Haira menatap lekat buku berjudul 'Kesehatan Ibu dan Anak' yang dibawanya. Di dalam buku itu tertera catatan dokter yang baru memeriksanya tadi. Usia kandungan, kondisi kehamilan beserta jenis obat-obatan yang diterimanya lengkap tercatat di situ. Pun tak ketinggalan print out hasil USG empat dimensi yang dilakukannya tadi.
Haira dan ibunya saling melempar senyum. Mereka tahu kemana arah perjalanan yang akan dituju kini. Di dalam taksi itu tak hentinya hati Haira berbunga-bunga, membayangkan reaksi orang-orang yang akan mengetahui kabar gembira ini.
Sesampai di rumah tujuan mereka, Haira pun memencet bel. Seorang wanita paruh baya keluar membuka pintu.
"Haira? Bu Broto? Tumben ke sini ... mari masuk," sapa Bu Edy, ibu Dirga.
Haira dan Bu Broto pun masuk ke ruang tamu rumah itu. Setelah duduk, Bu Edy kembali memulai percakapan.
"Lalu ... ada maksud apakah gerangan?"
"Bu ... Haira baru dari dokter," ucap Haira.
"Dokter? Apa kamu sakit lagi, Nak?" tanya Bu Edy dengan raut wajah khawatir.
Haira menggeleng. Sejenak ia berpaling pada ibunya yang ditanggapi dengan anggukan dan senyuman.
Haira pun mengeluarkan buku berwarna pink bergambar keluarga kecil dari dalam tasnya. Sembari tersenyum diserahkannya buku itu pada Bu Edy.
Wanita paruh baya itu meraih buku yang diberikan oleh Haira. Sekilas melihat sampul buku, dia tahu bahwa itu adalah buku yang berisi hasil pemeriksaan kehamilan hingga bersalin dan bayi berusia lima tahun. Namun, ia sendiri masih bingung mengapa Haira memberinya buku itu.
Bu Edy segera membuk lembar demi lembar, hingga mendapati nama Haira tertera lengkap dengan hasil pemeriksaan kehamilannya yang berusia enam minggu. Kini tangannya bergetar memegang foto hasil USG yang terselip di dalam buku itu.
"Haira ... ini ... kamu?"
Haira segera menghampiri Bu Edy lalu memeluk tubuh ibu mertuanya itu.
"Iya, Bu ... Haira hamil, anak Dirga, calon cucu Ibu ...." gumam Haira.
Bu Edy membalas pelukan Haira, bulir bening bergulir dari sudut matanya.
"Terima kasih, Nak ... terima kasih sudah memberi kebahagiaan ini untuk Ibu, Bapak, dan Dirga. Dia pasti akan senang mendengar hal ini. Kami pun sudah lama menantikan ini. Kami sangat ingin menimang cucu, dan kamu telah membuat keinginan itu menjadi nyata ...."
"Saya tidak bisa memberi tahu Dirga, Bu," sahut Haira.
Bu Edy melepaskan pelukannya.
"Kenapa?" tanyanya bingung.
"Dirga telah memblokir kontak Haira dan semua keluarga Haira," jawab Haira.
"Apa?! Kenapa dia melakukan hal itu?" Bu Edy tampak kaget tak percaya.
"Entahlah, Bu. Mungkin saja ... Calya yang memintanya," ujar Haira.
"Calya ... apa yang bisa dilakukan oleh wanita itu? Dua tahun menjadi istri Dirga, tak jua memberinya keturunan," gumam Bu Edy.
"Kalau begitu, bisakah Ibu menelepon Dirga sekarang untuk memberi tahu kabar gembira ini?" ungkap Haira.
"Baiklah, tunggu sebentar, Nak." Bu Edy masuk ke dalam untuk mengambil telepon genggamnya.
Sesaat kemudian ia sudah kembali. Setelah kembali duduk, ibu Dirga itu mulai memencet tombol panggilan di gawainya. Nomor telepon Dirga adalah tujuannya.
"Halo, Bu ...." Dirga mengangkat teleponnya.
"Kamu sedang di mana, Nak?" tanya Bu Edy.
"Di kantor, Bu. Ada apa, Bu, tumben telepon jam segini?" tanya Dirga.
"Ada hal penting yang mau Ibu sampaikan sama kamu," tandas Bu Edy.
"Oh ya? Apakah itu, Bu?
"Ini berita bahagia. Kamu pasti senang mendengar hal ini," sahut Bu Edy.
"Iya ... apa, Bu? Dirga lagi banyak kerjaan nih," ujar Dirga.
"Ini bahkan lebih penting dari kerjaanmu, Nak."
Ucapan ibunya membuat Dirga semakin bingung dan penasaran. Dirga tampak mengernyitkan dahinya. Praba yang duduk di meja yang berhadapan dengannya pun tampak bingung melihat ekspresi Dirga.
"Apa sih, Bu?" tanya Dirga lagi.
"Haira hamil ...."
"Hah? Apa?! Hamil?"
Pekikan Dirga membuat Praba kembali tercengang. Ada rasa penasaran di benaknya. Praba tahu bila di balik telepon itu adalah ibu Dirga, tapi raut wajah Dirga yang seperti itu patut untuk dipertanyakan. Terlebih saat ia menyebut kata 'hamil'.
"Iya, Haira sedang mengandung anakmu, calon penerus keluarga kita. Ibu sedang memegang buku hasil pemeriksaannya, juga foto USG kandungannya," papar Bu Edy.
Dirga mengusap kasar wajahnya. Dilema kini menjalar ke seluruh penjuru hati. Hati yang baru saja kembali pada pemilik sahnya.
"I- Ibu serius?" tanya Dirga terbata.
"Ibu tak perlu bercanda untuk hal sepenting ini," sahut Bu Edy.
"La- lalu ...."
"Ya tidak pakai lalu .... Kamu harus pulang ke Surabaya untuk menunjukkan tanggung jawabmu sebagai suami dan calon ayah," jawab Bu Edy.
"Apa, Bu ... pulang? Tidak, Bu ... Dirga tidak mungkin meninggalkan Calya lagi," ucap Dirga.
"Calya? Oh ... kamu takut meninggalkan perempuan yang tidak bisa memberimu keturunan itu? Perempuan macam apa dia, sampai-sampai memblokir kontak Haira dan keluarganya dari teleponmu?"
"Tidak, Bu ... Calya tidak melakukan itu," sela Dirga.
"Ah sudahlah! Ibu tidak mau tahu, pokoknya dalam waktu dekat kamu harus pulang ke Surabaya!"
Tut ... tut ... tut ....
Bu Edy menutup teleponnya.
Dirga kembali mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan. Di sudut sana, Praba masih mengamati. Nama Calya yang disebut oleh Dirga tadi membuatnya semakin penasaran. Namun ia tetap diam, tak mungkin menanyakan pada Dirga.
Di rumah Bu Edy, Haira merasa sangat girang. Kasih sayang dari mertuanya akan menjadi senjata untuknya. Terlebih janin yang tengah bersemayam di dalam kandungannya adalah impian mereka. Hatinya sudah tak sabar untuk bertemu sang suami, kekasih hatinya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Khotimah Othi
pelakor oh pelakor
2020-10-21
0
Mela Rosmela
sabar ya calya, bahagiamu hanya tertunda oleh org" yg biadab
2020-07-26
1
W⃠🦃𝖆𝖑𝖒𝖊𝖎𝖗𝖆 Rh's😎
wanita licik
2020-05-20
0