Malam semakin larut, hening... Seolah seluruh penghuni kota ini telah terlelap dalam tidurnya. Suara binatang malam pun tak lagi terdengar. Hanya bulan purnama yang masih nampak menjaga malam, dan mungkin juga menjaga sesosok wanita yang masih terjaga di sudut kamarnya.
Calya...pikirannya masih melayang mengingat kejadian sore tadi. Perkataan Dirga seperti masih menjadi tanya yaang menyesakkan dadanya dan membuatnya tak dapat terlelap.
"Ini apa Ga?" Tanya Calya sambil menyodorkan telepon genggam Dirga yang memperlihatkan sebuah chat grup di dalamnya.
"Mereka memasukkanku ke grup alumni, ya apa salahnya berada di grup itu. Toh hanya untuk menjalin silahturahmi dengan teman-teman semasa kuliah." Dirga menjawab datar.
"Bukan soal kamu berada di dalam grup itu. Tapi isi grup ini banyak membahas tentang kamu dan dia."
"Dia? Maksud kamu apa sih Cal?"
"Kamu dan mantan kekasihmu Dirga!" Calya melantangkan suaranya.
"Aku tak dapat melarang siapapun yang ada di grup itu untuk membahas atau tak membahas hal apapun. Mereka hanya mengenang cerita-cerita kala kami kuliah. Toh itu hanya masa lalu."
"Kamu menyimpan kontaknya Ga." Calya memelankan suaranya kini, namun matanya mulai nampak berkaca.
"Aku menyimpan kontak seluruh kawanku yang ada di grup itu, apa salahnya? Mungkin saja sewaktu-waktu aku membutuhkannya. Teman-temanku bekerja di berbagai kantor pemerinta dan swasta, dan tidak menutup kemungkinan suatu saat aku harus berkomunikasi dengan mereka yang berhubungan dengan pekerjaanku. Sudahlah Cal, jangan terlalu posesif nanti malah kamu stres sendiri."
Dirga berjalan memasuki kamar, menutupnya dengan keras meninggalkan Calya berdiri di sudut ruang tamu rumah dinas itu. Air mata kini menetes dari kedua sudut matanya.
Bagaimana tidak, Dirga yang begitu lembut sejak dia mengenalnya, kini telah bersuara lantang hanya untuk mempertahankan alasannya menyimpan kontak Haira, wanita di masa lalunya. Batin Calya berkecamuk, ada rasa ketakutan di sana. Calya sangat takut, masa lalu Dirga hadir kembali seolah akan menjadi bayangan hitam pernikahannya.
Seandainya saja Dirga tak membuat argumen dan langsung menghapus kontak Haira, mungkin Calya akan mendapatkan ketenangan hatinya, tak perlu mengurai pedihnya dengan air mata.
Air mata Calya kembali berlinang malam ini. Tak ada yang mendengarnya karena Dirga tak berada di rumah hingga selarut ini. Sejak percakapan sore itu Dirga pergi dan belum kembali.
"Aku ke kantor, ada kerjaan yang harus ku selesaikan, mungkin sampai malam." Hanya perkataan itu yang diucapkan Dirga sambil berlalu tanpa sedikitpun memandang wajah Calya.
***
Pagi ini udara terasa sejuk. Calya sudah bangun dan mengerjakan tugasnya sebagai isteri. Sudah seminggu berlalu sejak pertengkarannya dengan Dirga. Calya sudah berniat tak akan lagi menanyakan tentang Haira. Dia ingin semua kembali seperti semula. Secangkir kopi susu dan sepiring roti bakar dihidangkan di hadapan suaminya tepat saat suaminya sedang mengangkat panggilan telepon di gawainya.
"Halo. Ya. Apa?! Hmm tunggu sebentar." Dirga melangkah keluar rumah, berbicara di telepon itu beberapa saat lalu kembali masuk menghampiri isterinya.
"Aku harus ke Jakarta sore ini Cal, tolong siapin pakaianku untuk tiga hari."
