Sejak kejadian itu terlihat Renata mengurungkan dirinya didalam kamar, tak terasa hari sudah menjelang malam.
Sedari tadi Henry terus-menerus mengetuk pintu kamar Renata agar ia keluar dari kamarnya.
'tok'
'tok'
'tok'
"Renata, tolong bukakan lah pintu nya."
Pinta Henry dengan wajah gelisah.
Renata tetap diam tanpa memperdulikan Henry yang berada diluar pintu kamar nya.
"Renata, aku mohon buka pintu nya. Sejak dari siang kau belum makan," Ucap nya lagi sambil memohon.
Dengan nada sedikit membentak, Renata menjawab, "aku tidak lapar, Paman. Sudah jangan ganggu aku lagi."
Hati Henry terasa sakit, ini baru pertama kalinya Renata marah terhadap nya.
"Baik lah kalau itu mau mu. Sebelum nya aku minta maaf sudah berbuat lancang terhadap mu, kau berhak marah padaku namun jangan lupa isi perut mu terlebih dahulu karena sejak tadi siang kau belum makan. Aku tak ingin melihat mu sakit. Dan aku sudah membuatkan makan dengan tangan ku sendiri setidaknya makan lah sedikit," ujar penuturan nya dengan lebar dari luar pintu dan terlihat sedih.
Mendengar penuturan kata Henry dari luar pintu, tak terasa air mata Renata menetes. Henry tidak menyerah begitu saja, ia pun berusaha membujuk Renata membukakan pintu nya namun hasil nya nihil.
Ia mencoba bersabar menghadapi sikap Renata karena bagaimana pun juga ia yang salah.
"Baiklah, Renata. Jika kau masih belum keluar Paman akan menunggu mu dibalik pintu. Bila perlu aku akan disini sampai pagi," ucap Henry dengan frustasi.
Ada rasa khawatir Renata pada nya setelah mendengar penuturan kata Henry diakhir, namun rasa kecewanya lebih besar akhirnya ia memutuskan tetap berdiam diri sampai dirinya merasa tenang.
Sudah 2 jam Renata tidak mendengar suara ataupun ketukan pintu dari Henry.
Kemudian dia bertanya pada dirinya sendiri, "wajar kah aku berbuat marah seperti ini padanya?"
Renata kembali berpikir sambil mondar-mandir dikamar nya, "sesungguhnya aku tidak tega berbuat seperti ini padanya. Ayo lah! Renata ini sama sekali bukan sikap mu. Baiklah Paman aku akan melupakan kejadian ini."
"Dan mendiang ibuku pernah berkata, untuk tidak melupakan seribu kebaikan seseorang disaat orang itu melakukan satu kesalahan," hati Renata mulai luluh.
Setelah ia berpikir secara matang dan hatinya sudah tenang perlahan Renata membukakan pintu kamarnya, sontak saja Renata terkejut melihat dibalik pintu Henry tengah terduduk sambil tertidur.
" Ya ampun! Paman. Kau sampai segitunya mendapat maaf dari ku," gumam nya.
Perlahan ia membangunkan Henry dengan lembut, "Paman! Paman! Bangun lah."
Kemudian Henry terbangun dan segera ia membuka matanya, ia masih tak percaya Renata sudah ada dihadapan nya.
"Renata!" Panggilnya dengan suara agak serak.
"Akhirnya kau keluar juga, apakah kau merasa lapar kalau begitu akan aku siapkan makanan untuk mu," tatapan Henry terlihat khawatir dan segara ia berdiri.
Lalu Renata menghentikan langkah Henry, "tidak perlu, Paman. Biar nanti aku saja yang melakukan nya."
"Nanti kau sakit. Kau belum makan sedari siang tadi," ucap Henry yang terlihat cemas serta memegang wajah Renata dengan kedua tangan nya.
Kemudian Renata melirik tangan Henry yang terlanjur memegang nya wajahnya.
Henry pun tersadar, "em- Renata, maaf atas segala sikap ku," ia segera menurunkan kedua tangan nya dari permukaan wajah Renata.
Renata menatap dalam wajah Henry kemudian ia memeluknya sambil menitikkan air mata.
"Paman! Maafkan aku. Tadi aku sudah berani membentak mu hiks...hiks..."
"Kau tak seharusnya meminta maaf. Yang harus nya meminta maaf itu adalah diriku karena sikap ku sudah lancang terhadap mu," Henry membalas pelukan nya.
"Dan ada satu hal yang ingin aku katakan pada mu."
"Apa itu, Paman?" Tanya Renata dengan penasaran nya.
