Pengorbanan Hati

Jam dinding menunjukkan pukul 21.00 WIT. Calya nampak gelisah menatap layar ponselnya. Beberapa kali dipencetnya nomor Dirga namun hanya suara operator yang didengarnya bahwa nomor tersebut sedang tidak aktif.

Bagaimana Calya tak gelisah, seharusnya saat ini Dirga sudah tiba di Jakarta dan semestinya sudah memberinya kabar. Hatinya yang resah membuat udara malam ini terasa panas baginya. Calya pun melangkahkan kakinya keluar ke teras rumah. Ditatapnya langit berharap bintang-bintang dapat menghiburnya malam ini.

Criiitttt.... Pip ... pip... pip....

Suara rem sepeda motor disertai bunyi klaksonnya tiba-tiba mengagetkan Calya dari lamunannya. Calya pun menengok ke arah sepeda motor itu. Sesosok pria turun dan kemudian membuka helmnya.

"Hai Ibu Dirga, kok malam-malam begini melamun di teras sendiri sih?" Pria itu menyapa Calya.

"Kamu?! Eh...maaf Bapak?" Calya nampak salah tingkah setelah menyadari yang datang adalah pria yang pernah beradu mulut dengannya di jalanan, yang ternyata adalah atasan bidang suaminya di kantor. "Saya tidak melamun kok, hanya di dalam agak panas jadi cari angin di luar."

"Tapi kok nyari anginnya sendiri aja? Dirga gak nemenin?"

"Dirga kan sedang dinas ke Jakarta, Pak."

"Dinas ke Jakarta? Dalam rangka apa ya? Kok aku gak tahu sih?"

"Lho masa sih Bapak gak tahu? Tapi katanya sih memang mendadak, tadi pagi dapat telepon terus sorenya berangkat."

"Oh begitu ya." Praba nampak mengernyitkan keningnya, seperti ada sesuatu yang mengganjal di benaknya, namun ia tak ingin melanjutkan obrolan tentang kepergian Dirga ke Jakarta.

"Bapak sendiri ngapain malam-malam ke sini?"

"Ibu Dirga ini masih sinis saja ke saya. Saya mau ngecek rumah sebelah, mulai besok saya pindah ke rumah itu biar lebih dekat ke kantor. Rumah dinas saya yang sekarang agak jauh, lagipula saya kan sendiri, jadi kalau tinggal di sini bisa ada teman ngobrol."

"Sinis? Perasaan Bapak saja kali. Saya biasa saja kok, lagian saya juga sudah lupa dengan kejadian waktu itu."

"Sudah lupa tapi kok disebut? Ya sudah Bu Dirga, saya mau masuk ke rumah itu dulu, mau ngecek kondisinya dulu." Praba berkata sambil berlalu menuju rumah dinas yang berada persis di sebelah rumah yang ditempati Dirga dan Calya.

"Hati-hati lho Pak, rumah itu sudah lama kosong. Biasanya rumah kosong itu banyak penampakannya." Calya berbicara sembari melirik ke arah Praba yang sedang berjalan. Mendengar ucapan Calya, seketika Praba memalingkan wajahnya pada Calya. Terkejut mendapat tatapan dari Praba, Calya segera membalikkan badannya dan masuk ke dalam rumah serta menutup pintunya. Praba kemudian tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

Calya yang sudah berada di dalam rumah sejenak mengintip dari tirai jendela, dilihatnya Praba sudah masuk ke dalam rumah itu, lampu-lampu di dalamnya pun sudah tampak menyala. Calya kembali menatap layar ponselnya, dipencetnya kembali nomor telepon Dirga, tetapi tetap saja hanya suara operator yang didengarnya.

***

"Awww... Ahh..." Haira nampak memegang dadanya, suara nafasnya seperti tersengal-sengal.

"Haira! Haira... Kamu kenapa? Haira!!!" Dirga segera berlari dari arah westafel ke tempat tidur Haira. Suara teriakan Dirga yang agak keras terdengar hingga ke luar kamar. Pak Broto, Bu Broto dan Mirna segera masuk ke dalam kamar.