"Ke Jakarta? Kok mendadak Ga, ada kegiatan apa?"
"Ada kegiatan penting, dan ini memang mendadak." Dirga hanya menjawab seadanya sambil berlalu ke kamar mandi.
Calya tak dapat bertanya lebih banyak lagi, segera dilakukan perintah suaminya. Tugas mendadak seperti itu memang sudah biasa terjadi.
"Aku berangkat ya Cal, kamu baik-baik di rumah, tak perlu mengantarku sampai bandara." Dirga mengelus rambut isterinya dengan lembut.
"Kamu hati-hati Ga, segera kabari aku kalau sudah sampai."
"Pastilah sayang."
Dirga mengangkat kopernya, berjalan keluar rumah, namun sesampainya di depan pintu, ia kembali membalikkan badannya.
"Aku mencintaimu Calya Janalin."
"Aku mencintaimu juga Dirga Mahendra." Calya tersenyum kecil memandangi suaminya. Sungguh Calya merasa lega karena suaminya tak lupa mengucapkan kata-kata itu seperti yang biasa dilakukannya saat hendak bepergian.
Dirga berlalu menaiki taksi yang akan membawanya ke bandara. Calya mengikuti langkah suaminya hingga ke pagar rumah. Tak sedetikpun pandangannya berpaling hingga raga suaminya benar-benar tak tampak lagi dari penglihatannya.
***
Pintu kedatangan bandara Jakarta petang itu sangat ramai. Nampak kerumunan orang yang menunggu keluarnya penumpang yang baru mendarat dari pintu itu. Dirga keluar menarik kopernya, sembari menengok ke kiri dan ke kanan seolah mencari seseorang yang akan menjempunya.
"Mas Dirga!" Suara seorang perempuan mengagetkan Dirga dan membuatnya menoleh pada arah datangnya suara itu.
"Hai Mir. Kita langsung ke rumah sakit kan?"
"Mas Dirga gak lelah? Gak mau makan dulu?"
"Nanti aja Mir, kita langsung ke rumah sakit saja."
Dirga dan Mirna berjalan ke parkiran menuju tempat terparkirnya mobil Mirna. Mirna mengendarai mobilnya menuju rumah sakit tempat kakaknya, Haira sekarang dirawat.
"Maafkan aku Mas, kemarin menghubungimu dan memintamu untuk datang ke sini. Kami sekeluarga tak tahu harus berbuat apa, Kak Haira sedang dalam masa krisis melawan penyakit jantungnya. Hanya nama Mas Dirga yang selalu disebutnya. Kami takut ini adalah permintaan terakhirnya untuk bertemu Mas Dirga, sehingga Mama dan Papa memintaku menghubungi Mas Dirga memakai handphone Kak Haira kemarin." Mirna memulai percakapan sambil terus menggerakkan setir di tangannya.
"Sejak kapan Haira krisis?"
"Dua hari lalu Kak Haira sesak napas, kami membawanya ke rumah sakit dan ternyata kondisinya semakin buruk. Tapi untuk penyakit Kak Haira sudah didiagnosis dokter sejak dua tahun lalu. Kak Haira stres setelah mendengar kabar pernikahan Mas Dirga."
"Stres? Bukankan tak lama setelah aku menikah, Haira juga menikah?"
"Iya, tapi pernikahannya tak lama. Kak Haira menggugat cerai Mas Tora hanya enam bulan setelah mereka menikah. Aku yakin Kak Haira menikah dengan Mas Tora hanya sebagai pelarian karena stres mengetahui Mas Dirga menikah."
"Iya, aku tahu Haira sudah bercerai tapi aku tak tahu bila diriku menjadi alasan atas apa yang terjadi padanya."
"Kak Haira masih merasa bersalah padamu Mas, dan Kak Haira sebenarnya masih mencintaimu. Itu yang ku tahu."
