Suara penumpangnya yang panik masih terdengar bersahutan. Mata Angga menyapu sekeliling dan menemukan sebuah sekoci yang bersandar di dinding kapal.
"Semua bergerak ikuti aku," ucap Angga.
Fikri dan Beno segera tahu apa yang sedang direncanakan Angga. Tanpa diperintah, mereka segera bergerak membantu Angga untuk mengambil sebuah sekoci dan menurunkannya.
Namun belum selesai mereka menurunkan sekoci, terdengar teriakan dari sela-sela mobil yang terparkir.
"Woy, berhenti kalian!" suara teriakan disusul kemunculan tiga orang pria. Untungnya, suara mesin kapal di bawah cukup menyamarkan suara mereka sehingga kawanan penjahat di lantai atas tak mendengarnya.
Dengan lincah Angga segera melesat menyambut mereka. Pria pertama serta merta menyabetkan pedang ke arah bahu kiri Angga. Respon Angga yang cukup cepat membuat mereka sedikit kaget, sehingga melakukan tindakan serangan acak tak terkontrol.
Menerima ancaman pedang ta fokus di bahu kirinya, Angga dengan sigap bergeser ke sisi kanan. Seperti gerakan memantul tahu-tahu Angga sudah berpindah cepat mengunci leher pria tersebut. Menjatuhkan pegangan pedang dengan sekali hentak, disusul putaran pada leher. Bekapan tangan Angga di bagian mulut membuat si pria terpekik tanpa suara dan segera limbung.
Beno menangkap pedang yang dijatuhkan pria pertama. Dengan berani ia datang membantu Angga untuk menghadapi pria ke dua. Sebenarnya Angga tak memerlukan bantuan itu. Baru saja Angga bergerak menuju pria ke dua, namun saat melihat Beno juga bergerak kearah yang sama, Angga pun berbelok menuju pria ke tiga.
Pria ke dua yang memegang 2 buah pisau mati-matian menahan serangan pedang dari Beno yang begitu keras dan kuat. Beno mengamuk seperti banteng yang kalah lotre.
Terjadi benturan logam antara dua pisau dan pedang. Namun tenaga Beno bukan tandingan pria ke dua. Tenaga Beno jauh lebih besar dan binal. Dua pisau dipaksa Beno untuk jatuh. Kini si pria hanya menggunakan tangan kosong untuk menghadapi Beno.
Beberapa sabetan pedang Beno bisa dihindari oleh pria ke dua. Namun ia melakukan keteledoran. Ia terburu-buru menunduk untuk mengambil pistol yang terselip di sepatunya. Penurunan konsentrasi ini dimanfaatkan Beno untuk melakukan tendangan keatas. Spontan wajah si pria seperti terpelanting ke belakang. Beberapa giginya tanggal. Darah mengalir dari mulut dan hidungnya. Satu tendangan lagi dari Beno berhasil mengirim pria ke dua bertamasya ke alam mimpi.
Seperti saat menghadapi pria pertama yang hanya diselesaikan dalam tiga gerakan, Angga menyerang pria ke tiga seperti kilat. Meski pria ke tiga tersebut memegang pedang, namun ia tak cukup responsif dalam mengimbangi kecepatan Angga.
Hantaman keras kepalan tangan Angga tanpa disadari, begitu saja menumbuk ulu hati si pria. Pria tersebut terhuyung ke belakang. Tendangan Angga pada gerakan ke dua mampu menjatuhkan pedang dari tangan si pria.
Panik gak? Panik gak?. Masa gak panik? Hehe.
Pria tersebut jelas saja panik. Gerakan Angga yang sangat cepat tak mampu ia ikuti. Tahu-tahu pukulan Angga sudah mencium keras rahang kanan sang pria.
Tubuhnya tersentak jatuh tak terkendali. Detik berikutnya tubuh Angga menduduki tubuh pria ke tiga disertai hadiah pukulan bertubi-tubi ke wajahnya.
"Ampun om, eh mas, bang.." si pria merancau kacau. Nalarnya sudah hampir tenggelam berikut menurunnya kesadaran.
"Siapa yang nyuruh lu?, dan kenapa mencari Inaya?" cecar Angga. Tapi si pria mengunci mulutnya tak mau menjawab.
Plakk..plak.
Beberapa tamparan keras diberikan Angga saat si pria hanya diam tak mau menjawab pertanyaan dari Angga.
"Iya om.. ampun. Sudah bang, mas. Sakit.." pria tersebut merintih.
"Cepat jawab. Mau gue remukin pala lu?? Hah!" bentak Angga semakin gusar.
"Pp..p.pak Pa..ppablo ya..yang menyuruh kami untuk m..mmenculik Inaya," ucap si pria terbata. Angga masih tak paham atas jawaban itu. Namun anggukan Naya mengisyaratkan bahwa ia telah mengerti.
Hahh..
Satu pukulan keras Angga ke mengakhiri kesadaran si pria.
"Haha..salah sendiri manggil om. Coba kalau tadi bilangnya tante, ga bakal Angga sesadis itu.." seloroh Beno.
"Bangsad lu." Balas Angga sembari tertawa.
"Siapa Pablo, Nay?" tanya Angga penasaran.
"Nanti aja ya, Ngga. Keadaan biar tenang dulu baru aku bisa cerita," balas Naya masih dalam kondisi terlingkupi ketegangan.
"Ben, Kri.. lucuti semua senjata mereka dan bawa. Itu akan sangat bermanfaat nanti," ucap Angga kepada Beno dan Fikri.