"Ada apa Nak Dirga? Haira kenapa?" Tanya Pak Broto.

"Astaga, Mirna cepat tekan tombolnya, panggil dokter kemari." Bu Broto kaget setelah melihat Haira yang kesusahan bernafas. Mirna segera menekan tombol yabg berada di sisi atas tempat tidur. Tak lama kemudian seorang pria berpakaian dokter dan seorang wanita berpakaian perawat masuk ke dalam kamar.

"Dokter, tolong lihat Haira dia seperti sesak nafas lagi." Kata Pak Broto saat melihat dokter dan perawat itu masuk.

"Coba saya cek. Baiklah, Bapak dan Ibu semua tolong keluar sebentar, Saya akan memeriksa kondisi pasien dulu."

Mereka semua yang berada di dalam kamar itu pun keluar kecuali dokter dan perawat tadi. Sekitar lima belas menit dokter dan perawat itu melakukan pemeriksaan dan tindakan kepada Haira, dan kini mereka pun keluar dari kamar itu.

"Dokter bagaimana keadaan anak Saya?" Pak Broto nampak tergesa mengajukan pertanyaan itu ketika melihat dokter telah ada di hadapannya.

"Haira kembali mengalami sesak karena emosinya tidak stabil. Sepertinya baru saja ada kejadian yang membuat emosinya menjadi seperti itu. Saya minta kepada keluarganya untuk saat ini bisa menjaga emosi Haira supaya tetap stabil, bila perlu lakukan hal-hal yang bisa membuatnya bahagia. Untuk operasi Haira, kami beri waktu 3 hari dari saat ini. Kondisi jantung Haira harus segera dioperasi, kami mohon agar Bapak dan Ibu bisa meyakinkan Haira untuk menjalani operasi itu. Tadi kami sudah melakukan tindakan untuk menenangkannya. Sekarang biarkan dia istirahat dulu."

"Baik Dok. Kami pasti akan melakukan apapun untuk kesembuhan anak kami. Terima kasih Dok."

Dokter dan perawat itu pun berlalu meninggalkan mereka.

"Nak Dirga, apakah yang terjadi tadi?" Pak Broto berpaling pada Dirga yang sedari tadi diam terpaku.

"Haira bilang... Dia... Dia ingin menjadi isteriku sebelum dia meninggal, Om."

"Lalu apa kata Nak Dirga?"

"Saya tak berkata apapun, Saya tidak tahu harus bilang apa, Om. Tadi Dirga hanya mencuci muka karena merasa penat. Tiba-tiba Haira sesak nafas."

"Nak Dirga. Om rela menukar harta benda Om dengan nyawa dan kebahagiaan Haira. Tolonglah..."

"Maksud Om? Tolong?"

"Nak Dirga mengerti maksud Om. Tolong nikahi Haira."

Tatapan lekat Pak Broto membuat jantung Dirga berdetak cepat. Dirga diam terpaku tak tahu harus berkata apa. Seperti makan buah simalakama, hanya itu yang ada di benaknya. Di satu sisi Dirga ingin menolong Haira, tapi di sisi lain permintaan Haira tak bisa dipenuhinya. Dirga tak ingin menyakiti Calya. Bila menikahi Haira itu artinya Dirga berpoligami. Tidak, Calya pasti tak pernah mau dipoligami. Calya pasti akan pergi meninggalkan Dirga.

"Tidaaak!" Memikirkan Calya akan pergi meninggalkannya Dirga seketika berteriak.

"Nak Dirga. Nak Dirga!" Pak Broto menghentak-hentak tubuh Dirga.

"Om, tidak mungkin saya menikahi Haira, saya sudah punya isteri."

"Poligami tak dilarang dalam agama."

"Saya seorang aparat negara Om."

"Bila isterimu menyetujui tentu takkan masalah."

