Suasana kampus siang itu begitu ramai, walau ramai tapi tak membuat hati Priska terisi. Hatinya terasa hampa, karena merasa harapannya sia-sia.
"Brian kemana, Pris? Ngga masuk ya?" Tanya Sinta yang baru saja menghampiri Priska setelah asyik berduaan dengan Aldi.
"Masuk kok, cuma dia lagi ngurusin registrasi buat ikut turnamen basket dari pagi." Jawab Priska, lesu.
"Oh, gitu. Baru juga ditinggal sebentar, beb. Sampe lesu gitu tampang lo." Goda Sinta. Priska hanya senyum tipis menanggapi Sinta.
"Tau deh, yang dari pagi bareng terus sama yayang." Balas April.
"Hehe. Maap ya guys gue sama Aldi terus belakangan ini." Sinta senyum-senyum malu.
"Iya, iya.. Maklum kok kita." Gerutu April.
"Beb, gue ke toilet dulu ya! Tiba-tiba pengen pipis nih." Ucap Priska yang dengan segera meninggalkan kedua sahabatnya itu ke toilet. Setelah selesai, ia pun menekan flush di dalam toilet itu.
"Gue mau minta maaf, Nit. Soal yang gue main nuduh lo yang nyebarin gosip kalo Brian homo." Ucap Jane di dalam toilet yang sama dengan Priska. Priska yang masih belum keluar dari dalam toilet pun kaget mendengarnya, ia terpaku di dalam sana tak sengaja menguping.
"Iya, santai aja kali." Jawab Nita.
"Gue cuma mau kepastian aja, Nit. Apa bener yang lo bilang waktu itu, ada sesuatu sama Brian? Soalnya gue pernah ngga sengaja narik tangannya dia, terus dia shock banget cuma gara-gara gue pegang tangannya." Jelas Jane. Priska pun semakin serius menguping.
"Brian itu punya trauma masa lalu, gue temen SMP dia. Dulu dia pindahan dari SMP lain. Tapi itu juga cuma rumor sih Jane, gue ngga tau bener atau ngga nya."
"Ya ampun, pantes aja..." Wajah Jane memelas kasihan.
"Tapi, gue rasa traumanya udah sembuh. Dia udah bahagia sama ceweknya sekarang." Ucap Nita. Priska mematung mendengar percakapan mantan fans Brian itu.
Setelah kedua orang itu pergi, Priska tak langsung keluar dari dalam toilet itu. Air mata mengambang di ujung kedua mata cantiknya itu.
Status gue sih emang ceweknya, tapi gue ngerasa ngga tau apa-apa tentang dia. Berarti fix gue diajakin pura-pura pacaran buat nutupin kalo dia emang ngga straight. Kasihan banget sih kamu Brian, punya trauma mendalam sampe-sampe kamu jadi begini. Gumam Priska sambil menyeka air mata yang mulai menetes.
Dengan wajah lesu dan mata sembab Priska keluar dari dalam toilet, ia berjalan pelan menuju kelasnya. Dari kejauhan terlihat Brian sedang berjalan bertiga bersama Radit dan Aldi, mereka terlihat saling berbincang. Brian pun tersadar dan melihat ke arah Priska. Ia memfokuskan pada wajah Priska yang lesu dan mata yang sembab, lalu ia mengabaikan Radit dan Aldi, dengan segera ia menghampiri Priska.
"Kamu kenapa, Pris?" Tanya Brian. Priska pun kaget lelaki itu bisa langsung datang di hadapannya.
"Ngga apa-apa kok, Bri."
"Kamu abis nangis ya? Atau kamu sakit?"
Please jangan perhatian gini, Bri. Gumam Priska yang rasanya ingin menangis lagi mendengar ucapan perhatian dari Brian.
"Aku anter pulang aja ya? Yuk kita pulang?"
"Iya, kayaknya aku mau pulang aja."
Lalu mereka berdua berjalan menuju parkiran mobil. Priska yang biasanya di bukakan pintu oleh Brian, kini dengan segera membuka pintu mobil sendiri. Brian pun merasa aneh dengan sikap Priska kali ini. Di perjalanan pun Priska hanya terdiam, bibirnya terkatup tak tahu harus berkata apa. Sesekali Brian melirik ke arah Priska, ia pun tak berani bertanya lagi.
