Bugh.
"Kurang ajar kamu Darren! siapa yang mengajarimu untuk bersikap kurang ajar pada istrimu sendiri, Hah?" tanya Kenzo setelah ia telah memukul zudut bibir Darren begitu kencang.
"Istri? siapa yang ayah maksud? bukankah sebelum ini aku sudah pernah bilang? Aku tidak pernah sekalipun menganggap Kiran sebagai istriku."
Plak! satu tamparan Darren dapatkan dari Kenzo yang sudah sangat marah dengan Sikap Darren.
"Kamu benar - benar pria yang begitu kurang ajar Darren!" ucap Ayah Kenzo dengan begitu kesal.
"Aku tidak peduli! ini semua karena ayah yang sudah memaksaku untuk menikahinya."
"Darren!!!"
"Dan ingat ini Ayah! Sampai kapan pun Kiran hanyalah seorang pembantu bagiku!" kata Darren ia menatap lekat wajah Kenzo dan tersenyum sinis.
"Pembantu yang bisa kau sentuh kapan saja itu maksudmu,Darren?" tanya Kenzo sambil bersedekap dan tersenyum sinis
Darren terkejut, tapi seditik kemudian buru - buru ia langsung menormalkan raut wajahnya agar tidak terlihat begitu gugup dan kaget.
" Apa maksud Ayah?"
"Jangan berfikir Ayah ini bodoh, Darren! Ayah melihat dengan jelas bercak kemerahan yang ada di leher Kiran. Sudah berapa kali kamu menyentuhnya, Hah?"
"T..Tidak aku tidak pernah menyentuhnya, Aku hanya khilaf saja." ucap Darren suaranya sedikit terbata- bata. Darren merasa malu karena hal itu diketahui oleh Ayahnya.
"Kamu bilang khilaf? Ck! cepat sekarang kau hampiri istrimu dan hibur dia! setelah ini Ayah akan mengajakmu dan Kiran kerumah Bara untuk mengatakan yang sebenarnnya?"
"Ayah jangan gila yah! Aku tidak mau!. Kalau sampai Ayah melakukan itu, maka aku akan menceraikan Kiran sekarang ini juga dan aku pastikan calon menantu kesayangan Ayah itu akan hidup menderita" ucap Darren begitu marah dan penuh ancaman.
Sementara itu, di ruang keluarga yang sepi seorang wanita tengah berdiri sambil menangis. matanya memerah begitu pula dengan kedua pipinya yang sudah basah karena air matanya.
"Semudah itu kamu mengatakan cerai Tuan Suami? semudah itukah sifatmu berubah? Hiks...Hiks.. Ya tuhan, kali ini apalagi yang akan aku alami?" tangis Kiran begitu pilu.
***
Darren bersedekap di ambang pintu kamar Kiran yang berada di dekat dapur. tatapan matanya tak lepas dari Kiran yang sedang menata beberap pakain dari lemari kecil. sudah sedari tadi, Darren berdiri. tetapi Kiran tak menoleh kearahnya.
Alih - Alih menoleh. Kiran justru berusaha sekuat mungkin untuk mengabaikan sang suami.
"Siapa yang menyuruhmu menata baju di kamar ini?" tanya Darren suaranya terdengar datar dan sedikit dingin.
Kiran tidak menjawab. Justru Kiran kini sedang menata sprei diranjangnya. Saat ini Kiran sudah sangat lelah untuk menghadapi sikap Darren yang selalu bertindak seenaknya. ia ingin menyerah, tetapi ada rasa tidak rela jika harus berpisah dengan Darren. Terlebih lagi Kiran memikirkan calon buah hatinya. Kiran tidak ingin anaknya kelak, tidak mendapatkan kasih sayang seorang Ayah. Sama seperti dirinya yang tak pernah mendapatkan kasih sayang seorang Ayah sejak kecil. Mendapati Kiran yang terus mengabikannya, Darren begitu Marah. setelah itu ia menutup pintu kamar Kiran dan langsung menguncinya.
"Zivanna Kirannia! Aku tau kamu tidak tuli kan?! jawab pertanyaanku! ucap Darren sambil duduk diatas ranjang yang sedang dipasang Sprei oleh Kiran.
Kiran melirik Darren dengan sekilas kemudian ia mulai menjauhi dari ranjang. ia lalu langsung mengambil kemoceng yang terletak di meja dekat ranjang. untuk membersihkan sedikit debu di meja rias.
"Berani sekali kamu mengabaikanku Kiran. Siapa yang menyuruhmu diam, Kiran?!" ucap Darren kali ini suaranya terdengar rendah tapi sarat akan emosi. Namun, Kiran justru tidak peduli dan berniat membuka pintu kamar.
Brak!
Prang!
Kiran membelalakan matanya ia begitu terkejut melihat foto pigura ibunya pecah berkeping - keping dan berantakan. Kiran kemudian langsung mendekati foto ibu dan adiknya yang telah usang dan rusak karena ulah Darren.
"Apa hakmu melakukan ini?" tanya Kiran. ia menatap tajam kearah Darren sambil mengepalkan tangannya.