"Setuju? Calya tak mungkin menyetujuinya. Saya tak mau dan takkan mampu menyakiti Calya. Saya tidak ingin kehilangan dia, Om."

"Tapi tak lama lagi kita semua akan kehilangan Haira. Om, hanya ingin memberinya kebahagiaan di saat terakhirnya."

"Tante akan menemui isterimu Nak Dirga." Tiba-tiba Bu Broto yang sedari tadi diam berbicara.

"Menemui Calya?" Dirga bertanya dengan keraguan.

"Iya, besok pagi kita ke kota tempat tugasmu. Tante akan menemui isterimu dan berbicara dengannya. Bila wanita dengan wanita berbicara, Tante yakin dia akan mampu menerima dan memberikan persetujuannya. Sekarang semua tergantung dari Nak Dirga, apakah Nak Dirga sendiri bersedia untuk menikahi Haira?"

Dirga menarik nafasnya lalu mulai menjawab pertanyaan itu. "Baiklah Tante, Saya datang untuk membantu Haira, bila ini menjadi permintaan terakhirnya akan Saya penuhi, tapi hanya jika Calya menyetujuinya."

Mendengar jawaban Dirga senyuman mengembang di wajah Pak Broto, Bu Broto dan Mirna. Setidaknya secercah harapan untuk kebahagiaan Haira telah terpancar.

***

Dirga dan Bu Broto telah tiba di kota tempat tugas Dirga. Mereka datang dengan pesawat subuh dari Jakarta. Taksi yang mereka tumpangi kini melaju membawa mereka ke rumah dinas Dirga.

"Tante tunggu di taksi dulu. Saya masuk duluan untuk menemui Calya. Bila saya sudah keluar rumah dan memanggil, Tante baru masuk." Dirga berkata pada Bu Broto sebelum turun dari taksi yang dibalas dengan anggukan dari Bu Broto.

Dirga berjalan menyusuri halaman rumah itu dan setibanya di depan pintu, Dirga langsung mengetuknya.

"Assalamualaikum... Sayang, buka pintunya."

"Waalaikumsalam... Sayang? Kamu sudah kembali?" Calya nampak kaget setelah membuka pintu dan mendapati suaminya berdiri di hadapannya kini. Dengan cepat Calya memeluk tubuh suaminya yang dibalas pelukan erat dari Dirga. "Aku hubungi kamu dari semalam, hp kamu gak aktif-aktif. Aku kuatir kamu kenapa-kenapa. Tapi kok sekarang malah sudah kembali? Katanya perginya tiga hari?"

"Kita masuk dulu yuk Cal, masa ngobrolnya di depan pintu gini."

"Iya sayang, aku buatkan teh hangat dulu ya." Calya berpalu ke dapur, mengambil cangkir dan mulai membuat teh hangat.

Dirga berjalan mengikuti Calya, tiba-tiba dipeluknya tubuh Calya dari belakang. Calya yang sedang mengaduk teh pun terkaget.

"Aduh kok langsung peluk sih Ga? Kamu kangen ya? Padahal sehari saja perginya. Nih minum dulu." Calya membalikkan tubuhnya lalu menyodorkan cangkir berisi teh hangat itu.

Dirga meraih cangkir itu dan menyerutupnya. Dirga menarik nafas setelah seteguk teh hangat mengalir di tenggorokannya.

"Calya... Maafkan aku."

"Maaf? Ohh karena semalam hp kamu gak aktif? Itu pasti kamu terlalu sibuk dengan kegiatanmu sampai gak sempat aktifin hp kan? Gak apa-apa sayang, yang penting kan sekarang kamu sudah pulang. Aku tahu pasti kegiatanmu sudah selesai tadi malam, terus subuhnya langsung cepat-cepat balik. Kamu kan paling gak tahan pisah lama-lama sama aku." Calya berkata sambil melingkarkan tangannya ke leher suaminya. Dirga menyambut tubuh Calya dan mendaratkan kecupan di keningnya.

