Sengketa Hati (CALYA)
"Ini rumah yang akan kita tempati selama kita tugas di sini Cal," kata Dirga seraya membuka pintu rumah dinas itu dengan kunci yang ada di tangannya.
Calya masuk ke dalam rumah itu mengikuti langkah suaminya yang terlebih dahulu masuk sembari membawa dua buah koper besar milik mereka. Sesampai di dalam Calya memandangi setiap sudut ruangan di rumah itu. Ada ruang tamu, dua kamar tidur, dapur dan kamar mandi. Ini adalah rumah dinas ke empat di empat kota yang mereka tempati setelah dua tahun silam Dirga menikahi Calya.
"Lumayanlah Ga, tinggal kita beresin dan isi dengan barang-barang," sahut Calya.
"Kamu lelah ya Cal harus pindah-pindah terus gara-gara jadi isteriku?"
"Kenapa lelah? Aku kan isteri abdi negara yang tugasnya memang pindah-pindah. Dengar ya Ga, sampai kapanpun aku akan selalu mendampingimu! Bahkan kalau tempat tugasmu di ujung dunia pun, aku pasti akan ikut. Buktinya aku rela berhenti kerja supaya kita bisa selalu bersama kan?"
"Kamu memang isteri terbaik deh." Dirga membelai rambut Calya, isteri yang dicintainya itu.
***
Dirga sudah berangkat ke kantor, kesempatan untuk Calya pergi ke pasar membeli beberapa kebutuhan rumah. Ember, panci, keranjang dan berbagai peralatan dapur kini berada di kedua tangan Calya.
"Aduh tukang ojek mana sih, kok gak ada yang lewat. Sudah ah naik angkot saja. Nyeberang sedikit ke depan gak papa."
Criiiitttttt...
"Awggghhhhh...!!!"
Cengklang... Cengkleng... Klenteng... Tek dung...
Baru juga dua langkah Calya akan menyeberangi jalan, tiba-tiba ada sebuat motor yang mengerem mendadak. Calya berteriak diikuti dengan suara barang-barang yang dibawanya jatuh berantakan di aspal.
"Hei..kamu! Naik motor itu pelan-pelan dong. Gak liat apa ada orang mau nyeberang?" Dengan wajah yang masih panik Calya memarahi pengemudi motor itu.
Pengemudi motor itu memarkir motornya, lalu turun dan menghampiri Calya. Dibukanya helm yang menutupi kepala dan wajahnya itu. Raut wajah seorang pria nampak di hadapan Calya. Tatapan matanya tajam senada dengan alisnya yang tebal dan hidungnya yang mancung.
"Lho kok malah Mbak yang marah-marah. Harusnya kan Mbak yang hati-hati kalau mau menyeberang jalan. Tadi Mbak tidak tengok-tengok dulu, langsung nyeberang saja." Pria itu membela dirinya.
"Ehh..jangan mentang-mentang situ naik motor terus saya jalan kaki ya terus jadi saya yang salah gitu. Kalo tadi sampai terjadi apa-apa sama saya apa situ mau tanggung jawab?"
"Ya tinggal dipanggilin ambulans, gitu aja kok repot."
"Ihh...dasar, kamu ya."
Piiipppp... Piiipppp... Piiippp...
Suara klakson mobil dan motor seketika menyadarkan Calya dan Praba. Motor dan mobil itu berhenti karena jalan raya terhalangi barang-barang belanjaan Calya yang berserakan di aspal. Secara spontan Calya dan Praba bersama-sama memunguti barang-barang itu, kemudian menepi di pinggir jalan.
"Nih, barang-barang kamu! Lain kali kalau mau menyeberang hati-hati lihat-lihat dulu." Praba menyerahkan bungkusan besar plastik berisi barang-barang yang sudah dipungutnya tadi kepada Calya.
"Ish...masih saja nyalahin aku. Kalau suamiku ada di sini, pasti sudah habis deh kamu."
"Ya udah pulang sana laporin ke suamimu, kalo perlu lapor ke pak RT, pak lurah, pak camat atau kemana saja."