Priska yang sedari tadi tertunduk tak sadar kalau Brian mengantarnya sampai di depan rumahnya. Brian pun turun dari mobil dan membukakan pintunya untuk gadis itu. Lalu Priska tersadar dari lamunannya.
"Kok kamu anter aku sampe depan rumah? Aduh, gimana ini." Ucap Priska kebingungan.
"Udah ngga apa-apa, Pris. Aku berasa jadi cowok yang ngga bertanggung jawab kalo ngebiarin kamu jalan sendirian ke rumah."
Bilang aja alergi sama gue, takut kalo sampe harus bopong gue kalo ternyata gue sakit. Gerutu Priska.
Mereka berjalan memasuki pagar rumah. Terlihat mama yang sedang membuang sampah ke depan rumah tecengang melihat kedatangan Brian.
"Siang tante." Sapa Brian dengan senyum penuh pesonanya. Mama Priska masih tercengang, seperti baru pertama kali melihat penampakan laki-laki tampan.
"'Ma? Mama kenapa?" Tanya Priska. Tak lama kemudian Pristy keluar dari dalam rumah dan ikut tercengang bersama mamanya.
"Amazing." ucap Pristy. Priska yang melihatnya pun hanya menggeleng-geleng karena malu. Lalu dengan sopan Brian mencium tangan mama Priska.
Kalo sama emak-emak dia ngga masalah ya sentuhan tangan? Sempat-sempatnya Priska masih memikirkan orientasi seksual Brian.
"Salam kenal tante, aku Brian."
"Oh, iya, iya. Ayo masuk dulu sini nak. Makan siang dulu." Ucap mama.
"Ngga usah tante, nanti ngerepotin."
"Udah ngga apa-apa, ngga repot kok." Jawab mama lagi. Dengan riang Pristy menarik tangan Brian untuk masuk ke dalam.
Sama anak kecil dia juga ngga masalah pegangan tangan? Jadi, dia cuma alergi sama cewek sepantarannya ya, hmmm... Lagi-lagi Priska menganalisa Brian.
Setelah mereka masuk ke dalam rumah, Brian pun melihat-lihat meja pajang di ruangan rumah Priska yang sederhana. Foto-foto masa muda papa dan mama Priska, juga foto masa kecil gadis cantik itu bersama sang adik terpampang rapi.
"Maaf ya nak, rumahnya berantakan." Sahut mama dari meja makan seraya menata piring untuk makan siang Brian.
"Rapi kok tan, baru pertama kali mampir udah betah."
"Ah, bisa aja kamu." Mama tersipu malu.
Lalu Priska pun keluar dari kamarnya setelah mengganti pakaiannya. Mereka pun menyantap makan siang bersama. Pristy yang ikut makan bersama pun duduk di meja makan sambil tersenyum bahagia melihat Brian.
"Dek, kamu ngapain sih kayak gitu? Ngga sopan tau." Omel Priska. Brian hanya tersenyum melihat ke arah Pristy.
"Jadi, kamu ini temennya Priska di kampus?" Tanya mama.
"Iya, ma." Jawab Priska yang mulai tak nyaman dengan perilaku mamanya.
"Anak keberapa dari berapa saudara?" Tanya mama lagi.
"Aku anak tunggal tante." Jawab Brian.
"Oh, gitu."
"Kakak pacarnya kak Priska ya?" Celetuk Pristy. Priska dan mama langsung kaget mendengarnya. Brian pun diam sejenak.
"Kayaknya sih begitu." Jawab Brian. Pristy pun makin sumringah mendengarnya.
"Kak, kapan-kapan ajarin aku kerjain PR ya?"
"Boleh."
"Asyiik."
Priska hanya menggeleng-gelengkan kepalanya lagi, sedangkan mama hanya tersenyum melihat kelakuan anak bontotnya. Setelah selesai, Brian pun bersiap untuk pamit pulang.
