Masih di negara A, seorang gadis dengan tubuh menggigil yang baru saja ditinggal suami tercintanya untuk menghadap Sang penciptanya. Sesaat kemudian Malika teringat keluarga suaminya diapun langsung memencet tombol log dan memilih nama orang tua Arie yang tertera di ponsel miliknya. Tidak lama di sebrang sana sudah ada yang menjawab panggilan telponnya.
"Hallo Malika apa kabar kalian?,
apa sudah sampai nak?," tanya ayah Ari lagi yang masih polos karena belum tahu apa yang sedang terjadi pada anak dan menantunya di negara A.
"Assalamualaikum Ayah," sapa Malika dengan suara yang tercekat menahan tangisnya.
Sesaat Ayah Arie mengerutkan dahinya tampak curiga dengan nada suara Malika.
"Ada apa nak, apa kalian baik-baik saja?, mengapa kamu menangis?,
tolong berikan ponselmu pada Arie nak, ayah mau bicara dengannya," pinta ayah Arie.
"Ayah... mas Arie!! ayah.. Mas Arie!! meninggal, karena serangan jantung setibanya kami di hotel Ayah," jelas Malika dengan nada suara yang masih gemetar.
Degg..
Ayah Arie mematung ditempatnya, ponselnya jatuh dari genggaman tangan lelaki paruh baya itu, kemudian tubuhnya ambruk ke lantai.
Melihat keadaan suaminya, bunda Arie terpekik memanggil suaminya.
"Ayah!!..ayah !!"
"Ada apa dengan putra kita yah?" tanya bunda Arie yang tampak panik melihat raut wajah suaminya yang pucat.
"Arie, bunda...putra kita Arie sudah tiada karena serangan jantung," ujar ayah Arie lirih.
Malika sudah tidak mampu lagi meneruskan kata-katanya karena ayah Arie tiba-tiba memutuskan secara sepihak. Malika tahu keluarga Arie pasti sangat terpukul mendengar kabar kematian Arie secara mendadak.
Malika kembali menangis di ruang rawat inap rumah sakit tempat Jenazah Arie saat ini bersemayam di dalam ruang pendingin kamar jenazah.
Saat ini Malika masih lemah dan perlu perawatan juga, seorang suster mendatangi kamar Malika untuk menandatangani beberapa dokumen penting dalam mengurus jenazah suaminya.
"Permisi nona," tegur suster itu menyapa Malika yang masih termenung dengan posisi duduk memeluk kedua kakinya menatap kosong ke arah Malika nampak tertegun setelah Suster itu sedikit mengguncang tubuhnya.
"Oh iya maaf ada yang bisa saya bantu suster," tanya Malika.
"Maaf nona tolong tanda tangani dokumen ini," pinta Suster itu sambil menunjuk tempat yang harus ditandatangani oleh Malika.
"Terimakasih suster," ucap Malika lagi memberikan senyum pelit pada suster itu.
Sepeninggalnya suster itu malika kembali meneruskan lamunannya, mencoba mencerna peristiwa yang begitu cepat berlalu meninggalkan semuanya, dirinya dan keluarga besar suaminya.
"Apakah begini rasanya saat kehilangan sosok yang kita cintai?," ucapnya membatin."
🌷🌷🌷
Tanpa terasa waktu terus bergulir memisahkan semua penggalan pertemuan entah dalam nuansa apa, kebersamaan apapun akan berakhir dengan perpisahan, nikmatilah selagi ada kesempatan waktu yang diberikan illahi tanpa kita tahu waktu akan lebih kejam merenggut apa yang kita miliki tanpa mendengar keluhmu atau kompromi dengan harapan mu. "Waktu", hal yang sangat istimewa dilalui, menyakitkan setelah berlalu pergi, meninggalkan sekeping kesan entah itu berharga atau menyakitkan, hiduplah dengan baik dengan apa yang kita miliki juga pertimbangan kembali untuk tidak mudah sesal yang akan dihadapi, mencintai dan dicintai tetap akan terpisah oleh waktu.
🌷🌷🌷
Selang beberapa waktu orangtua Arie, asisten dan beberapa kerabat lainnya sudah menyambangi rumah sakit, di ruang resepsionis Rumah sakit tuan Pram menanyakan keberadaan putranya.
"Selamat malam Tuan!" sapa salah satu petugas resepsionis pada tuan Pram yang nampak bingung mencari sesuatu di ruang lobi rumah sakit yang sudah diberi tahu Malika sebelumnya.
