BAB 12

Keesokan harinya, tak ada satu pun siswa yang mengetahui kejadian tersebut karena orang tua Brian sudah memohon kepada pihak sekolah agar kejadian itu di tutup rapat.

"Iya, bu. Tolong jangan sampai ada yang tahu ya. Takut jadi gempar." Ucap sang kepala sekolah pada wali kelas Brian.

"Iya, pak. Baik, akan saya rahasiakan kejadian ini." Jawab guru itu.

Pagi itu, Priska bersemangat berangkat ke sekolah. Ia pun sengaja melewati kelas 8 untuk melirik Brian yang kemarin mengucapkan ulang tahun padanya.

Kok ngga keliatan ya? Gumam Priska.

"Oh, serius? pindah kemana Brian?" Seorang anak laki-laki yang lewat di depan Priska sedang berbincang dengan temannya.

"Ngga tau tuh, kayaknya SMP internasional deh. Iya lah pasti pindah kesana, ngapain dia sekolah disini."

"Iya, bener juga." Sahut laki-laki itu lagi.

"Salsa juga pindah sekolah, kok bisa barengan gitu ya? Mendadak pula."

Priska yang mendengarnya pun tertunduk, wajahnya tersirat kekecewaan. Tapi Priska remaja sama sekali tidak terpikir bahwa sebenarnya Brian mengalami kejadian menakutkan yang menghantui hidupnya sampai saat ini.

***

Krek!

Brian membuka pintu kamarnya, dan melihat kesekeliling ruang tamu lalu ia berjalan ke arah dapur dan mendapati mamanya sedang merapikan gelas-gelas.

"Ma, Priska udah pulang?"

"Eh, udah bangun kamu? Udah mendingan belum?"

"Iya, udah mendingan kok ma. Priska udah pulang?" Brian mengulangi pertanyaannya.

"Iya udah pulang dari lima belas menit lalu." Ucap mama. Brian hanya menghela nafas dan berjalan kembali ke dalam kamarnya. Disana ia merebahkan tubuh di kasurnya lagi dan pikirannya melayang teringat akan kejadian tadi ketika ia dan Priska saling menggenggam tangan, ia pun segera membuka ponsel dan mengirim chat untuk Priska.

"Pris, kamu udah sampe rumah? Maaf ya tadi aku abis minum obat berasa ngantuk banget."

Drrt! Suara notifikasi chat masuk berbunyi di ponsel Priska.

Brian? "Iya ngga apa-apa kok, Bri. Aku masih di jalan lagi di taksi online."

"Hati-hati di jalan ya."

"Iya, Bri. Makasih ya." Jawab Priska pada balasan chatnya. Ia menghela nafas panjang. Jadi gitu ternyata ceritanya, alasan Brian ngga mau di sentuh cewek, tapi... tadi dia udah bisa tuh nyentuh tangan gue? Apa itu artinya dia udah normal lagi? Atau.. Aduh otak gue belum sampe nih, gue harusnya ngga boleh ngambil kesimpulan sendiri, gue harus tanya Briannya langsung. Gumam Priska seraya menatap kosong keluar jendela taksi online.

Setelah sampai di rumah, Priska merebahkan tubuhnya di kasur. Ia pun memikirkan ketika Brian menggenggam erat tangannya, kemudian gadis itu melihat ke telapak tangannya sambil tersenyum.

Berarti gue cewek pertama yang di pegang Brian sejak dia trauma? Hihi. Kok gue malah seneng ya?

***

Saat matahari pagi menyinari, terlihat Joe sedang berdiri di depan kaca kantor Dosen. Ia sedang asyik berdiri sambil dengan PDnya memencet jerawat yang muncul di hidungnya. Dari dalam ruangan, para dosen wanita yang melihatnya pun menertawakan kelakuan mahasiswanya itu, sedangkan Joe tak sadar bahwa sedang di perhatikan dari dalam karena kaca ruangan tersebut menggunakan kaca film.

"Woy. Ngapain lu mencet jerawat disitu?" Aldi datang menepuk kepala Joe dari belakang. "Keliatan dari dalem itu."

"Hah? Iya ya? Abis kurang ajar banget ini jerawat, main nangkring aja di idung gue."

Dari kejauhan Brian dan Priska berjalan bersama menuju kelas dan melewati koridor yang sama dengan Aldi dan Joe.

"Lo pada ngapain disini?" Tanya Brian.

"Gue baru aja mau ngumpulin tugas ke pak Fahrul, eh ini si biji jambu malah ngaca disini. Udah tau dari dalem keliatan." Gerutu Aldi. Priska yang mendengarnya tersenyum geli.

