Praba beranjak bangkit. Mengangkat tubuh Calya ke tempat tidur. Memposisikannya agar tidur dengan nyaman. Setelah itu, ia berlalu ke dapur untuk membuat sarapan.
Beberapa menit kemudian sebuah omlet sudah tersaji. Dua gelas teh juga telah bertahta di meja. Praba meletakkan sebuah kotak di tengah-tengah meja.
Mencium aroma masakan serta merta membuat Calya membuka mata. Ia kaget saat menyadari sedang tertidur bukan di kamarnya sendiri. Calya beringsut bangkit.
Lalu ... perlahan ia menyadari sedang berada di rumah Praba. Bergegas ia keluar dari kamar, menuju dapur.
"Pak Praba ...." gumam Calya saat melihat Praba sedang mencuci perkakas.
"Eh ... Bu Dirga sudah bangun?" tanya Praba.
"M- maaf ... saya ketiduran di ...."
"Terima kasih," sahut Praba.
"Ya ... em ... semalam saya datang mencari Pak Praba, tapi tak ada jawaban. Rupanya pintu masih terbuka, jadi ... saya masuk dan melihat Pak Praba sedang demam. Lalu ...."
"Terima kasih, Bu Dirga" ucap Praba sembari berjalan menuju meja makan dan membuka kursi. "Silahkan duduk," lanjutnya.
"Hem? Pak Praba sudah sehat?" tanya Calya bingung.
"Apakah Bu Dirga masih melihat saya sakit?" balas Praba.
Calya menggeleng.
"Kalau begitu sekarang duduklah," ujar Praba.
Calya pun melangkah menuju kursi itu dan duduk.
"Sekarang kita sarapan," ucap Praba setelah turut duduk di kursi depan Calya.
"Pak Praba yang menyiapkan ini? tanya Calya.
"Apakah Bu Dirga melihat ada orang lain di sini?" lirih Praba sembari menengok ke sana kemari.
Calya tertawa.
"Sekali lagi ... terima kasih, sudah merawatku semalaman," desis Praba.
"Sama-sama .... Bukankah Pak Praba yang lebih banyak menolong saya?" sahut Calya.
"Mungkin ... kita memang ditakdirkan untuk saling menolong," ucap Praba.
"Ya, mungkin ... walaupun dengan awal pertemuan yang lucu ...."
"Bu Dirga masih mengingatnya?"
"Tentu saja. Dan ... begitu mengetahui bila Pak Praba adalah atasan Dirga di kantor, saya jadi malu sendiri," ujar Calya.
"Oh ya?" Praba menaikkan sebelah alisnya.
"Sudah ah, jangan diingat lagi kejadian itu." Calya menundukkan wajahnya karena malu.
"Oke, kalau begitu ayo kita sarapan," ajak Praba.
Calya pun mengangguk lalu mulai menyeruput tehnya. Sepotong omlet sudah berpindah ke piring mereka masing-masing.
"Em ... ini apa, Pak?" tanya Calya saat pandangannya jatuh pada kotak yang berada di tengah meja itu.
"Bukalah!" sahut Praba sambil menyuapkan sesendok omlet ke mulutnya.
"Maksud Bapak?" tanya Calya bingung.
"Kalau ingin tahu isinya, ya buka saja," jawab Praba.
Perlahan Calya meraih kotak itu lalu membukanya. Sebuah kalung emas dengan liontin berbentuk bundar.
"Ini kalung milik siapa, Pak?" tanya Calya.
"Selamat ulang tahun," gumam Praba.
"Apa?! Ulang tahun? Saya ...." Calya mengingat-ingat tanggal hari ini.
Dan benar saja, hari ini adalah peringatan hari kelahirannya ke dua puluh tujuh tahun.
Calya kembali menatap Praba. Pertanyaan berkecamuk di benaknya. Mengapa Praba bisa mengetahui hari kelahirannya itu..
"Bagaimana Bapak-"
"Bisa tahu?" Praba memotong ucapan Calya.
Calya mengiyakan dengan anggukan.
"Kemarin di kantor, saya tidak sengaja melihat data milik Dirga, dan di sana ada pula data istrinya. Mengetahui hari ini adalah ulang tahun Bu Dirga dan ... suaminya sedang tak ada di sini, saya terpikir untuk membuat kejutan kecil untuk Bu Dirga agar tak merasa sendiri di hari bahagia ini. Namun ... hujan deras membuat saya harus demam semalam. Jadi yang tadinya saya berencana memberikan kejutan di tengah malam, malah tak jadi," jelas Praba.
Calya terdiam sejenak. Batinnya berkecamuk. Mengapa Praba bisa peduli pada hari ulang tahunnya? Sementara Dirga, suaminya, orang yang semestinya ada bersamanya untuk merayakan hari ini, justru entah berada dimana saat ini.
Dari kursinya Praba telah berdiri, berjalan ke arah wanita di hadapannya. Ia meraih kalung yang ada di tangan Calya. Lalu melingkarkannya ke leher wanita yang masih duduk dengan perasaan yang tak bisa dijelaskan itu.
"Liontin kalung ini berbentuk bulat seperti bulan. Bila Bu Dirga merasa sedang sendiri dan sedih, genggamlah ini," ucap Praba setelah kalung itu terlingkar di leher Calya.
Calya menggenggam liontin itu lalu menoleh pada Praba, "Terima kasih atas kebaikan Pak Praba ...."
Praba membalas tatapan Calya. Ada rasa yang entah sedang berkecamuk di hati pria itu. Rasa yang tak mungkin bisa diungkapkan karena sebuah status.
Namun yang pasti, Praba tak ingin Calya berlarut-larut dalam penderitaan batinnya yang entah sampai kapan akan terjadi itu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Yulia Syam May Azzahra
next
2020-04-10
0
Sri Kartini
kasihan calya terlupa ma suami...kejaammmm
2020-04-10
0