Dirga hanya diam mendengar ucapan terakir Mirna. Ingatannya kembali ke beberapa tahun silam kala ia masih kuliah. Gadis paling cantik di angkatannya menjadi kekasihnya. Tiga tahun menjalin kasih, Dirga dan Haira menjadi pasangan fenomenal di kampus mereka.
Sang pria adalah mahasiswa terpintar dan sang wanita adalah mahasiswi tercantik dan juga kaya. Ingatan Dirga terus melayang hingga ke hari itu, hari dimana hatinya hancur setelah mendapatkan kekasihnya telah menghianatinya. Haira kekasih yang dicintainya telah berselingkuh dengan Isman senior mereka di kampus.
Dengan matanya sendiri Dirga mendapati Haira dan Isman sedang berduaan di dalam kamar kos dalam keadaan terkunci. Yang lebih menyakitinya adalah kebisuan Haira saat Dirga bertanya padanya apa yang telah dilakukannya. Hari itu Dirga pergi meninggalkan Haira, memutuskan segala komunikasinya, tak pernah mau bertemu dengannya lagi. Hatinya hancur, namun ia tak memungkiri rasa cintanya pada Haira terlalu besar hingga Dirga memerlukan waktu lama untuk melupakannya.
Hingga takdir mempertemukannya dengan Calya, wanita yang dijumpainya di kota tempatnya pertama bertugas setelah lulus sebagai aparat sipil negara. Calya gadis yang selalu bertingkah konyol senantiasa mengisi hari-harinya dengan kebahagiaan hingga akhirnya membuatnya melupakan Haira.
Hanya enam bulan setelah menyatakan perasaannya pada Calya, Dirga melamarnya menjadi isterinya. Hal yang tak mudah mendapatkan Calya yang kala itu juga baru saja dilanda patah hati setelah berpisah dengan Raindra kekasihnya, membuat Dirga semakin yakin untuk menjadikan Calya sebagai isterinya.
Kini Haira kembali hadir dalam hidupnya. Sejak bertemu kembali melalui grup alumni mereka di whatsapp, Dirga seperti mengalamai dejavu. Masa-masa indahnya bersama Haira seperti muncul kembali membayang-bayangi ingatannya. Sampai pada hari itu ketika Haira mengiriminya pesan whatsapp yang menanyakan kabar Dirga.
Sebuah rasa berkecamuk di benak Dirga. Ada rasa takut, rasa benci, namun rasa keingintahuannya tentang Haira saat itu membuatnya akhirnya membalas pesan Haira dan kemudian menyimpan namanya dalam kontak telepon genggamnya. Dan hari ini Dirga akan menemui Haira, entah bertemu sebagai apa? Mantan kekasih atau teman? Atau mungkin sebagai dewa penolong untuk Haira yang sedang kritis?
"Apa isteri Mas Dirga tahu bila Mas Dirga akan menemui Kak Haira?" Pertanyaan Mirna seketika menyentakkan Dirga dari lamunannya.
"Isteri? Ohh... Emm..." Dirga pun teringat pada isterinya, yang hari ini telah dibohonginya.
Calya... Maafkan aku. Suara hati Dirga hanya mampu mengucapkan kata-kata itu saat mengingat apa yang telah dilakukan pada Calya hari ini, untuk pertama kalinya Dirga telah berbohong pada Calya.
"Mas Dirga?"
"Oh, Calya tidak tahu. Aku tak bilang padanya, aku kuatir dia tak mengijinkanku bertemu Haira, sementara kamu bilang kondisi Haira sedang kritis."
Mirna tersenyum mendengar jawaban Dirga, ada sebuah arti dari senyumannya seperti sebuah kelegaan dan harapan akan sesuatu.
***
Dirga mengikuti langkah Mirna menyusuri lorong rumah sakit itu hingga mereka sampai di depan sebuah kamar.
"Tunggu di sini sebentar Mas, aku akan masuk memberi tahu Mama dan Papa, mereka ada di dalam."