"Setelah aku mengucapkan semua ini kau boleh membenci Paman. Tapi tolong jangan menjauh dari hadapan ku, karena kau adalah penyemangat ku," ujar nya dengan penuh harap.
"Baiklah. Aku janji tidak akan marah padamu sekarang katakan Paman, apa yang ingin kau bicarakan."
Dengan perasaan takut Henry segera mengungkapkan nya, "Sejujurnya aku sudah 3 kali melakukan sikap lancang terhadap mu. Yang pertama, aku telah mengelus paha mu tanpa sepengetahuan mu pada saat kau tertidur diruang tv, karena pada saat itu aku terbawa suasana birahi ku. Yang kedua, aku mengecup bibir mu disaat kamu tertidur dan yang terakhir tepat nya pada menjelang siang tadi itupun dengan sepengetahuan mu tapi tetap saja aku lah yang salah."
Wajah Henry sudah pasrah jika Renata marah padanya tapi biarpun begitu ia sudah lega mengungkapkan nya.
Renata terdiam dan tercengang setelah ia menyimak perkataan Henry, dan yang paling tercengang nya lagi saat Henry mengelus paha nya karena terbawa birahi nya ia pun terlihat kecewa.
'Paman Henry memang bersalah, namun lebih salah lagi adalah diriku. Secara tidak langsung aku sudah memancing nya,' gumam Renata dalam hati yang terlihat melamun seakan memikirkan sesuatu.
Kemudian Henry berjalan ke arah sudut ruangan, Renata mengetahui itu namun ia mengabaikan nya.
Tak lama kemudian Henry kembali ke hadapan nya sambil membawa vas bunga yang terbuat dari kaca.
"Pegang lah ini, Renata," pinta nya sambil memberikan vas bunga.
"Untuk apa ini, Paman?" tanya Renata yang tak mengerti.
"Dengan tangan ini, aku sudah berani berbuat lancang terhadap mu. Jika kau merasa tidak puas kau bisa memukulku dengan vas bunga itu dan jangan lupa pukul kedua mataku juga karena ini semua berawal dari nya," ungkap Henry tiba-tiba air matanya terjatuh.
Kini pertama kalinya Renata melihat Henry menangis dihadapan nya, "Tidak! Paman, aku tidak mau menganiaya mu," Renata menolak keras.
"Daripada kau harus menjauhi ku seperti yang kau lakukan tadi lebih baik pukul saja diri ku sekeras-kerasnya, jujur saja batin ku sangat tidak kuat dan tidak bisa menerima nya," tutur Henry dengan kejujuran nya.
Renata menatap sorot mata Henry dan disana ia tidak melihat sedikit kebohongan, lalu ia pun melupakan rasa kecewanya,
"Tidak, Paman! Kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah. Aku tetap memaafkan mu tapi aku mohon jangan ulangi lagi apalagi tanpa sepengetahuan ku."
"Ya, Renata. Aku berjanji."
Perlahan Renata mulai memeluk Henry seolah menenangkan nya.
'jujur saja Renata aku sangat mencintaimu tidak sebagai keponakan melainkan sebagai pendamping hidupku, tak kuasa rasanya jika kau marah apalagi sampai menjauhi ku,' namun sayang nya Henry hanya mengungkap didalam batin nya.
Suasana kembali seperti biasa dan Renata mulai melontarkan pertanyaan, "Apakah paman sudah makan?"
"Belum," Jawab nya.
"Kenapa belum?"
"Aku menunggu mu agar kita bisa makan bersama seperti semula."
"Kenapa harus menunggu ku, harusnya kalau Paman lapar segera makan nanti kalau terlambat makan dirimu bisa sakit," suasana hati Henry begitu senang Renata memberi perhatian nya kembali.
"Jika kamu tidak makan, makan aku pun tidak makan."
'kenapa kau berbuat senekat itu, Paman? Apa istimewanya diriku sampai-sampai kau seperti ini,' batin Renata mencuat.
"Ya sudah kalau begitu bagaimana kalau kita makan bersama saja?"
"Em... Baiklah."
Kemudian mereka beranjak ke dapur secara bersamaan, lalu mereka mulai membuatkan sesuatu untuk santapan makan malam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Ruth Humapi
awal2 pasti begitu tpi nnti lama2 timbul jg prasaan lain dri Renata sabar2 ya Henry
2022-10-09
0
Wie Yanah
duhhh
.. renata biasa aja lg. ga ad debaran" buat paman hanry.. kasiankan pmn cintaya ga trblz☺☺☺
2021-11-17
1
Lusiana_Oct13
noomoooooonnnggggg donkkkkkk elo pikir renata cenayang bisa tau isi hati eloooo henry
2021-11-17
1