Lyn menghambur memasuki salah satu kamar rumah sakit sesaat setelah dokter mengijinkannya masuk.
“Luth!” panggilnya dengan raut cemas dan wajah yang basah sehabis nangis kejer. Tak peduli tadi ada banyak orang yang lewat memperhatikan tangisannya. Ia tidak menyangka pengorbanan Luth terhadapnya begitu besar, sampai rela mempertaruhkan nyawa demi dirinya.
“Udah, nggak usah nangis. Aku nggak apa-apa. Ini luka luar aja,” celetuk Luth seperti tidak terjadi apa-apa terhadap dirinya, padahal wajahnya ditempel beberapa balutan perban. Sikunya juga dibalut perban. Kemejanya terkena bercak merah darah. Ia di posisi duduk sekarang.
“Maaf!” lirih Lyn menangis.
Luth menatap Lyn dengan dahi mengernyit. “Ini kenapa kamu yang nangis kejer sih? Bukannya aku yang kesakitan?”
Ups. Sontak tangis Lyn pun terhenti. Ia menatap Luth dengan mata membelalak.
“Lihat tuh hidungmu udah kayak jambu, merah nggak jelas.” Luth menyeletuk menatap ujung hidung Lyn.
“Kamu udah sakit separah ini masih aja galak.” Lyn mengusap air matanya. “Aku menyesal, semua ini terjadi gara-gara aku.”
“Nah, tuh tau. Makanya jangan songong. Nongkrong kok di tengah jalan, nyusahin orang kan jadinya?”
“Maaf.” Kata-kata itu kembali terucap dari bibir tipis Lyn. Gadis itu menunduk. Ia kemudian mengeluarkan sebuah amplop dari dalam tasnya. “Ini ada uang dari orang yang nabrak kamu.”
Luth mengangkat alis menatap amplop yang disodorkan.
“Orang itu juga udah bayar semua biaya adminsitrasinya,” sambung Lyn. “Katanya dia minta maaf, dia udah berusaha banting setir untuk menghindari kecelakaan, tapi sulit dielakkan karena jarak udah sangat dekat.”
“Trus orangnya mana?”
“Udah pergi. Katanya buru-buru. Di amplop itu juga dicantumin nomer hp bapak itu, kita bisa hubungi dia kalau ada perlu apa-apa,” ucap Lyn.
“Memangnya ada perlu apa lagi? Minta duit? Nggak perlu. Ini bukan kesalahan dia. Ini kesalahanmu. Nongkrong di tengah jalan sembarangan. Udah kayak nggak ada tempat tongkrongan yang lebih nyaman aja,” kesal Luth. “Lihat nih mukaku jadi bonyok begini, gantengnya kurang kan?”
“Masih tetep ganteng, kok,” polos Lyn.
“Untung aja tadi bukan aku yang nabrak kamu, kalau aku yang nabrak kamu, besar kerugianku. Mobil rusak. Itu mobil masih dalam proses kredit, belum lunas, kalau rusak mesti ngurus ke asuransi, repot," ucap Luth.
Lyn menggiggit bibir bawah. Luth lebih memikirkan mobilnya ketimbang dirinya. Ampun deh.
Luth ingat sebelum peristiwa nahas itu terjadi, ia sudah beberapa kali membunyikan klakson mobil merk Ayla yang masih dalam proses kredit, cicilan selama lima tahun dan baru berjalan satu tahun terakhir, namun Lyn tidak mau minggir. Jika bukan karena sering terlambat ke kantor karena kehujanan, Luth tidak akan mungkin membeli mobil dengan harga paling terjangkau itu, ia memiliki banyak keperluan lain yang jauh lebih penting dan menuntut harus dipenuhi. Untuk membayar angsuran kredit saja ia terpaksa mesti menyisihkan gajinya yang tidak seberapa. Belum lagi memenuhi urusan perut, ia tidak hanya memikirkan diri sendiri, melainkan juga memenuhi kebutuhan ibunya.
“Trus sekarang mobilku dimana?” tanya Luth.
“Di parkiran rumah sakit. Kan aku bawa ke sini tadi,” jawab Lyn.
Hening.
Lyn mengawasi wajah tampan Luth yang di bagian pipinya lebam. Setiap menatap wajah itu, hati Lyn seperti tersengat. Apa lagi kalau berdekatan begini, rasanya deg-degan. Luth mungkin tidak menyadari hal itu.
“Luth!” panggil wanita paruh baya yang baru saja memasuki ruangan. Dialah Alisha, ibunya Luth.
Sejurus pandangan tertuju ke arah Alisha. Wajah keriput yang sudah memasuki usia 58 tahun itu tampak tenang, sedikit pun tidak terlihat kegelisahan, resah, apa lagi sedih. Meski tampak mengeriput karena sudah termakan usia, namun ia masih terlihat kuat dan sehat, penuh semangat.
“Lyn tadi telepon Ibu, kasih kabar kalau kamu kecelakaan. Jadi ibu langsung kemari. Sekarang bagaimana kondisimu, Nak?” Tanya Alisha sembari mengawasi wajah putranya. “Ya Allah, mukamu bisa begini?”
“Nggak apa-apa, Bu. Cuma luka luar. Sebentar lagi juga udah boleh pulang,” jawab pria berusia 24 tahun itu. suaranya terdengar sangat lembut saat berbicara pada ibunya. Seratus delapan puluh derajat kegalakan Luth lenyap. Seperti disulap malikat.
Lyn tidak heran dengan pemandangan itu. sosok Luth hanya luluh pada ibunya. Kepatuhan Luth pada sang ibu tidak diragukan lagi.
“Syukurlah. Alhamdulillah. Ibu senang mendengarnya. Sepanjang jalan ibu terus berdoa, semoga Tuhan melindungimu. Tuhan menjawab doa Ibu. Lukamu nggak seserius yang ibu bayangkan.” Alisha mengambil sebotol air mineral dari dalam tasnya, lalu menyerahkannya kepada Luth. “Ayo diminum.”
Luth mengangguk, meminum air mineral pemberian ibunya.
“Ibu tadi udah ngabarin Mas dan Mbakmu, tapi mereka belum datang,” ucap Alisha mengingat tadi ia sudah mengabari putra sulungnya bernama Hud, dan Khadijjah anak keduanya yang juga tidak muncul. Keduanya sudah menikah, sudah menempati rumah masing-masing.
***
Bersambung
Jangan lupa klik like 😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
www.@c.ill
lalu siapa daud? hubungan nya apa dg luth? hehee,,kan nama" nya ,,,,
2022-08-03
1
Nur Ariska Yanti
kasar banget sihhh luth
2022-06-19
0
rhie_yha
luth... tipikal anak berbakti
2022-06-05
0