Mirna membuka pintu kamar dan masuk ke dalam. Tak lama kemudian Mirna keluar bersama Mama dan Papanya.
"Nak Dirga, sebelumnya Om ucapkan terima kasih karena Nak Dirga bersedia datang ke sini untuk menemui Haira."
"Sama-sama Om. Sekarang bagaimana keadaan Haira?"
"Haira sudah menunggu kamu sejak tadi. Dia sangat senang saat kami mengatakan bahwa Nak Dirga akan datang. Tolong bantulah kami Nak Dirga, hanya Nak Dirga yang kami harapkan dapat membantu kami untuk Haira. Keadaannya saat ini sedang kritis, dan perlu segera dioperasi, tapi Haira selalu menolak, dia tak mau dioperasi sebelum bertemu Nak Dirga. Haira selalu bilang lebih baik mati daripada dioperasi tanpa bertemu dulu dengan Nak Dirga. Om mohon atas nama Haira, maafkanlah kesalahan Haira di masa lalu yang pernah menyakiti Nak Dirga." Pak Broto tak mampu menahan kesedihannya hingga matanya kini berkaca-kaca. Bagaimanapun dia telah mengenal Dirga sejak masih menjalin hubungan dengan Haira puterinya, dan ia tahu apa yang telah terjadi antara Dirga dan Haira.
"Saya sudah memaafkan Haira, Om. Semua hanyalah masa lalu, dan sekarang saya datang sebagai kawan. Bila kedatangan saya bisa merubah keputusan Haira dan bersedia menjalani operasi, tentu saya akan sangat senang karena bisa membantu."
"Baiklah Nak Dirga, sekali lagi Om ucapkan terima kasih. Sekarang masuklah, Haira sudah menunggu."
Dirga menganggukkan kepalanya lalu melangkah ke arah pintu kamar itu, membukanya dan kini ia berdiri di dalam kamar itu memandang seorang wanita yang sedang terbaring dengan jarum infus di tangannya serta selang oksigen di hidungnya.
"Dirga... Kamu sudah datang?" Suara lemah dari wanita yang sedang terbaring itu membuat Dirga melangkahkan kakinya mendekati tepi tempat tidur itu.
"Iya Haira, ini aku."
"Terima kasih Dir. Aku tak akan tenang bila belum bertemu denganmu. Aku kritis Dir, mungkin sebentar lagi aku akan pergi."
"Tidak Ra, kamu tidak boleh bicara begitu. Kamu harus kuat, kamu pasti sembuh."
"Hanya kamu yang bisa menguatkan aku Dir. Aku minta maaf untuk kesalahanku dulu."
"Aku sudah memaafkanmu, tak perlu lagi merasa bersalah untuk hal itu."
"Tapi semuanya sia-sia kini. Aku....aku butuh kamu Dir." Kata terakhir Haira keluar diiringi suara sesenggukan tangisannya.
Dirga segera memegang tangan Haira berusaha meyakikannya untuk tenang dan berhenti menangis.
"Dua tahun lalu ketika kamu menghubungiku lewat chat facebook, aku sangat senang Dir. Aku mengira bahwa kamu berniat untuk kembali padaku. Ternyata saat itu kau sudah bersama wanita lain."
Hayalan Dirga pun kembali ke masa itu. Setelah tiga tahun tak berkomunikasi dengan Haira setelah mereka putus, mereka bertemu di facebook setelah Haira meminta pertemanan.
Kala itu sudah dua tahun sejak mereka lulus kuliah dan Dirga sudah bekerja sebagai aparat negara. Walaupun berteman di facebook tetapi mereka tak rutin berkomunikasi, hanya sekali saja Haira menanyakan apakah mereka boleh berteman di facebook, dan Dirga hanya mengiyakannya, hingga suatu hari Haira memasang sebuah foto profil yang menunjukkan dirinya kini telah berhijab.
[Kamu cantik banget dengan hijab Ra.] Begitulah isi pesan facebook Dirga kala itu.