"Ada seseorang yang ingin bertemu denganmu. Sekarang dia sedang menunggu di luar."

"Hah? Siapa? Kamu datang dengan siapa?"

"Tunggu sebentar, aku akan membawanya masuk."

Dirga berjalan ke arah luar rumah, Calya mengikutinya dari belakang hingga di pintu rumah. Dirga terus berjalan hingga ke luar pagar, dan tak lama ia telah datang kembali bersama seorang wanita paruh baya.

"Mari Tante, silahkan masuk." Dirga mempersilahkan wanita yang datang bersamanya itu masuk ke dalam rumah. Calya sudah menunggu di sana. Disambutnya tamu yang datang itu dengan senyuman manisnya.

"Silahkan duduk Tante, maaf rumahnya hanya seperti ini. Tante datang bareng Dirga dari Jakarta ya?"

"Terima kasih Nak. Iya Saya datang bersama Dirga tadi."

"Oh, Tante dan Dirga memang sudah saling mengenal?" Calya bertanya dengan wajah yang sedikit bingung karena dia sama sekali belum pernah bertemu dengan wanita itu.

"Iya kami sudah lama saling mengenal."

"Oh begitu, baik Tante duduklah sebentar, Saya buatkan minuman dulu, Tante pasti lelah setelah perjalanan tadi." Calya lalu beranjak ke dapur membuat secangkir teh hangat untuk tamunya. Tak lama kemudian dia kembali dan menyuguhkan minuman yang sudah dibuatnya itu, lalu ia pun duduk di samping Bu Broto.

"Terima kasih Nak Calya."

"Wah Tante sudah tahu nama saya ya?"

"Iya tante tahu dari Nak Dirga."

Sesaat kemudian Bu Broto memegang wajah Calya, diusapnya pipi wanita di hadapannya itu. "Ternyata kamu sangat manis, dan kau juga wanita yang baik. Namamu Calya yang artinya sempurna. Sungguh orang tuamu tak salah memilih nama, kamu wanita yang sempurna. Tante kini tahu mengapa Nak Dirga memilihmu."

"Tante bisa saja. Tapi... sebenarnya hubungan Tente dan Dirga apa ya? Apa tante ini tantenya Dirga? Ga, kamu kok gak pernah cerita sih?" Calya mengalihkan pandangannya pada Dirga, namun Dirga tak menjawab sepatah katapun, Dirga hanya menunduk.

"Ga...! Ditanya kok diam saja sih?"

"Nak Calya, tante dan Dirga tidak ada hubungan kekeluargaan."

"Lho...jadi? Tante dan Dirga?"

"Tante adalah mamanya Haira."

"Haira?!" Mata Calya terbelalak. Nama itu, Haira adalah nama yang tak asing baginya. Ya, Haira mantan kekasih Dirga, suaminya. Lalu mengapa Mama Haira kini ada di sini, di rumahnya, di hadapannya. Jantung Calya berdegup tak beraturan, seperti sebuah firasat akan terjadi sesuatu padanya hari ini.

"Iya Nak Calya. Tante adalah Mama Haira, mantan kekasih Dirga. Nak Calya mungkin bertanya-tanya untuk apa tante datang ke sini dan mengapa tante datang bersama Dirga. Tante akan menjelaskan semuanya, tapi sebelumnya tante mohon agar Nak Calya mau mendengarkan tanpa emosi."

"Iya Tante, Calya butuh penjelasan."

"Haira sekarang sedang dirawat di rumah sakit. Kondisinya kritis, dia menderita penyakit kelainan jantung. Dokter mengharuskan untuk segera dilakukan operasi. Akan tetapi Haira selalu menolak, Haira merasa sudah tak ada alasan untuk hidup lagi, namun setiap hari nama yang selalu disebutnya adalah nama Nak Dirga. Kami sebagai orang tua pasti akan melakukan apapun untuk kesembuhan anak kami, makanya kami menghubungi Nak Dirga dan memintanya datang ke Jakarta untuk menemui Haira. Kami berharap Nak Dirga bisa membantu kami membujuk Haira untuk mau menjalani operasi."