"Maaf tuan saya ingin mengambil jenazah putra saya atas nama Arie Arya yang meninggal kemarin siang di Rumah sakit ini," jelas ayah Arie kepada resepsionis rumah sakit.
Setelah mendapatkan keterangan dari resepsionis rumah sakit Ayah Arie menghubungi Malika untuk menanyakan keberadaan menantunya itu.
"Hallo Malika, ayah sudah berada di rumah sakit, di mana kamu nak?," tanya ayah Arie.
"Saya akan turun ayah," jawab Malika cepat. Malika segera turun dari brankar mendatangi ayah mertuanya itu.
"Ayahhh !!"
"Malika !!
Dari jauh Malika berlari ketika melihat lelaki paruh baya yang tak lain ayah mertuanya.
Malika menghamburkan pelukan dalam dada mertuanya tangisnya kembali pecah.
Ayah Arie memeluk menantunya itu dengan tangisan berderai, keduanya nampak hanyut dalam kesedihan tetapi tidak dengan ibu Arie yang menatap Malika dengan sinis, wajahnya seakan muak melihat menantunya itu.
Tapi tidak di sangka-sangka nyonya Andien menarik Malika sekuat mungkin sampai pelukan Malika terlerai dari mertuanya sampai tubuhnya oleng kebelakang, belum sampai dia mengusai dirinya untuk berdiri sempurna, sesaat kemudian tamparan kencang mengenai pipinya
"plakk"
"Apa yang sudah kau lakukan pada putraku?," teriak nyonya Andien pada menantunya.
"Awalnya memang aku tidak menyukaimu, ternyata benar kamu telah membunuh putraku hanya dalam waktu dua hari menikah denganmu, putraku sudah tak bernyawa," bentak nyonya Andien.
Tuan Pram yang melihat adegan itupun langsung menarik tubuh istrinya menjauhi Malika, rupanya tidak cuma nyonya Andien tantenya Arie juga menjambak rambut Malika dan mendorong tubuh lemah itu ke dinding, dengan cepat asisten tuan Pram melindungi tubuh Malika agar tubuh gadis itu tidak terbentur ke dinding rumah sakit.
Sesaat kemudian satpam rumah sakit langsung mengamankan keluarga itu dan menegur mereka untuk menjaga keamanan rumah sakit.
🌷🌷🌷
Peti jenazah Arie sudah di bawa ke bandara, keluarga Arie mulai bersiap bertolak kembali ke tanah air dengan jet pribadi.
Tapi saat mereka berjalan menuju pesawat, nyonya Andien mulai berulah...
"Hai, gadis pembawa sial jangan ikut dengan rombongan keluarga ku dan mulai hari ini kau bukan lagi bagian dari keluargaku," umpat ibu Arie sambil mendengus dengan penuh kemurkaan.
"Hai kamu!!, seret wanita itu keluar dari bandara dan pastikan dia tidak menumpangi jet pribadi ku," perintah ibu Arie kepada pengawalnya.
Malika begitu terkejut dengan pernyataan mertuanya.
"Jangan !!" bunda..jangan lakukan itu padaku, aku ingin bersama suamiku bunda, kumohon bunda," bujuk Malika sambil bersimpuh dikaki mertuanya.
"Tolong bunda, izinkan aku mengantar suamiku di peristirahatannya yang terakhir," pinta Malika pilu dengan suaranya yang sudah parau karena kebanyakan menangis, tapi nyonya Andien tidak bergeming sedikitpun.
Hatinya begitu dingin dan menjadi egois karena putranya yang sudah tiada, dengan sekuat mungkin dia menghempas kakinya yang di peluk Malika yang menahannya pergi.
Seketika tubuh gadis malang itu terpental ke belakang mencium lantai bandara. Beberapa pengawal memegang lengan Malika menahan tubuh lemah itu untuk tidak mengikuti langkah nyonya Andien yang menuju tangga pesawat.
Tidak lama pesawat itu sudah tinggal landas meninggalkan negara A dan terbang kembali ke tanah air membawa jenazah Arie bersama keluarganya yang masih berbalut duka.
Malika menjatuhkan tubuhnya dengan posisi berlutut menatap pesawat yang membawa jenazah suaminya sampai pesawat itu hilang ditelan awan.
"Mas Arie!!!"
"Mas Arie!!"
"Maafin aku sayang," lirih Malika yang masih menangis dalam posisi berlutut.
🔥🔥🔥
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments