Sebulan berlalu dari hari itu. Dirga telah memblokir nomor kontak Haira beserta keluarganya. Dia merasa perlu untuk memberi jarak antara hidupnya dengan istri keduanya itu. Kebahagiaan Calya adalah yang terpenting baginya kini.
Selama sebulan terakhir, tak ada saat tanpa memberi senyuman pada Calya. Itulah cara untuk menebus kesalahannya. Calya pun mulai menata kembali hati dan rumah tangganya. Perhatian dan cinta Dirga telah membuatnya mampu melupakan dan memaafkan kesalahan suaminya itu.
Sementara Praba, sebisa mungkin menjaga jarak dari Calya. Namun, kenangan beberapa hari bersama wanita itu tentu belum dilupakannya. Akan tetapi, melihat Calya kembali berbahagia telah cukup menenangkan hatinya.
Pagi ini Calya memasak omlet untuk sarapan. Dirga yang meminta menu itu. Saat omlet itu sudah matang dan dihidangkan di atas meja, Calya seketika teringat pada Praba. Omlet adalah menu yang dibuatkan oleh Praba saat mereka merayakan ulang tahun Calya.
Mengingat perayaan ulang tahun itu serta merta membuat Calya mengingat hadiah yang diberikan oleh Praba. Segera direngkuhnya liontin bulan yang tergantung pada kalung yang melingkar di lehernya.
"Aku harus melepas ini, sekarang Dirga mungkin belum menyadarinya ...." Calya bergumam pada dirinya sendiri.
Sejurus kemudian ia telah berjalan memasuki kamarnya. Sesaat ia duduk di depan meja rias, hendak melepaskan kalung itu.
"Sayang ... Sayang, dimana kamu?" Suara panggilan Dirga membuat Calya tersentak hingga membuatnya bergegas berdiri.
"Ya, Ga ... aku di kamar." Calya berjalan keluar kamar, menghampiri suaminya.
Ia pun batal melepaskan kalungnya.
Dirga sudah duduk di kursi makan, menyantap omlet buatan istrinya.
"Hmm ... enak sekali, Sayang. Aku memang beruntung punya istri yang jago masal kayak kamu," puji Dirga.
"Beruntung? Itu benar atau hanya sekadar rayuan?" sahut Calya.
"Tentu saja benar dong, Sayang. Aku mengucapkan itu dari lubuk hati terdalam," gumam Dirga.
"Really?" sanggah Calya.
Dirga menggenggam tangan Calya, "Aku berani bersumpah ... aku takkan pernah sanggup bila kehilangan dirimu ...."
Calya tersenyum, lalu merebahkan kepalanya di pundak suaminya. Dirga memberi kecupan lembut di dahi wanitanya itu.
***
Haira dan keluarganya telah kembali ke Surabaya. Proses penyembuhan dan masa kontrol penyakit Haira sudah usai. Sebulan ini, sejak Dirga pergi, Haira benar-benar kehilangan kontak darinya. Bahkan orang tua dan adiknya, Mirna pun tak dapat menghubungi Dirga.
Mau diapa, Pak Broto tak dapat berbuat banyak. Sudah terlalu banyak permintaan yang mereka ajukan pada Dirga. Kini mereka hanya dapat menghibur Haira dengan cara mereka seperti mengajaknya jalan-jalan atau piknik bersama. Namun, bagaimanapun mereka tahu bahwa yang dibutuhkan oleh putri mereka adalah kehadiran Dirga di sisinya.
Hari ini Haira terbaring lemas di kamarnya. Rasanya ia tak mampu untuk bangun. Duduk saja, kepalanya terasa berputar. Belum lagi perasaan aneh di lambungnya.
"Nak, ayo sarapan dulu," tutur Bu Broto saat masuk ke dalam kamar Haira.
"Tidak, Ma. Haira lemas ... biar sarapan di kamar saja. Kepala Haira pusing, tidak bisa bangun," jawab Haira.
"Apa kamu sakit, Nak?" tanya Bu Broto sembari mendekat pada Haira dan menempatkan punggung tangannya di dahi putrinya.
"Entahlah, Ma ... Haira tidak demam hanya berasa pusing dan mual," ujar Haira.
"Apa? Pusing dan mual?" Bu Broto tampak berpikir sejenak.
Tak lama kemudian ia berjalan menuju kalender meja yang ada di atas nakas. Dia tahu bila Haira selalu melingkari tanggal datang bulannya. Dan ... bulan ini belum ada tanggal yang terlingkari.
Bu Broto merasakan irama jantungnya menjadi cepat. Tak lama kemudian dia kembali mendekat pada Haira lalu memeluk erat putrinya.
"Aduh, kenapa sih, Ma? Kok tiba-tiba peluk Haira?" tanya Haira bingung.
"Sayang ... tunggulah sebentar, Mama akan ke apotek dulu," sahut Bu Broto.
"Mama mau beli obat? Gak mau ah! Haira sudah jenuh minum obat. Paling Haira cuma masuk angin, istirahat sebentar juga sembuh," ujar Haira.
"Yang mau Mama beli ini bukan obat sembarangan, tapi bisa menjadi obat hatimu. Pengobat kerinduanmu ...."
Haira tampak bingung mendengar ucapan ibunya. Namun belum juga sempat bertanya, wanita paruh baya itu sudah berlalu meninggalkan kamar Haira.
Selang beberapa waktu ia kembali. Di tangannya tampak menenteng sesuatu.
"Sayang ... ayo, kita tes," ucap Bu Broto pada Haira.
"Tes apa, Ma?" tanya Haira masih bingung dengan perilaku ibunya.
Bu Broto mengeluarkan barang yang dibawanya. Sebuah alat kecil untuk menguji kehamilan diserahkan pada Haira.
"Testpack?" tanya Haira sembari memegang benda itu.
"Iya ... ibu curiga bila kamu .... Hmm ... alangkah baiknya bila kita tes dulu," ujar Bu Broto.
Haira menatap ibunya. Tak lama kemudian senyum tersimpul di bibirnya. Benar juga, ia tak mendapat menstruasi sejak bulan madu itu. Tak ada salahnya bila melakukan tes.
Haira segera bangkit dan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya. Testpack itu pun digunakannya.
Setelah beberapa saat, ia sudah dapat melihat hasilnya. Tangan Haira bergetar menggenggam benda kecil itu. Ia bergegas keluar dari kamar mandi.
"Haira? Bagaimana, Nak?" Bu Broto tampak tak sabar.
Tanpa menjawab, Haira bergegas memeluk ibunya.
"Haira ...." gumam Bu Broto.
Haira melepaskan pelukannya, kemudian menyerahkan benda yang dipegangnya pada ibunya.
"Oh Tuhan ... Haira ...." Bu Broto menutup mulutnya dengan sebelah tangan.
Matanya nanar menatap dua garis merah yang muncul di testpack itu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Mela Rosmela
ibu macam apa yg mengijinkan anaknya jadi pelakor.. !! balik lagi aja dirga, biar calya sama praba aja
2020-07-26
1
Sri Kartini
nah muncul lg deh masalah..pasti senjata haira
2020-04-12
1
Vitia Andriani
gemeessss pen gue tusuk tuh haira
2020-04-12
1