"Apa? Dirga ke Jakarta untuk menemui Haira?" Pandangan Calya beralih ke arah Dirga. Dirga masih tak mampu memandang wajah Calya. "Jadi ini maksud kata maafmu tadi Ga?" Dirga masih menunduk dan diam membisu.

"Nak Calya tolong janganlah marah kepada Nak Dirga. Dia hanya berniat membantu kami. Dengarkanlah Nak, bagaimanapun dokter sudah memvonis umur Haira takkan lama. Dokter hanya memberi kami waktu tiga hari untuk Haira menjalani operasi ini. Jika tidak..." Bu Broto tak mampu melanjutkan kata-katanya, hanya suara sesenggukan yang keluar kini.

"Baiklah Tante, Calya sudah memaafkan kebohongan Dirga bila memang seperti itu. Calya turut prihatin atas apa yang terjadi pada Haira. Berarti setelah kedatangan Dirga untuk menemui Haira, sekarang Haira sudah dioperasi?"

Bu Broto menggelengkan kepalanya. Calya memahami arti bahas tubuh Bu Broto.

"Belum, kenapa? Tante sampai datang kemari bersama Dirga meninggalkan Haira, tapi kenapa Haira belum dioperasi? Bukankan tante ke sini untuk menjelaskan tentang kedatangan Dirga ke Jakarta agar aku tak marah pada Dirga?"

"Haira belum mau menjalani operasi sebelum keinginan terakhirnya dipenuhi oleh Dirga."

"Keinginan terakhir?" Calya mengerutkan keningnya.

"Haira ingin menjadi isteri Dirga."

"Apa?! Isteri?"

"Nak Calya tolonglah tante. Ini adalah keinginan terakhir Haira. Setidaknya operasi ini akan memperpanjang sedikit usianya. Kami ingin lebih lama lagi bisa bersama Haira, namun bila tak dilakukan operasi, umur Haira hanya dalam hitungan hari saja. Nak Dirga hanya akan menikahi Haira secara siri. Kamu tetaplah isteri sahnya. Nak Calya adalah seorang perempuan sama seperti tante, pasti memahami perasaan tante saat ini. Bagaimana anak bagi seorang ibu adalah segalanya."

Anak? Calya seakan tercekik mendengar kata itu. Anak adalah hal yang belum diberikannya untuk Dirga selama dua tahun pernikahan mereka. Calya kembali menatap wajah Dirga yang masih saja menunduk. Ada banyak tanya yang ingin diungkapkan pada suaminya itu, tapi tidak di sini.

"Ga, aku mau bicara sama kamu. Kita ke belakang sebentar. Tante tolong tunggu di sini dulu." Calya beranjak menarik tangan suaminya. Dia terus berjalan melewati dapur dan keluar di pekarangan belakang rumah mereka.

"Dirga Mahendra, tataplah wajahku!"

Dirga mengangkat wajahnya, menatap wajah Calya yang sedang menatapnya dengan sorot mata tajam.

"Kamu pergi ke Jakarta setelah membohongi aku, lalu kini kamu kembali dengan membawa sembilu untuk menoreh luka yang lebih dalam lagi. Kamu sadar gak Ga? Kenapa kamu diam? Apa karena kamu sudah memberikan janji kepada mereka? Kamu menjanjikan pernikahan itu? Kamu menginginkannya? Apa kamu masih mencintainya? Jawablah Dirga Mahendra!" Emosi Calya tak terbendung lagi, suaranya terdengar bergetar dan lantang. Dirga merengkuh tubuh Calya, dipeluknya erat tubuh isterinya yang kini bergetar karena isakan.

Praba yang sedang berada di dapur mendengar suara lantang Calya tadi pun berjalan keluar rumah, di balik pagar bambu yang membatasi rumahnya dengan rumah Dirga dan Calya, ia dapat melihat jelas apa yang terjadi.