"Selama kita berteman di fb aku selalu ingin meminta maaf padamu, tapi aku selalu takut melakukannya. Dan saat kamu mengirimi pesan yang mengatakan aku cantik dengan hijab, saat itu aku sangat senang, dan aku mengira kamu masih menyukaiku. Namun saat ku tanyakan kabarmu saat itu, ternyata kamu sedang mempersiapkan pernikahan dengannya. Saat itu aku hancur sekali. Aku menyesal mengapa tak meminta maaf padamu sejak lama. Aku masih mencintaimu sampai sekarang dan sampai kapanpun Dir. Bila kau bertanya tentang apa yang ku lakukan dulu, itu adalah kebodohanku. Aku menghianatimu tanpa berpikir itu akan menyakitimu. Aku hanya berpikir untuk kesenanganku. Aku mengira kau terlalu mencintaiku sehingga kau takkan marah dengan perbuatanku. Aku diam tak menjawabmu kala itu, karena ku pikir kau tak mungkin meninggalkanku. Aku begitu sombong dengan kepopuleranku, hingga aku melupakan tentang hatiku, tentang cinta sejatiku. Setelah kau tinggalkan aku, baru ku sadari bahwa aku mencintaimu, aku membutuhkanmu untuk terus bersamaku Dirga..."
"Tenanglah Ra. Tenangkan dirimu, kondisimu belum stabil, emosimu hanya akan memperburuk keadaanmu. Aku sudah memaafkanmu tanpa perlu ucapan permintaan maaf darimu. Semuanya hanyalah masa lalu, bagian dari takdir hidup kita. Sekarang kita adalah kawan. Dan aku ke sini untuk memberimu support, kamu harus kuat dan harus sembuh." Dirga mempererat genggaman tangannya berharap Haira akan lebih tenang dari emosinya.
"Kawan? Hanya kawan Dir?"
"Iya Ra, kita sekarang adalah kawan. Bukankah itu lebih baik daripada tak ada hubungan?"
"Umurku tak lama lagi Dir. Aku tak mau meninggal hanya sebagai kawanmu. Anggap saja ini permintaan terakhirku."
"Maksudmu bagaimana Ra?"
"Bila kau hanya menganggapku kawan, aku tak akan mau dioperasi besok. Untuk apa lagi aku berjuang untuk hidup?"
"Ra, ada keluargamu yang masih menginginkanmu ada."
"Aku ingin cinta sejati menjadi alasanku untuk hidup "
"Cinta sejati?"
"Iya Dir. Cinta sejatiku adalah kamu. Aku mau menjadi isterimu sebelum aku pergi untuk selamanya."
Dirga seketika tersentak. Dilepaskannya genggaman tangannya dari tangan Haira. Tubuhnya terasa seperti tersengat aliran listrik hingga otaknya berhenti berpikir. Dirga berdiri tegak seperti patung dengan pandangan kosong.
Inikah alasan keluarga Haira memintanya datang? Haira ingin menjadi isteri Dirga? Tapi Dirga bukanlah seorang pria bujang, dia telah beristeri. Calya adalah isterinya. Dirga sangat mencintai Calya. Dirga telah memilih Calya sebagai pendamping hidupnya.
Namun kini wanita dari masa lalunya datang kembali, memohon sebuah permintaan demi nyawanya. Tubuh Dirga kini terasa lemas, dia berjalan ke arah westafel di dalam kamar itu, memutar kerannya dan membasuh wajahnya dengan air yang telah mengalir. Wajahnya kini terasa segar, dan ia berharap otaknya pun segera mencair dari kebekuannya.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
efvi ulyaniek
cewek nya gatel cowoknya bodoh
2024-11-18
0
Khotimah Othi
ga jelas tuh cewe ih
2020-10-21
0
Mela Rosmela
aku benci ..apapun alasannya, haira kamu salah... aku benci sekali,.mau mati ya.mati aja, jangan.merebut kebahagiaan wanita lain
2020-07-25
0