"Untung gak retak itu kaca." Brian menimpali. Sedangkan Joe hanya cengengesan sambil melanjutkan bercermin mengutak-atik rambutnya. "Yaudah gue duluan ya ke kelas."

"Dah, kita duluan ya." Ucap Priska.

"Oke." Jawab Aldi.

Mereka berdua pun berjalan bersama menuju kelas meninggalkan dua lelaki gabut itu. Aldi yang belum beranjak, masih terus memperhatikan Brian dan Priska yang berjalan bersama.

"Joe."

"Hmm?"

"Lu merhatiin ngga sih? Brian sama Priska pacaran tapi aneh gitu?"

"Aneh gimana?"

"Ya liat aja, tuh, tuh, jalannya aja ngga mesra banget." Aldi menunjuk ke arah pasangan fake itu.

"Gila lu, ini kampus kali. Masa iya mesra-mesraan depan umum."

"Ya bukan mesra-mesraan lebay gitu. Maksudnya, gandeng tangan kek, atau jalan deketan. Terus udah gitu mereka juga manggil satu sama lain pake nama doang bukan pake panggilan 'sayang', 'ayang, 'mbeb', atau apa."

"Ya, gaya orang pacaran jangan disamain lah, Di. Emang kayak elu, baru pacaran aja manggilnya pipi-mimi. Tar kalo putus jadi duda-janda kali."

"Yeee, sue lo."

Sedangkan Priska yang sudah sampai di kelas hari itu, seperti biasa ia duduk di sebelah Brian. Sesekali ia melirik ke arah Brian yang sedang sibuk menyiapkan buku bindernya. Wajah tampannya yang kini berada di samping Priska selalu memesona, hidungnya yang mancung menjadi perhatian gadis itu. Tiba-tiba tak sengaja Brian menjatuhkan ballpointnya ke lantai dekat dengan tempat duduk Priska. Lalu ia membungkuk mendekatkan wajahnya pada wajah Priska seraya meraba ballpoint yang jatuh ke lantai. Jarak wajahnya hanya beberapa centi, Priska bisa merasakan napas Brian berhembus melewati lehernya.

Deg-deg!

Brian pun tersenyum kembali ke tempat semula setelah berhasil mengambil ballpointnya yang terjatuh itu. Sejenak Priska yang jantungnya hampir copot menggelengkan kepalanya mencoba menyadarkan diri.

Aduh, ngga bisa, ngga bisa. Harus cuci muka ini, biar lebih konsen. Gumamnya seraya bangkit dari tempat duduk. Dengan reflek Brian menarik tangan gadis itu, dan seisi kelas pun memperhatikan mereka.

"Kamu mau kemana?" Tanya Brian.

"Hah? Eee, cuma mau ke toilet kok."

"Oh, yaudah kirain mau pindah tempat duduk."

"Hehe, engga." Jawab Priska seraya mengacir keluar kelas menuju toilet.

Ia pun menyiprat sedikit wajahnya dengan air untuk menyegarkan wajahnya agar cushion yang ia pakai tidak luntur. Sambil menghela napas, ia berkaca di depan cermin wastafel dalam toilet tersebut.

Hmmmh, lama-lama kayak gini yang ada gue makin ngga bisa ngendaliin perasaan gue. Gumam Priska, lalu ia pun mengangguk membulatkan tekad. Oke, bakal gue pastiin hari ini juga status gue sama dia itu sebenernya gimana.

Lalu Priska kembali ke dalam kelas dan mendapati Radit sedang duduk di samping Brian sambil serius berbincang. Radit yang sadar Priska sudah masuk ke dalam kelas melambaikan tangan pada gadis itu.

"Pris, sorry ya gue duduk disini. Ada yang lagi gue obrolin sama Brian." Ucap Radit.

"Oh, iya ngga apa-apa, Dit." Priska menampilkan senyum terpaksa seraya mengambil tasnya dan duduk bersama April dan Sinta. Hmm Lagi-lagi Radit, perasaan ngomongin turnamen ngga selesai-selesai deh.

"Yaudah sih, ngga usah cemberut gitu." Goda April, sedangkan Sinta hanya cengengesan melihatnya.

"Apa sih, biasa aja kali." Priska menjawab ketus. Kedua sahabatnya pun makin cekikikan melihat ekspresi Priska. Gadis itu melirik sebentar ke arah Brian, tiba-tiba Brian tersadar ia sedang di perhatikan. Mereka pun akhirnya saling pandang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!