Darren terdiam, dadanya bergemuruh menahan emosi karena sedari tadi ia diabaikan oleh Kiran.
"Katakan apa hakmu melakukan ini?" bentak Kiran. Kali ini kesabarnnya benar - benar telah habis. Sehingga tanpa sadar Kiran telah meninggikan suaranya di hadapan Darren.
Darren tersenyum sinis, kemudian berjalan mendekati Kiran kemudian mengurung istrinya dengan kedua tangannya. mata Darren memerah menandakan jika saat ini dirinya. benar - benar di kuasai oleh amarah.
"Hei Kiran! Berani sekali kamu membentakku, Siapa yang mengajarimu Hemm?" lirih Darren sambil mencengkram baju Kiran.
"Lepaskan aku!" kata Kiran ia mencoba mendorong Darren, agar menjauh darinya. Namun sayangnya tenaga Darren begitu kuat hingga dirinya kelelahan.
"Katakan siapa yang mengajarimu? Berani - beraninya kamu membentakku!" bentak Darren. ia mencengkram rahang Kiran. matanya mendelik tajam, membuat Kiran perlahan - lahan menghilangkan rasa keberaniannya.
"M..Memang apa yang harus aku takutkan?" tantang Kiran matanya sambil menatap tajam kearah Darren.
"Kau---" Darren hendak mengangkat tangannya dan menampar Kiran, tetapi tangannya terhenti ketika mendengar suara isak tangis Kiran.
Darren menghembuskan nafas panjang. ia meremas rambutnya dengan kasar. lalu menatap Kiran. "Diam Kiran! Jangan pernah kau menangis di depanku."
Alih - Alih Kiran terdiam, Kiran justru semakin mengeraskan isak tangisnya. perlahan - lahan, Kiran pun luruh di lantai.
Aku lelah Tuan! Sebisa mungkin aku selalu mencoba agar semuanya baik - baik saja tapi aku sudah tidak sanggup menahan semua ini. Aku ingin menyerah ." Ucap Kiran sambil mendongak dan menatap wajah Darren.
"Menyerah? Cih.. memang siapa yang menyuruhmu untukmu bertahan? Akan lebih baik kalau kau menyerah dan pergi dari kehidupanku!" ucap Darren. Suaranya mengalun rendah tepat disamping telinga Kiran.
Darren berjongkok kemudian ia mengangkat dagu Kiran sambil tersenyum sinis. "Kalau pun bisa aku akan melakukannya Tuan. Tapi aku tidak bisa. Aku..." Kiran menunduk ia meremas rok panjangnya.
"Kenapa kamu belum bisa pergi? Ah, atau jangan - jangan, karena kamu belum menguras semua harta Wijaya?"
Plak!!!
Satu tamparan keras mendarat di pipi Darren. Tentu saja pelakunya adalah Kiran. Telinganya begitu panas setelah mendengar ucapan dari Darren.
"Harus berapa kali kukatakan Tuan? Aku sama sekali tidak tertarik dengan harta keluargamu ! Kalau pun bukan karena ibu, tak sudi aku menginjakkan kaki di rumah ini." ucap Kiran dengan penuh penekanan.
"Kalau begitu kenapa kamu tidak menolak saat aku ingin menikahimu?"
" Karena aku butuh seorang suami untuk Anakku. Aku tidak mau kalau anakku sampai tidak bisa mendapatkan kasih sayang dari Ayahnya. Rasanya amat sangat menyakitkan kalau tidak memiliki sesosok seorang Ayah, Tuan suami" lirih Kiran suaranya sedikit tersendat - sendat karena efek dari tangisan tadi.
Darren terdiam beberapa saat. ia memejamkan mata sejenak. kemudian menatap lekat wajah Kiran yang telah bersimbah air mata. Ada rasa hangat yang menjalar dihatinya. Darren juga merasa seolah - olah calon anaknya juga membutuhkan dirinya. Kemudian Darren langsung mengecup bibir Kiran. " Kamu tahu? Aku paling tidak suka diabaikan dan aku benci kamu memalingkan wajah dariku." ucap Darren sembari menangkup pipi Kiran.
"Aku juga benci saat kamu berkata kasar padaku, Rasanya begitu menyakitkan, apalagi saat kamu mengatakan kepada orang lain kalau aku hanyalah seorang pembantu. Apakah aku tidak artinya sama sekali untukmu Tuan? Aku ini istri sahmu, tapi kenapa kau selalu menggapku sebagai seorang pembantu." ujar Kiran nafasnya semakin memburu seiring dengan air mata yang membasahi pipinya.
Jangan lupa Like, Komen dan Vote.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 201 Episodes
Comments
Jasmine
sudah sampai bab ini msh belum ngerti karakter kiran dan darren ini
2022-04-26
0
Alma
kenapa emosiku juga ikut melunjak yah gara2 sifat Darren,,,Ampe sakit kepalaku Thor😥😥😭😭😭💪💪💪👍👍👍
2022-02-28
0
Ina Yuni Novika S
kabur aja Kiran, biar bang Darren sadar bagaimana rasanya kehilangan....
2022-02-04
2