"Baik!!! Ingat baik-baik wajahku ya, suatu hari nanti kita pasti akan bertemu lagi, dan saat itu suamiku pasti berada di sampingku, dan kamu pasti akan dimarahi habis-habisan sama suamiku!" Calya berkata sambil mengangkat barang-barang bawaannya, menahan angkot dan berlalu meninggalkan Praba yang masih terpaku memandang kepergiannya.
***
"Cal... Sudah siap belum? Ayo dong sebentar lagi acara pelantikan Pak Kasie Pidsus yang baru dimulai nih." Dirga yang duduk di ruang tamu memanggil Calya yang tak kunjung keluar dari kamar.
"Sedikit lagi Ga, tinggal cepolin rambut nih." Calya menjawab sembari sibuk menggulung rambut sebahunya dengan pita penggulung rambut. "Nah sudah selesai, ayo kita berangkat Ga." Calya keluar kamar dengan seragam dharma wanita sambil menenteng sebuah tas berwarna hitam.
Setiba di kantor Dirga dan Calya segera menuju ruangan aula tempat berlangsungnya pelantikan itu. Dirga lalu bergabung di barisan para pegawai, sedangkan Calya bergabung di barisan para isteri. Acara itu nampak sudah akan mulai, MC telah membacakan bahwa kepala kantor dan pejabat yang akan dilantik memasuki ruangan.
Nampak dua sosok pria berjalan beriringan. Satu orang mengambil tempat di depan menghadap ke arah peserta upacara, dialah bapak kepala kantor. Seorang lainnya berdiri di hadapan bapak kepala, membelakangi peserta upacara. Calya tak begitu memperhatikan ketika pria yang akan dilantik menjadi atasan langsung suaminya masuk, dan kini ia hanya dapat memandang punggung pria itu saja.
"Demikianlah acara pelantikan Bapak Praba Satya Nugraha sebagai Kepala Seksi Pidana Khusus. Selanjutnya adalah pemberian selamat. Kepada Bapak Praba Satya Nugraha dipersilahkan mengambil tempat di depan menghadap ke arah peserta upacara." Terdengar suara MC membacakan acara selanjutnya. Ketika Praba membalikkan badannya, Calya yang menatap tepat ke arah Praba seketika itu langsung tersontak.
"Astaga! Dia? Aduh...matilah aku!" Calya memukul-mukul kepalanya sendiri.
"Bu Dirga ada apa?" Bu Dito menegur Calya yang terlihat aneh.
"Oh tidak apa-apa Bu Dito, ini kepala saya gatal, hehe."
"Oh..hayuk Bu Dirga kita merapat ke suami kita masing-masing terus maju salaman ke Pak Kasie yang baru." Bu Dito menarik lenganku berjalan ke arah suami mereka berada.
Calya menghampiri Dirga dan segera memegang erat lengan Dirga. Mereka berjalan menghampiri Praba. Saat Dirga tepat berada di hadapan Praba, Calya menyembunyikan wajahnya di belakang tubuh suaminya.
"Selamat ya Praba, sudah jadi Kasie, atasanku lagi." Dirga mengulurkan tangannya kepada Praba dan disambut oleh Praba sekaligus dengan saling berpelukan.
"Thankyou Dir, semoga kamu juga segera menyusul jadi Kasie. Kita kan seangkatan, lama tak jumpa ternyata bertemu di sini, sekantor, seruangan pula."
"Iya Prab, namanya juga takdir, hehe. Oh iya ini isteriku." Dirga memperkenalkan isterinya kepada Praba, Calya pun perlahan memunculkan wajahnya dari balik punggung Dirga.
"Kamu? Eh...oh...Ibu Dirga ya?" Praba nampak kaget melihat wajah Calya.
"Ya, ampun dia masih mengenaliku." Calya berkata di dalam hatinya.
"Iya Pak, saya Ibu Dirga. Selamat ya Pak." Calya mengulurkan tangan pada Praba, yang disambut jabatan tangan Praba.