"Dirga sudah datang? Calya kenapa dia menangis? Ah mungkin mereka sedang bertengkar." Praba membalikkan badannya hendak masuk ke dalam rumah, namun saat suara lantang Calya kembali terdengar, Praba tersentak dan terpaku di tempatnya berpijak.

"Kamu akan menikahinya Ga? Jawab!" Calya berusaha melepaskan pelukan Dirga.

"Haira butuh operasi itu Cal. Dan hanya jika aku menikahinya dia bersedia dioperasi."

"Kamu bukan malaikat Dirga. Hidup mati manusia itu sudah ditentukan. Bukan karena kamu menikahinya lalu dia akan sembuh dan hidup kembali."

"Hidup mati memang sudah ditentukan, tapi semua ada jalannya, ada ikhtiar, ada jalan takdir. Mungkin ini sudah takdir kita diperkenankan untuk menolong Haira."

"Menolongnya dengan menyakitiku?"

"Aku tak pernah ingin menyakitimu Cal. Setelah menikah dengannya dan dia dioperasi, aku akan kembali padamu. Dia akan kembali ke keluarganya. Setidaknya keinginan terakhirnya sudah dilaksanakan, dan bila itu membuatnya bahagia, bukankah akan menjadi pahala untuk kita terutama untukmu Cal. Hanya wanita yang kuat yang bisa melakukan ini, dan mungkin Allah memilih kamu karena Dia tahu kamu bisa. Poligami ini hanya untuk menolong Haira dan keluarganya. Tak ada sedikitpun niatku untuk meninggalkanmu. Aku pun tak akan bisa hidup tanpa kamu Calya."

"Kamu janji Ga? Kamu janji setelah dia dioperasi kamu akan segera kembali padaku? Kamu janji tidak akan ada hubungan yang lebih antara kalian walaupun kalian telah menikah? Kamu janji tidak akan meninggalkanku karena dia? Kamu janji Ga?"

Suara isak tangis Calya membuat tiap kata yang keluar dari mulutnya seperti suara rintihan yang pilu.

"Aku janji Cal. Aku janji." Dirga kembali memeluk isterinya, namun kali ini sembari membawa Calya masuk ke dalam rumah.

Praba yang sedari tadi terpaku di balik pagar bambu menarik nafasnya sambil menepuk kepalanya sendiri. "Poligami? Dirga akan berpoligami? Calya..."

***

"Tante, ayo kita pergi. Kita bisa terbang dengan pesawat sore ini kembali ke Jakarta." Dirga berkata pada Bu Broto setelah dirinya dan Calya kembali ke ruang tamu.

"Maksud Nak Dirga? Kita kembali ke Jakarta dan Nak Dirga...?"

"Iya Tante, dan Dirga akan menikah dengan anak tante." Calya menjawab pertanyaan Bu Broto.

"Apa? Alhamdulillah. Terima kasih Nak Calya. Sungguh hatimu sangat besar. Semoga Allah membalas kebaikanmu, memberimu kebahagiaan berkali-kali lipat dari kebahagian yang akan dirasakan oleh Haira."

"Aamiin. Sama-sama Tante. Kebahagiaan saya adalah suami saya, dan saya berharap dia tidak akan lupa pada janji-janjinya." Calya menatap Dirga dan Dirga membalasnya dengan anggukan kepalanya.

"Kami pergi dulu ya Cal. Kamu baik-baik di rumah. Aku akan segera kembali bila semuanya telah selesai." Dirga mengecup kening Calya yang disambut dengan pelukan Calya.

"Segeralah kembali."

"Tante permisi ya Nak Calya, sekali lagi terima kasih. Tante dan keluarga tidak akan pernah melupakan kebaikan Nak Calya." Bu Broto berjalan menghampiri Calya, dijabatnya tangan Calya lalu dipeluknya tubuh wanita itu.