"Tan, maaf ya aku ngerepotin. Masakannya enak banget, tan." Ucap Brian.
"Ih, bisa aja kamu. Besok mampir lagi ya, nanti tante masakin yang enak-enak lagi buat kamu." Mama Priska terlihat bersemangat karena di puji.
"Tergantung Priska sih, kalo Priska ngebolehin, aku bakal sering-sering makan disini." Goda Brian. Priska hanya tersenyum mendengarnya. "Kalo gitu aku pamit ya, tan." Lalu Brian mencium tangan mama Priska.
"Iya, hati-hati ya." Ujar mama.
"Dadah, kakak ganteng. Hehe." Ucap Pristy. Brian hanya tersenyum lalu mengusap pipi merah gadis kecil itu. Priska pun mengantar Brian sampai ke depan pagar.
"Aku pulang dulu ya." Ucap lelaki itu.
"Iya, hati-hati ya."
"Oh, iya. Besok gimana? Jadi ngga?" Brian bertanya mengenai double date yang di rencanakan oleh Sinta dan Aldi. Priska pun terdiam sejenak. "Aku jemput ya besok?"
"Eh, jangan jangan. Besok ada papa di rumah, bisa gawat."
"Mama kamu aja baik banget, welcome banget sama aku. Masa papa kamu ngga gitu juga?"
"Papa mah beda. Pasti kamu bakal di interview banyak sama papa."
"Yaudah, besok ketemuan aja kalo kamu ngerasa belum siap untuk ngenalin aku ke papa kamu."
"Iya."
"Aku pamit ya."
"Hati-hati ya, makasih juga."
"Oke." Brian pun masuk ke dalam mobilnya dan pergi meninggalkan Priska. Gadis itu pun menutup pintu pagar dan berjalan masuk ke dalam rumahnya, sejenak Priska memikirkan kata-kara Brian barusan.
Siap untuk ngenalin ke papa? Kok berasa pacaran beneran aja ya omongannya? Dasar aneh. Gue juga iya-iya aja lagi kayak orang ****. Bukannya tanya balik maksudnya. Haduh, Priska kenapa lo telmi banget sih!
Malam itu, papa dan mama duduk di ruang makan sambil melipat kedua tangan layaknya orang yang ingin menginterogasi.
"Sejak kapan kamu sama dia pacaran?" Tanya papa dengan wajah serius.
"Ck, pasti mama deh ini ngadu-ngadu ke papa." Gerutu Priska.
"Orangnya sih sopan, pa. Keliatannya juga baik." Jawab mama membela Brian di hadapan papa. "Dan bermobil juga, mobilnya sedan model terbaru." Bisik mama.
"Hmmm.. Oke, lanjutkan." Papa menepuk tangannya bersemangat mendengar perkataan mama. "Asal jangan ganggu kuliah kamu ya."
"Ampun deh." Priska geleng-geleng melihat kelakuan kedua orang tuanya. "Kita juga baru aja kok pacarannya, kan kedepannya ngga ada yang tau bakal gimana. Siapa tau jodohnya aku bukan Brian. Jadi papa sama mama jangan terlalu mikirin hubungan aku sama Brian ya." Ujar Priska yang tak berani mengatakan yang sebenarnya.
"Iya, papa juga ngerti. Papa ngga bakal terlalu ngekang atau terlalu ikut campur, kamu kan udah dewasa. Tau yang mana yang baik dan mana yang buruk. Tapi tetap harus ingat batasan ya."
"Nah, mama juga setuju sama papa."
"Iya dong pastinya." Jawab Priska dengan senyum manisnya yang ia paksakan.
***
Aku cemburu, pada rembulan yang hadir mencumbu langit malam
Aku iri, pada angin yang datang membelai dedaunan.
Lalu, siapakah aku?
Aku hanya bintang, yang hadir untuk langit malam namun terhalangi oleh mendungnya awan
Aku hanya serpihan ranting, yang rapuh oleh kuatnya hembusan badai
Priska menulis kata-kata itu pada selembar kertas di meja belajarnya, ia pun meninggalkan meja belajar dan mencoba untuk memejamkan mata di kasurnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments