
"Ardy?!"
"Sarah?!"
Wajah masam Sarah langsung berganti ekspresi seketika.
"Maaf ya Sar, karena buru-buru sampai bertabrakan denganmu."
"Iya ngga papa Ar. Gue juga ngga hati-hati jalanya tadi."
"Siapa yang sakit?" Tanya Ardy dan berpikir kalau Sarah sedang sakit.
"Kamu sakit?" Ardy memegang kening Sarah dan membuatnya bengong.
"Bukan. Bukan gue. Tapi....." Belum sempat meneruskan kalimatnya Dokter memanggil Ardy. Karena pikirannya sedang panik dan juga khawatir tentang istrinya, Ardy pun langsung berlalu.
"Udah dulu ya Sar. Gue lagi buru-buru. Gue duluan ya." Ardy berkata sambil berlalu meninggalkanya.
Sarah terbengong dan bergumam. "Gue yang sakit Ar...." Sarah memegang dahinya. "Otak gue yang sakit....setiap bertemu dengannya, gue jadi lupa segalanya." Sambil tersenyum pahit mentertawakan dirinya sendiri.
Ardy mendekati dokter yang memanggilnya. Mereka sedang berbicara tentang Nadiya. Ardy nampak mengangguk-angguk dan menatap kejendela kamar Nadiya.
Setelah selesai berbicara dengan Dokter Ardy masuk kedalam ruangan, matanya mencari Nadiya yang sedang berbaring.
Ardy duduk disampingnya dan tanganya menggenggam jari-jari Nadiya, seperti berusaha memberi kekuatan pada Nadiya.
"Aku harus operasi pa."
"Iya, tadi papa juga sudah berbicara dengan Dokter. Dokter akan melakukan yang terbaik untuk mama. Kita berdoa saja semoga mama bisa pulih seperti semula."
"Mama takut pa."
"Jangan khawatir ma." Sambil menggenggam erat dan mencium kening Nadiya.
Beberapa jam kemudian Nadiya masuk keruang operasi. Beberapa dokter spesialis sudah berada didalam. Jantung Nadiya berdetak kencang dan bergemuruh saat melihat terangnya lampu diatas badanya.
Beruntung keteguhan hatinya membuatnya yakin untuk tetap meneruskan operasi ini. Ini bukan hanya demi dirinya, tapi dia juga lakukan demi kebahagiaan suaminya. Yang sampai saat ini belum dikaruniai anak.
Terdengar suara gunting dan beberapa peralatan medis lainya. Nadiya mendengar setiap suara yang ditimbulkan dari alat-alat yang digunakan dokter. Karena ini hanya bius lokal maka Nadiya masih sadar dan kadang jantungnya berdegup kencang setiap kali dihampiri rasa takut. Dokter hanya memberikan bius untuk bagian perut kebawah saja.
Meskipun matanya bisa terbuka, Nadiya memilih untuk tidak membukanya. Ngeri rasanya melihat darah dan hal-hal yang tidak biasa dilihat olehnya.
Setelah Operasinya berjalan lancar Nadiya dipindahkan keruang perawatan. Kemudian Ardy masuk sambil tersenyum padanya. Senyuman manis Ardy seperti memberi kekuatan pada Nadiya. Membuatnya merasa tenang dan mengusir rasa khawatirnya. Nadiyapun juga tersenyum pada suaminya.
"Tadi dokter bilang operasinya berjalan lancar."
"Papa sangat senang melihat mama akan sehat kembali."
"Iya pa."
"Mama harus banyak istirahat ya biar lekas sembuh, dan jangan berpikir yang macam-macam."
Nadiya mengangguk."Iya, pa."
Nadiya belum berani makan dan minum setelah menjalani operasi.
Tadi salah satu suster berpesan padanya. Setelah buang angin baru boleh minum air seteguk. Nadiyapun menurutinya.
Ardy melihat Nadiya tertidur. Kemudian Ardy meninggalkanya untuk mencari udara segar diluar.
Tak berapa lama saat Nadiya tertidur tiba-tiba handphonenya berbunyi. Nadiya langsung mengangkatnya. Terdengar suara nyaring. Tentu saja dara langsung mengenalinya. Itu adalah suara Dara sahabatnya.
"Nad, Lo dimana?"
"Gue dirumah sakit."
"Siapa yang sakit?"
"Gue."
"Kok Lo ngga kasih tahu gue sih, kalau sakit? Ya udah gue kesana ya?"
"Iya." Nadiya menutup teleponnya dan matanya masih sedikit mengantuk membuatnya tertidur kembali.
Sarah juga sedang dalam perjalanan kerumah sakit untuk menengok Nadiya. Setelah sampai dirumah sakit Sarah langsung menuju keruangan dimana Nadiya dirawat.
Saat Sarah masuk Dara juga sudah ada disana. Kemudian mereka berpelukan dan seperti temu kangen. Cuma biasanya di tempat yang rame dan menyenangkan, kali ini ngumpulnya dirumah sakit.
"Gimana keadaan kamu Nad?"
"Semuanya berjalan lancar. Gue sekarang tinggal penyembuhan aja dan kemo." Saat menyebut kata kemo mimik mukanya sedikit berubah.
"Yang sabar ya Nad. Pasti semua akan baik-baik saja."
"Terus terang gue juga sedih karena gue belum bisa kasih anak ke Ardy. Padahal gue sudah lama menikah."
"Iya setelah penyebabnya hilang, semoga nanti bisa cepat dikasih momongan ya Nad. Kita mendoakan yang terbaik untukmu Nad."
"Iya, terimakasih teman-teman. Kalian membuat perasaanku lebih baik."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 290 Episodes
Comments