"Senang berjumpa dengan Ibu, apalagi didampingi suaminya." Praba berkata lagi sambil tersenyum dan mengangkat satu alisnya.
"Astaga...dia masih ingat kata-kataku tempo hari. Hffhh...tenang Calya tarik napas dan santailah." Calya berkata di dalam hatinya berusaha menenangkan dirinya sendiri.
"Oh iya sudah yuk kita lanjut Ga, yang ngantri di belakang masih banyak nih." Calya mendorong tubuh suaminya agar berjalan menyudahi percakapan itu.
Acara terakhir dari pelantikan tersebut adalah makan siang bersama. Calya tentu saja tak bisa menikmati makanannya. Lirikan Praba dengan senyum penuh kemenangan terus mengintainya.
***
"Ga... isteri bos baru kamu itu kok gak kelihatan sih? Apa belum ikut suaminya ke sini?" Tanya Calya kepada Dirga setelah mereka pulang ke rumah.
"Praba duda, Cal."
"Duda? Semuda itu sudah cerai?"
"Bukan cerai. Istrinya sudah meninggal."
"Meninggal? Lalu anaknya?"
"Istrinya tuh meninggal gak lama setelah mereka nikah, mereka belum punya anak. Praba sudah duda setahun ini."
"Oh, kasihan ya masih muda sudah jadi duda. Semoga saja dia bisa segera ketemu isteri baru."
"Kalo aku yang ketemu isteri baru lagi gimana Cal?"
"Hus...ngomong apaan sih kamu? Coba saja kalau berani!"
"Memangnya mau kamu apain aku?" Dirga mendekatkan wajahnya pada wajah Calya.
"Aku...aku akan melakukan sesuatu yang akan membuatmu menyesal sudah menduakanku."
"Apa itu?" Dirga semakin mendekatkan wajahnya pada wajah Calya.
"Ga... Dirga..." Suara Calya memelan, kecupan hangat dari suaminya membungkamnya kini.
***
Cling...cling...cling
Telepon genggam Dirga terus berbunyi pertanda banyak pesan whatsapp yang masuk. Calya menggapai gawai itu, diliriknya pintu kamar mandi, suara guyuran air masih terdengar. Dirga masih mandi.
Perlahan dibukanya gawai milik suaminya itu, rupanya pesan whatsapp itu dari sebuah grup whatsapp. Alumni Hukum 2003 begitulah nama grup itu. Calya mulai membaca isi pesan yang ada di grup itu. Nama Dirga disebut-sebut, seperti sedang dihubung-hubungkan dengan seseorang lainnya yang ada di grup itu "Haira".
Seketika Calya tersontak. Bagaimana tidak, Haira adalah nama yang diketahuinya. Tentu Calya belum melupakan kejadian di malam pertama pernikahannya dengan Dirga. Kala itu Calya menangis setelah mendapati Dirga masih sering berhubungan dengan Haira melalu pesan facebook. Ya, Haira adalah mantan kekasih Dirga semasa kuliah.
Tangan Calya bergetar menggenggam gawai suaminya. Haira bukan hanya sekedar ada di grup itu tapi juga ada di daftar kontak gawai Dirga.
"Tidak...aku tak boleh marah. Bukankah Dirga sudah pernah bilang Haira hanyalah masa lalunya. Aku tak boleh cemburu! Untuk apa aku cemburu pada masa lalu? Bukan aku adalah masa kini dan masa depan Dirga? Bukankah cintaku dan cinta Dirga telah terikat dalan janji sakral pernikahan kami?" Calya berkata di dalam hatinya mencoba menenangkan pikiran dan perasaannya yang kini berkecamuk.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Mela Rosmela
duuh diawal sudah mulai nyesek aja,, emang banyak sih berawal dr group alumni..
2020-07-25
0
Istiana
maaf thor permisi mau promo yah
hai readers jangan lupa mampir buat baca novel terbaru saya yah
judul "Romantic Vampire" di tunggu kak...
2020-04-03
0