“Ibu sama sekali nggak minta apa-apa, Dija, Cuma minta kehadiranmu aja,” pungkas Alisha dengan suaranya yang sudah tidak keras lagi. Ditatapnya wajah Khadijjah dengan tatapan penuh harap, ingin memeluk putri kecilnya yang kini sudah menjadi dewasa dan menjadi milik suaminya. “Dija, ibu ini sudah tua, tidak tahu entah kapan Allah menjemput ibu. Sering-seringlah kemari menjenguk ibu. Kamu jarang loh datang kemari, bisa dikatakan setengah tahun sekali kamu kesini. Padahal kan rumah kamu dan rumah ibu deketan. Sama-sama di Jakarta. Kalau ibu udah tiada, kamu nggak akan bisa menjenguk ibu lagi.”
“Aku kan banyak urusan, Bu. Nggak mungkinlah aku terus-terusan yang datang ke sini negokin ibu. Ibu dong yang datang ke rumahku menemui aku dan Mas Ishaq, mertuaku juga sering kok dateng ke rumah, bawain oleh-oleh. Pokoknya bisa dua minggu sekali mertuaku datang nengokin aku dan Mas Ishaq.” Khadijjah membanggakan mertuanya.
Alisha terdiam. Bagaimana mungkin Khadijjah membandingkan dirinya dengan besannya. Yang jelas besannya berasal dari keluarga kaya, yang kemana-mana bisa diantarain supir, kesehariannya hanya ke salon dan jalan-jalan memakai uang suami. Sedangkan Alisha, seorang janda tua yang hanya mengandalkan Luth, putranya yang banting tulang menghidupinya dan tidak memiliki banyak waktu untuk jalan-jalan.
Senin sampai sabtu, Luth bekerja di sebuah perusahaan sebagai karyawan biasa. Hari minggu, terkadang pria itu mengambil lemburan untuk mengambil uang tambahan. Bahkan di sisa waktunya di luar jam kerja, pria itu mengurus rumah, juga mengurus ibunya. Luth lebih suka menghabiskan waktu di rumah mengurus ibunya ketimbang keluyuran ke sana sini yang tentunya akan membuat keuangannya semakin menipis.
“Ibumu ini sudah tua, sudah sering sakit. Luth sering menelepon kamu dan mengabarkan kondisi ibu ke kamu. Tapi setiap kali ibu sakit, kamu nggak pernah mau datang menjenguk,” ucap Alisha mengharap putrinya itu sering menjenguknya. Rasa rindu seorang ibu pada anak tidak terobati hanya dengan berteleponan saja. Di awal menikah, Khadijjah masih memiliki waktu untuk menelepon ibunya, namun lambat laun rute berteleponan itu semakin mengendur, lalu sekarang Khadijjah hanya akan berteleponan saat ada perlu saja.
“Ibu sering sakit-sakitan karena ibu kecapean kali. Makanya jangan sibuk ngurusin ini itu.” celetuk Khadijjah. “Kalau mau makan tuh ibu nggak usah masak, beli aja. Kan nggak capek. Nggak usah ngurusin dapur, apa lagi beres-beres rumah.”
Duuuh… telinga Lyn rasanya panas mendengar ucapan Khadijjah yang justru seperti menyalahkan Luth sebagai anak yang tinggal seatap dengan Alisha, ibaratnya Luth tidak bisa menjaga kesehatan sang ibu. Padahal segala yang dilakukan Luth pada sang ibu sudah sangat baik. Dia laki-laki, namun bersedia melakukan pekerjaan yang kata orang adalah pekerjaan perempuan.
“Semua itu udah dikerjakan sama Luth kok. Ibu nggak hanya mengerjakan pekerjaan ringan di rumah, itung itung untuk berolah raga,” ucap Alisha bijaksana, nada suaranya tetap terdengar lembut dan menenangkan hati.
“Ibu kurang gizi kali makanya sakit sakitan. Konsumsi makanan yang bergizi dong,” sahut Khadijjah lagi, seakan tidak ingin mendapat celah untuk dituntut.
“Maksudmu, Luth selama ini nggak memberikan makanan yang layak untuk ibu, begitu?”
“Kenyataannya ibu bilang sering sakit-sakitan,” jawab Khadijjah mulai terlihat agak kesal.
“Ibumu ini udah tua, orang yang udah tua udah sewajarnya sakit-sakitan.” Alisha mengulang-ulang kalimat yang sama, menegaskan bahwa ia sudah semakin tua. Masih terdengar nada bicara yang lembut, tak ada nada kesal dalam ucapannya.
“Tetanggaku di samping rumah itu juga udah tua, Bu. Umurnya lebih tua dari ibu, tujuh puluh tahun lebih malah. Tapi dia baik-baik aja. Nggak sakit-sakitan. Berarti ada yang salah dengan cara ibu menjaga kesehatan.”
Lyn yang hanya sebagai pendengar, rasanya gemes sekali ingin menyentil ginjalnya Khadijjah. Bicara sama orang tua kok begitu? Tanda-tanda dunia sudah semakin tua kali, makin banyak anak yang durhaka pada ibunya.
Lyn tidak menyahuti, tapi tidak ingin dianggap mencampuri urusan keluarga orang lain. Dia bukan siapa-siapa di sana. kompor mana kompor, biar ditempelin ke bibir Khadijjah. Duuh… Kok malah emosi begini? Lyn mengelus dada.
Bersambung..
Adakah diantara kalian yg pernah menyaksikan sosok anak seperti Khadijjah? 😭😭😭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Yayah Ade
anak durhaka
2024-07-21
0
Zuraida Zuraida
anak durjana
2022-11-29
0
💕febhy ajah💕
banyak, bahkan mengalami.mertua punya 3 anak, 1 perempuan 2 laki2. anak perempuan seperti menantu dan menantu seperti anak perempuan. bukannya anak perempuan sdh sepatutnya merawat ibu dan ayahnya kok malah menantunya.
2022-10-06
0