Kejahilan menerawang dimatanya. Decakan mendahului jawaban. "Namaku? Aduh, sayang sekali ...."
Spontan, Tuan Muda Wang menjawab, "Sayang kenapa?"
"Tidak, tidak apa-apa, Sayang."
Bersamaan dengan itu, seseorang menenggak habis satu kolam cuka. Kasihan sekali, sosok itu pasti dendam pada rasa asam yang familiar ini.
Tuan muda Wang termenung.
Matanya bergulir untuk menatap Shena. Senyum semanis tanghulu membuat hatinya tenggelam dalam rasa yang aneh. Cenderung terjerumus dalam sesuatu.
Shena masih mempertahan raut madunya. Cengiran berisikin deretan gigi rapi itu menyadarkan seseorang.
Blamm!!!
Saraf otak Tuan Muda Wang rupanya tidak berkerja lagi. Dia tidak bisa menahannya.
Warna merah pada pipinya membuatnya malu sampai rasanya dia ingin masuk ke perut ibunya lagi. Apa dia baru saja ... Baru saja, mengatakan s-sayang?!
Tolong berikan korek kuping! Dia khawatir ada kesalahan teknis!
Nona ini terlalu blak-blakan! Aku salah sasarann! Ibuuu.
Tawa meledak dengan dahsyatnya. Shena tidak bisa menolak untuk tergelak. Matanya menyipit dengan cairan bening yang hampir beberapa kali terjatuhkan. Astaga dia benar-benar manis!!
Belum reda rasa kemenangan membuainya, Shena terpaksa berkata, "Jangan dipikirkan, aku hanya bercanda!" Namun, rasa geli pada perutnya memang kejam, dia malah menaikan volume tawanya saat kalimat itu rampung.
"Namanya MingXia," Jia Li melirik Shena, "dan kau! Berhenti tertawa! Tawamu seperti dengkingan keledai, mengganggu telingaku saja."
Sejujurnya yang membuatnya terganggu bukanlah tawa itu, melainkan bau cuka yang terus bertambah mengotori udara bersih di sekitarnya. Perlu diketahui, dia seseorang yang cinta kebersihan.
Percuma! Tawa itu bukannya melirih malah melejit lebih nyaring lagi. Dasar, tuman!
Perut Shena rasanya keram, ini akibat hal kejam tadi. Setidaknya setelah sedikit lebih tenang dia akhinya berbicara. "Maaf, aku tidak bermaksud apa-apa. Kalau begitu, siapa namamu, GongZhi?"
Waitt, 'Tidak bermaksud apa-apa' tolong perhatikan lagi. Perkataanmu sangat-sangat kontradiksi dengan maksudmu.
Setelah mendapatkan kembali pengendalian dirinya yang sempat terdepak oleh salah satu perbuatan 'kejam' Tuan Muda Wang akhirnya berhasil melepehkan beberapa kata. "Tidak ... Tidak apa-apa. J-jangan khawatir aku orang yang tidak mudah memasukkan perkataan ke dalam hati ...."
Meluangkan waktu sejenak untuk berdehem dan mengatur nafas, agaknya dia sudah lebih baik. "Namaku, Namaku Wang Xiaohui. Salam kenal, Nona Xia." Tawa kecil bahkan lolos dengan mulusnya seusai perkataan itu terlontar.
Hmm, orang tuamu sepertinya seorang peramal. Mereka pasti bangga. Buktinya anak mereka memenuhi arti nama yang diberikan itu. Cerdas, cerdas dalam hal memainkan hati maksudku. Anggukan kepala Shena menjadi pengakhiran pembicaraan yang membutuhkan kesabaran dengan kadar tinggi ini. Tentu saja bagi seseorang itu.
"Ayo kita kembali."
Tampaknya beberapa orang bahagia hari ini. Contohnya pemilik penginapan. Siapa yang tidak bahagia jika mendapat uang?
Jika ada, mungkin dia adalah spesies manusia primitive. Maaf, hanya bercanda.
