BAB 3

Siang itu, Priska berjalan sendirian menuju kelas selanjutnya sambil membawa setumpuk kertas.

Duh, gara-gara lewat kantor Dekan gue disuruh bagiin ini deh.

Ia berjalan sambil kesulitan membawa kertas kuesioner dan juga buku-buku kuliahnya yang tak muat di tas mungilnya.

Bruk!

Kertas-kertas kuesioner jatuh berserakan beserta buku-buku Priska.

"Aduuh, gimana sih gue."

Dengan segara Priska memungut kertas-kertas itu. Seketika sebuah tangan meraih kertas yang sama dengan Priska. Ia pun melirik sang pemilik tangan yang ternyata adalah.

Brian?

Seketika Priska terdiam memandangi Brian yang sedang membantunya merapikan kertas-kertas tersebut.

"Nih." Brian menyodorkan kertas tersebut kepada Priska.

"Oh, makasih ya Bri."

"Ini buku-bukunya biar gue aja yang bawa, mau ke kelas pak Fahrul kan?"

"Oh, i..iya." jawab Priska yang sedikit canggung. Mereka berdua pun berjalan ke arah kelas bersama-sama.

"Emang itu kertas apa Pris?" tanya Brian mencoba mencairkan suasana canggungnya.

"Ini kertas kuesioner Bri, buat kelas kita sama kelas sebelah." Jawab Priska. Brian hanya mengangguk pelan.

"Oh iya, yang tugas kelompok gimana kelanjutannya?"

"Rencana sih gue sama Radit mau ngerjain bareng"

"Oh, kapan and dimana?"

"Besok, Bri. Di cafe deket kampus Bri. Lo mau ikut?"

"Ya ikut dong, kan kita satu kelompok. Masa gue ngga ikut kerjain."

"I, iya juga sih. Hehe" Priska nyengir canggung, baru kali ini Brian banyak bicara padanya. Ketika sudah didepan pintu kelas iba-tiba Brian menyodorkan ponselnya pada Priska.

"Tolong ketikin nomor lo ya, besok gue chat kelanjutannya." Ucap Brian dengan wajah datarnya tanpa senyuman. Anak-anak yang berada di dalam kelas pun melirik ke arah mereka, termasuk April dan Sinta.

"Oh, i, iya" Priska melirik ke dalam kelas kemudian meraih ponsel tersebut dan mengetik nomornya.

"Oke, thank you."

Mereka berdua pun masuk ke dalam kelas. April dan Sinta makin tercengang melihat Brian membawakan buku Priska sampai di atas mejanya. Priska pun mulai membagikan kertas kuesioner kepada teman-temannya kemudian kembali ke bangkunya.

"Pris, tadi Brian minta nomor lo?" tanya Sinta.

"Iya Sin, dia pengen ngerjain tugas bareng sama Radit juga."

"Dari tadi yang lain pada ngomongin tuh, Pris. Kayaknya sih bisik-bisik gara-gara Brian minta nomor lo."

"Lah emang ada yang salah ya?" Priska sedikit mengernyitkan dahinya.

"Ga salah sih, paling mereka pada ngiri." celetuk April sambil menulis di buku bindernya. "Terutama waktu Brian bawain buku lo"

"Hah? Cuma dibawain buku sama Brian aja ngiri?" Gimana kalo jadi ceweknya ya? Priska tersenyum sinis.

***

Malam itu sebuah kamar terlihat gelap, hanya lampu jalan menyinari sela-sela jendela kamar itu. Brian yang sedang tidur di kamarnya mulai mengigau, keringat dingin membasahi dahinya. Sesekali ia menggeleng dan mengernyitkan alis.

"Brian? Kamu lihat tangan ini kan?" ucap seorang gadis berwajah pucat pasi yang memakai seragam SMP dalam mimpi itu. Tangannya tersayat-sayat meneteskan darah, tapi gadis dalam mimpi itu hanya tersenyum tak mengeluhkan tangannya yang terluka. Brian yang melihat itu pun ketakutan dan segera berlari ke arah berlawanan, tapi gadis itu tiba-tiba muncul lagi dihadapannya. "Brian?"

"Aaarrgghhh!" Teriak Brian yang terbangun dari mimpinya. Nafasnya begitu cepat terengah-engah.

"Brian?" Seorang wanita membuka pintu kamar Brian karena mendengar teriakan, lalu ia pun menghampiri Brian. "kamu mimpi buruk lagi?"

"Iya, ma." Jawab Brian yang masih sedikit terengah-engah. Lalu Mama memijat-mijat pundak Brian dengan tatapan sendu.

"Yaudah nanti kamu ke Hipnoterapi lagi aja, nak."

"Iya." Brian mengangguk pelan menjawab mamanya.

Keesokan hari Brian pun memulai aktivitasnya, ia bersegera mandi untuk menjernihkan pikirannya. Ia mengguyur kepala dengan shower yang membasahi rambut hingga tubuh atletisnya. Setelah mandi dan siap dengan pakaiannya, ia mengambil ponsel dan terlihat berpikir sejenak kemudian ia mengetik chat diponselnya.

Notif chat pun masuk ke ponsel Priska, ia yang sedang sarapan segera membuka ponselnya.

"Pris, ini gue Brian. Save nomor gue ya. Btw nanti jam berapa ke cafenya?" Ucap nomor yang tak dikenal di ponsel Priska yang ternyata adalah Brian. Entah mengapa Priska sedikit grogi di chat oleh Brian.

Brian? "ehem.." Priska berdehem sambil mengetik balasan chat untuk Brian.

"Oke Bri. Radit bilang pulang kampus langsung ke cafe ya"

Sesampainya di kampus, Priska melihat Brian dari kejauhan. Tadinya ingin menyapa tapi wajah Brian begitu datar terlebih Priska juga merasa minder sehingga ia mengurungkan niatnya itu.

"Baru sampe, Pris?" tanya Brian yang ternyata menyapa Priska duluan.

"Hah? Iya Bri. Lo juga baru sampe ya?" Priska agak kaget Brian menyapanya lebih dulu, sejenak wajah Brian terlihat pucat seperti kurang sehat.

"Iya. Nanti bareng aja ya ke cafenya."

"Iya, tinggal jalan kaki kok Bri dari sini, persis samping kampus."

"Oke"

Setelah mereka masuk ke dalam kelas, Priska menengok ke kanan dan ke kiri.

Tumben si Jane ngga kesini. Gumam Priska.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!