Luth tidak menuntut Hud supaya kakak sulungnya itu mengirim uang untuk biaya hidup ibunya. Selama ini tujuan hidupnya hanyalah kebahagiaan sang ibu. Tidak ada keluhan sedikit pun meski sudah banyak waktu, materi dan tenaga yang ia habiskan untuk sang ibu.
Hud tidak pernah mengirim uang untuk ibunya, dan sekarang Hud menuntut supaya Luth cepat menikah supaya ada yang mengurus ibu saat Luth bekerja. Bukankah posisi itu seharusnya dipikul oleh Hud?
Hud adalah anak laki-laki sulung dan bahkan sudah hidup mapan, sudah memiliki istri yang tentunya bisa membantu untuk merawat ibunya. Dia bahkan memiliki pekerjaan tetap dengan jabatan tinggi dan gaji yang besar. Jika hanya untuk menghidupi istrinya saja, lebih dari cukup. Bahkan bisa menghidupi banyak orang dari gajinya itu. Namun Hud sadar bahwa ia tidak mungkin meminta supaya ibunya tinggal bersama dengan istrinya seperti yang ia tuntut terhadap istri Luth kelak. Sebab istrinya tidak pernah bisa menerima hal itu.
Luth mengerti bahwa ibunya tidak akan mungkin bahagia jika harus ikut bersama Hud, bahkan dirawat oleh wanita yang tidak mencintainya. Hanya luka yang akan didapatkan oleh Alisha sepanjang hari. Luth sangat mengenal istrinya Hud, yang setelah menikah dengan Hud pun tidak sudi menginap di rumah walau hanya satu malam, katanya rumahnya sempit. Hingga usia lima tahun pernikahan Hud, istrinya itu tidak pernah mau berkunjung ke rumah untuk menemui mertua.
Meski hidup sederhana bersamanya, Luth mengerti bahwa ibunya bahagia.
“Maafin Mas, Mas bener-bener nggak bisa bawa ibu bersama Mas. Mas nggak mungkin meminta istri mas untuk merawat ibu. Kamulah satu-satunya yang diharapkan,” ucap Hud lagi.
“Udahlah Mas, jangan bahas masalah ibu. Aku justru nggak mau kamu mengambil ibu dariku. aku nggak mau ibu menangis di masa tuanya ini. Mas nggak perlu mencemaskan ibu saat aku meninggalkannya, aku udah beliin ibu hape dan ibu bisa mengabariku setiap saat. Yah, walau pun cicilannya belum lunas.”
“Loh, kamu beliin hape ibu yang harga berapa? Kenapa mesti sampai nyicil?”
“Android. Yang pakai kameralah.”
“Beliin yang harga murah ajalah, kalau yang murah kan bisa sekali bayar. Yang penting bisa untuk nelepon.”
“Mas tahu nggak kenapa aku beliin hp yang berkamera? Mas tau nggak kalau ibu di rumah sendirian? Apa nggak kepikiran kalau misalnya ibu kesepian, kadang bosan, kadang juga kangen sama anak-anaknya?”
Hud mengernyit, menghela nafas.
“Kalau ibu kangen sama anak-anaknya, Ibu bisa video call ke Mbak Dija, juga ke Mas Hud. Mas dan Mbak Dija jarang pulang, jarang menjenguk ibu meski jarak rumah hanya beberapa kilo meter aja. Lagian, katanya istri Mas sedang hamil. Ibu butuh hp untuk melihat cucunya lahir ke dunia, sebab belum tentu kan Mas bisa membawa anaknya mas kesini supaya bisa dipeluk neneknya?” ucap Luth tegas.
Hud membungkam.
Sunyi.
“Ya itu sama aja menyusahkan dirimu sendiri, Luth. Kamu nggak sanggup beli tapi dipaksain,” celetuk Hud kemudian.
“Sebanyak apa pun materi yang kuberikan ke ibu, bagiku nggak masalah. Aku nggak menghitungnya, Mas. Aku nggak menjadikan ibu sebagai beban, jadi enjoy aja. Tapi kalau menjadikan ibu sebagai beban, meski kecil yang dikeluarkan, pasti rasanya berat banget, dan rasanya ribet.”
Lyn menghela nafas, ia akhirnya membuka mulut untuk ikutan buka suara. “Maaf Mas Hud, kalau aku ikutan bicara mengenai ini,” sahut Lyn. “Selama ini Bu Lisha nggak sendirian di rumah. Aku sering menemani Bu Lisha saat Luth pergi bekerja. Sepulang dari kampus, aku pasti kemari untuk menemani Bu Lisha.”
Hud tersenyum menatap wajah polos Lyn, wajah yang sejak dulu selalu terlihat cantik mempesona. Pipinya putih, gemil dan menggemaskan. “Makasih ya, Lyn. Mas seneng mendengarnya. Tapi, nggak selamanya kamu bisa menemani ibuku. Jadi memang sebaiknya Luth itu segera menikah supaya ada yang menjaga ibu.”
Lyn memaku seketika. Kenapa bukan namanya saja yang disebut untuk mendampingi Luth? Ia bahkan sudah mengaku bahwa selama ini sering menemani Alisha, apakah hal itu tidak cukup untuk menjadi aba-aba bagi Hud dan Luth? Huh, kenapa ia berharap begini? Tapi tidak salah kan ia berharap pada orang yang sudah lama ia cintai.
Tak lama ponsel Hud berdering. Istrinya menelepon, terdengar suara kecil di seberang sana memintanya untuk pulang.
“Ya udahlah, Mas pulang dulu. Mas titip ibu, ya! Ini tolong kasih ke ibu." Hud menyerahkan beberapa lembar uang. "Sampaikan pamit Mas ke ibu.” Ia melangkah menuju pintu.
“Mas nggak mau menunggu ibu? Pamitan sama ibu,” sahut Luth.
Kamu sampaikan aja pamit Mas ke ibu. Mas buru-buru.” Hud bergegas memasuki mobil.
Bersambung.
Klik like dulu sebelum next 😘😘
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Isyeu Lismaya
Hadeuh Hud salah pilih istri, lg an harusnya yg mapan bantu dong ibunya, sedekah, gaji gede jg, ngasih ibu Tampa istri tau gpp kali, asal kebutuhan istri semua udah terpenuhi
2022-11-17
0
Isyeu Lismaya
Hud jg kyk ga mau di repotkan dg ibunya, sama dg Khadijah
2022-11-17
0
Rara_Octa
Hud² kamu sadar akan tanggung jawab thdp Ibumu,,,jika Istrimu tdk bisa menerima Ibumu,,knp kamu mw menerima dia sbgai istrimu???ceraikan dia klo gtu,,istri yg menghalang²i Seorg Anak laki² tuk berbakti thdp ort tuany itu g kayak dipertahankan apalagi diperjuangkan.jdi hrusny kamu sadar akan hal itu ceraikan istrimu & carilah istri yg sadar akan tggung jawab mu sbgai anak laki² pda ortuny.krna Anak laki² harus bertanggung jawab thdp ortuny smpa Mati. kamu tdk boleh mengabaikan hal itu.
2022-10-11
0