Lantai pertama penginapan penuh oleh nafas yang menerpa kulit secara kasar. Sesudah bertukar pendapat--- err biar kuperkasar maksudku menawar harga--- dengan pemilik penginapan, ruangan itu kini hening hanya diisi nafas yang saling tumpang tindih keluar.
Kepala-kepala itu tertunduk, menatap lantai dengan setia. Hey, bersyukurlah dan angkatlah kepala kalian itu! Kalian diberikan keistimewaan bisa menatap artis!
"Apa lantai itu lebih menarik daripada wajahku?"
Serentak, semburan kata maaf menerjang menggangu pendengaran Shena. Sungguh reaksi yang diluar perkiraan. Apa mereka setidak fleksibel itu? Apa mungkin mereka penggemar sejati Bai Xiang? Dia hanya ingin bercanda, hey!
"Apa mulut kalian tidak bosan mengatakan maaf terus-terusan?"
Shena tertawa saat orang-orang itu membisu dengan kemelut dan lipatan pada kening mereka. "Kalian bisa langsung tidur. Beristirahatlah dengan baik. Untuk selanjutnya aku tidak tahu, aku tidak ada hak." Di penghujung kalimat Shena melirik dari ekor mata pada Wang Xiaohui.
Si 'Dia orang istimewa' itu mengerti. Dengan kemurahan hati yang menyilaukan mata, Wang Xiaohui berujar, "Tidak ada. Kalian bebas, aku tidak akan mengambil hak apapun pada hidup kalian."
Layaknya semut yang mengerumuni gula, orang-orang itu menyerbu dan bersujud di depan Wang Xiaohui. Berharap diberikan ijin untuk mengabdi.
Kebingungan meneror benak Wang Xiaohui. Dia harus apa? Kediamannya sudah penuh dengan pelayan. Apa dia harus membangun sekte untuk menampung orang-orang itu?
Hey, gaplok kepalanya dan tolong sadarkan dia. Jika dia membangun sekte, kemungkinan itu akan bertahan jika gajah bisa kayang. Dengan kultivasinya, bisa-bisa dia dituduh melecehkan dunia kultivasi.
"Hentikan! Hentikan! Bukankah seharusnya kalian senang? Dengan ini kalian bebas dari segala jeratan pengabdian. Itu bagus, benar?" Keringat dingin mulai mencuat dari pori-pori kulitnya. Wang Xiaohui tampaknya tertekan.
Satu julukan bagi mereka, kepala batu!
Kata meredam kata lainnya. Hanya beberapa yang bisa ditangkap telinga orang-orang yang berdiri.
"Tolong terima kami! Jangan telantarkan kami!"
"Kami tahan banting, tahan pukulan dan tendangan. Kami sangat berguna, jangan tolak kami."
"Anda tampan, seharusnya perilaku anda sejalan dengan muka anda. Anda harus menerima kami!"
'Kami ini bisa segalanya, Anda tidak akan kecewa dengan kami."
"Tolong terima."
"Jangan menolak kami."
Sebuah kata menggambarkan orang-orang itu dalam pikiran Shena. BODOH!
Apa mereka benar-benar betah dengan ketidakadilan? Bukankah seharusnya mereka bersyukur pada Dewa?
"Nona Xia, kupikir kamu mungkin berminat."
Sekelumit rasa bingung menyapa Shena. Dia? Dia bahkan tidak punya jaminan keamanan nyawa, apa yang bisa dilakukan dia untuk orang-orang itu? Mengajari mereka menjadi penjilat atau mengajari tentang hal 'itu', heh?
Shena menjawab seraya menggelengkan kepala. "T-tidak tidak! Kau lah yang membelinya jadi kau yang berhak. Kenapa jadi aku?"
"Tapi aku membelinya untukmu!"
"Ya! Tapi uangnya tetap uangmu!."
Pepatah mengatakan, mencegah lebih baik daripada mengobati. Jia Li yang sudah amat tidak tahan dengan situasi ini, menyela dengan kesal. "Berhenti! Itu bisa dibahas saat pagi. Biarkan mereka istirahat dulu."