Dirga dan Bu Broto berjalan keluar memasuki taksi yang masih menunggu sejak tadi. Calya mengikuti hingga ke halaman. Dia berdiri memandangi kepergian taksi yang membawa raga suaminya itu hingga tak tampak lagi dari pandangannya.

Namun Calya terus berdiri dengan tatapan nanar yang mungkin kini telah kosong dan perlahan menjadi gelap. Sekilas dirasakannya tubuhnya terhuyung ke belakang dan sesosok manusia sigap menangkapnya. Dalam cahaya samar dipandanginya sosok itu, namun penglihatannya semakin redup dan akhirnya ia tak dapat melihatnya lagi. Calya tak sadarkan diri. Pingsan.

BERSAMBUNG

Terpopuler

Comments

Mela Rosmela

Mela Rosmela

najis kamu dirga..!!

2020-07-25

0

W⃠🦃𝖆𝖑𝖒𝖊𝖎𝖗𝖆 Rh's😎

W⃠🦃𝖆𝖑𝖒𝖊𝖎𝖗𝖆 Rh's😎

aku benci dengan alasan membantu demi kemanusiaan atau demi keselamatan nyawa seseorang tapi tidak dengan cara menyakiti hati yang lainnya... karena ucapan manusia,, janji manusia tidak akan selalu dapat di terpenuhi....

2020-05-20

1

lihat semua
Episodes
1 Cinta yang Telah Terikat
2 Kehadiran Masa Lalu
3 Pengorbanan Hati
4 Pernikahan Kedua
5 Demi Kebahagiaan
6 Kejutan untuk Haira
7 Dimulainya Kebohongan
8 Pertemuan Keluarga Broto dan Edy
9 Resepsi dan Bulan
10 Kejutan Kedua Vs Masak Bersama
11 Berangkat Bulan Madu
12 Bulan Madu (21+)
13 Kecemasan
14 Ulang Tahun Calya
15 Melupakan Kesedihan
16 Pulang Mendadak
17 Kembali ke Pelukan
18 Antara Dua Senyuman
19 Senjata untuk Memenangkan Hati
20 Empat Hati
21 Dilema
22 Memilih
23 Kepelikan
24 Persetujuan
25 Dalam Satu Kota
26 Bertemu Madu
27 Niat Terselubung Sang Madu
28 Rencana Sang Madu
29 Aksi Sang Madu
30 Janji untuk Bertahan
31 Kelabu
32 Jebakan Madu
33 Terperangkap
34 Hati yang Beralih
35 Sang Teman
36 Pelukan
37 Talak
38 Ikhlas
39 Menang dan Kalah
40 Mencari Muka
41 Mundur
42 Perceraian dan Benih yang Tertanam
43 Kepergian
44 Penghuni Baru
45 Hari Baru dan Bertemu Masa Lalu
46 Masa Lalu yang Pernah Pergi
47 Rain and Snow
48 Diterima Bekerja
49 Myesha Mulai Bekerja
50 Bertemu Lagi karena Takdir?
51 Sahabat
52 Kenyataan
53 Hubungan
54 Malioboro
55 Niat Raindra
56 Orang Tua Calya
57 Sumpah Sang Ayah
58 Mencari Jejak Sang Putri
59 Terkejut
60 Kelegaan
61 Rasa
62 Pindah Rumah
63 Harapan
64 Sendiri
65 Celaka
66 Awal Karma
67 Menyimpan Rahasia
68 Ratapan
69 Terungkap
70 Perasaan Lama
71 Keputusan
72 Satu Atap
73 Bercanda
74 Usaha Kuliner
75 Istri
76 Mutasi Dirga
77 Seorang Putra
78 Gelisah
79 Pengungkapan Rasa
80 Kedatangan
81 Rasa Sayang
82 Sekantor
83 Keyakinan
84 Saling Selidik
85 Syukur dan Penyesalan
86 Ketahuan
87 Menguak Rasa
88 Bertemu
89 Mengungkap Rahasia
90 Pertentangan
91 Visualisasi Raindra
92 Visualisasi Haira
93 Visualisasi Dirga
94 Pengakuan Rasa
95 Menerima Kenyataan
96 Perubahan Anela
97 Berubah
98 Visualisasi Praba
99 Kenangan Pertemuan
100 Kenangan Kedekatan
101 Kenangan Kedekatan 2
102 Kehadiran Anela
103 Antara Orang Tua
104 Kontraksi
105 Kelahiran
106 Kenangan Penyatuan Rasa
107 Hati yang Lapang
108 In Memorial
109 Akhir Cerita
110 Memori Kasmaran
111 Ending
Episodes