Sudah seharusnya yang waras mengalah. Beberapa detik kemudian derap langkah kaki memenuhi ruangan itu. Satu persatu beranjak menjauh dan hanya tersisa satu gadis hadiah yang tadi.
Gadis itu masih menunduk. Shena memang tidak pandang bulu. Dia menepuk bahu gadis itu, mengakibatkan sang empu mundur beberapa langkah, sampai terjengkang memporak-porandakan meja di belakangnya.
Tawa dikekang sedemikian rupa agar tidak keluar. Shena tidak menggigit dan tidak rabies, Teman. Kenapa kau memberikan respon seolah kau akan digigit buaya?
"Hey, hey, hey! Ada apa?"
Hanya gumaman permintaan maaf yang dia dapatkan membuat Shena menghela nafas, sedikit muak.
"Aku hanya ingin menyapamu ... lupakan. Beristirahatlah."
"Tidak saya tidak ada hak untuk tidur sebelum tuan saya memberi saya izin." Gelengan kepala menyertai pelontaran perkataan itu.
Menyedihkan sekali. Bahkan tidurpun harus izin? Apakah bernafas juga harus izin?
"Apa telingamu tersumbat sesuatu? Bukankah tadi tuanmu itu sudah menginstruksikan untuk tidur? Ahhh, jangan berkata maaf lagi. Itu membosankan."
Benar, 'kan. Satu kata yang sedari tadi menjelajahi telinganya hampir saja terlontar kembali dari mulut gadis itu.
Mulut si gadis masih bergerak-gerak tidak tentu, ada kata yang ingin diucapkan tapi sayangnya itu tidak diijinkan. Setelah menjungkirbalikkan otaknya, si gadis melirih, "B-baik, saya akan tidur."
Melihat perempuan di depannya tampaknya puas dengan jawabannya, dia bersegera menunduk sebelum berbalik. Belum satu langkah, sebuah suara kembali mencegatnya.
"Ah! Sebentar, siapa namamu?"
Tidak sopan jika bertukar kata tanpa memandang wajah lawan, apalagi dengan statusnya yang lebih rendah daripada budak. Dia memutar badan, menunduk dan menjawab dengan nada rendah. "Saya tidak punya nama."
"Hah?"
"Tuan terdahulu saya tidak memberi saya nama. Itu artinya saya tidak berhak punya nama."
"Hah?"
Tunggu ... Apa semua yang bersangkutan dengan orang-orang itu tergantung pada tuannya? Mereka sebenarnya manusia atau manusia tanpa akal? Shena merasa otaknya gatal, bisa-bisanya mereka menerima semua itu dengan wajah biasa. Bahkan jejak senang sedikit menerawang dalam mata gadis itu. Aneh, begitulah deskripsi singkatnya.
Apa mereka dibayar dengan sesuatu yang membuat mereka senang. Lalu apa itu?
•••••
Scene unfaedah~~~
MK (Momen ketika) para dewa dewi cinta membaca ini part ini (Gombalan busuk Shena)
"Basi!"
"Apa-apaan sampah ini?!"
"ingat kata Li Yue, aduh ginjalku bergetar."
"Anak sekolah dasar bahkan lebih pintar darimu!"
"Lihatlah seorang ikan yang mencoba memanjat pohon. Tidak pernah mengalami hal romantis, tapi menulis yang manis-manis."
"Perbanyak pengalaman dulu, oke?"
Aku di sini, dengan hati tertusuk belati. Senyum setengah membeku dan peluh yang mulai meramai. "Terimakasih, terimakasih untuk semuanya. Doakan jomblo ini agar lebih bagus dalam membuat scane gula.
Belum diam, diri ini terlalu jujur. "Oh iya suhu, ikan itu seekor bukan seorang."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
anggita
like aja,,👌👍
2022-01-27
1
Santai Dyah
ku like semua karya mu
2021-11-05
1