Updated 111 Episodes

1
Cinta yang Telah Terikat
2
Kehadiran Masa Lalu
3
Pengorbanan Hati
4
Pernikahan Kedua
5
Demi Kebahagiaan
6
Kejutan untuk Haira
7
Dimulainya Kebohongan
8
Pertemuan Keluarga Broto dan Edy
9
Resepsi dan Bulan
10
Kejutan Kedua Vs Masak Bersama
11
Berangkat Bulan Madu
12
Bulan Madu (21+)
13
Kecemasan
14
Ulang Tahun Calya
15
Melupakan Kesedihan
16
Pulang Mendadak
17
Kembali ke Pelukan
18
Antara Dua Senyuman
19
Senjata untuk Memenangkan Hati
20
Empat Hati
21
Dilema
22
Memilih
23
Kepelikan
24
Persetujuan
25
Dalam Satu Kota
26
Bertemu Madu
27
Niat Terselubung Sang Madu
28
Rencana Sang Madu
29
Aksi Sang Madu
30
Janji untuk Bertahan
31
Kelabu
32
Jebakan Madu
33
Terperangkap
34
Hati yang Beralih
35
Sang Teman
36
Pelukan
37
Talak
38
Ikhlas
39
Menang dan Kalah
40
Mencari Muka
41
Mundur
42
Perceraian dan Benih yang Tertanam
43
Kepergian
44
Penghuni Baru
45
Hari Baru dan Bertemu Masa Lalu
46
Masa Lalu yang Pernah Pergi
47
Rain and Snow
48
Diterima Bekerja
49
Myesha Mulai Bekerja
50
Bertemu Lagi karena Takdir?
51
Sahabat
52
Kenyataan
53
Hubungan
54
Malioboro
55
Niat Raindra
56
Orang Tua Calya
57
Sumpah Sang Ayah
58
Mencari Jejak Sang Putri
59
Terkejut
60
Kelegaan
61
Rasa
62
Pindah Rumah
63
Harapan
64
Sendiri
65
Celaka
66
Awal Karma
67
Menyimpan Rahasia
68
Ratapan
69
Terungkap
70
Perasaan Lama
71
Keputusan
72
Satu Atap
73
Bercanda
74
Usaha Kuliner
75
Istri
76
Mutasi Dirga
77
Seorang Putra
78
Gelisah
79
Pengungkapan Rasa
80
Kedatangan
81
Rasa Sayang
82
Sekantor
83
Keyakinan
84
Saling Selidik
85
Syukur dan Penyesalan
86
Ketahuan
87
Menguak Rasa
88
Bertemu
89
Mengungkap Rahasia
90
Pertentangan
91
Visualisasi Raindra
92
Visualisasi Haira
93
Visualisasi Dirga
94
Pengakuan Rasa
95
Menerima Kenyataan
96
Perubahan Anela
97
Berubah
98
Visualisasi Praba
99
Kenangan Pertemuan
100
Kenangan Kedekatan
101
Kenangan Kedekatan 2
102
Kehadiran Anela
103
Antara Orang Tua
104
Kontraksi
105
Kelahiran
106
Kenangan Penyatuan Rasa
107
Hati yang Lapang
108
In Memorial
109
Akhir Cerita
110
Memori Kasmaran
111
Ending

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!