Dengan tergesa mereka menyebar. Beno dan Fikri melucuti semua senjata dari tiga orang penjahat yang sudah terkapar. Dua buah pedang, dua biah pisau, dan satu buah pistol berhasil mereka amankan. Khusus senjata dalam celana, mereka biarkan :)
Tak jauh dari Beno dan Fikri yang sedang mengumpulkan senjata, terlihat Angga, Pak Bagaskara, dan Pak Herson menurunkan sekoci keatas permukaan air. Dengan tertib Jaka memandu satu persatu dari mereka untuk menaiki sekoci, diawali oleh kaum hawa terlebih dahulu disusul oleh kaum lontong dibelakangnya.
Terhitung total ada 11 orang dalam sekoci. Mereka adalah Angga, Jaka, Beno, Fikri, Naya, Rena, Sisi, Pak Bagaskara, Mei Lita anak Pak Bagas, Pak Herson, dan Bu Mayang istri dari Pak Herson. Selain mereka, tak cukup waktu bagi Angga untuk menyelamatkan penumpang lainnya. Angga berdoa semoga penumpang lainnya terselamatkan melalui cara mereka yang lain.
Dalam sekoci yang penuh sesak, perlahan Beno dan Fikri mendayung membawa mereka sakin menjauh dari kapal feri. Posisi mereka yang berada di sisi belakang kapal cukup terlindung dari pandangan. Kondisi malam yang gelap juga membantu menyamarkan keberadaan mereka.
"Mau kemana kita bro?" tanya Jaka bingung.
"Yang penting selamat dulu," jawab Angga datar. Pikirannya kembali melayang mengingat obrolan bersama Mbah Restu tadi sore.
"Hmmh..inikah yang dimaksud oleh Mbah Restu??" desau batin Angga.
"Ya selamat dari penjahat. Tapi apa kita bisa selamat dari gelombang besar, badai, atau juga ikan paus?. Duh Gusti hancur sudah harapanku. Mbok e, anakmu sedang menderita.." pria gagah dan sehat wal'afiat bernama Jaka lagi-lagi mengeluh.
"Jangan membayangkan sesuatu yang belum terjadi. Jangan merisaukan apapun. Pikiran adalah doa. Berpikirlah positif dan yang indah-indah," teriak Fikri.
"Indah-indah gundulmu. Gimana bisa melamun indah kalau duduk disini aja kesulitan. Coba lu bayangin dah. Lu lagi di depan mulut buaya, terus lu mikir yang indah-indah gitu??" Jaka sewot. Mulutnya berisik nyerocos kesana kemari seperti kaleng rombeng dipukul palu.
"Kalian bisa ga sih diam?. Tenang dulu. Kondisi seperti ini, satu-satunya pilihan adalah berserah diri. Lu mau berenang sampe Grassick jelas ga mungkin. Lu mo ngomel disini sampe mulut lu keluar asap juga ga bakal menyelesaikan masalah. Diam, berdoa, tawakal!" bentak Angga seolah ia sekarang adalah dosen yang memimpin di depan kelas. Bahkan ia lupa ada Pak Herson disana.
"Saya percayakan kepada Anda, anak muda. Kaum tua seperti saya ini tak cukup lincah seperti jaman muda dulu. Otak saya juga sepertinya sudah tiarap dimakan rutinitas zona nyaman dan sulit memikirkan ide-ide terobosan. Saya yakin anda yang terbaik disini," ucap Pak Herson kepada Angga.
"Saya juga ada loh, Pak. Kenapa tidak dipercayakan kepada saya saja??" sanggah Jaka seolah tak suka.
"Helehh. Gimana mau dikasih kepercayaan kalau lu cuma bisa nyariin mbok lu mulu!" cibir Rena geli.
"Hehe aim hanya bercanda. Biar ga stress disini kita, Bu Rena," Jaka tertawa sambil menjulurkan lidahnya.
"Sekali lagi nyebut Bu Rena, gue telanjangin lu disini!" Rena menyalak sensi. Jaka segera menutup mulutnya tak berani tertawa demi mendengar ancaman tak senonoh Rena. Karakter Rena memang seperti itu. Selain cantik, ia juga tegas, lugas, dan cenderung bar-bar. Ia tak suka terlalu basa-basi.
"Sudahlah. Jangan hanya karena ucapan saya malah menyebabkan kalian bertengkar," ucap Pak Herson menengahi.
"Jaka sama Rena memang sudah biasa kayak gitu, Pak. Seperti air dan api. Seperti Tom dan Jupri hahaha," Sisi ikut menanggapi.
"Maaf jika karena aku akhirnya membawa beban yang besar buat kamu, Ngga." Lirih suara Naya terdengar disamping Angga. Mungkin yang lain tak mendengar suara Naya tersebut.
"Sudahlah. Aku pastikan akan selalu menjagamu," uhh siapapun wanita yang mendengar ucapan jantan seperti Angga pastinya akan meleleh. Begitu juga dengan Naya. Mendadak saja hatinya menjadi tenang dan tentram.
"Ooh inikah pria yang 'klik' itu?" batin Naya sambil menatap lekat sisi samping wajah Angga. Sepertinya Angga tak menyadari tatapan Naya tersebut. Atau bisa jadi juga ia berpura-pura tidak tahu agar Naya tidak malu.
Ditengah gelap malam, juga ditengah lautan lepas sekoci itu berlabuh tanpa arah yang jelas. Dua kapal feri yang tadi mereka naiki juga kini telah hilang dari pandangan mata.
"Mas Angga, tetap tenang. Saya siap membantu jika diperlukan.." kembali Pak Bagaskara memberikan dukungannya.
"Ada gue, ada lu bro. Gue akan selalu ada bersama lu." Ucap Beno melanjutkan dukungan dari Pak Bagas.
"Gue juga. Kita bertiga sudah seperti saudara. Dimanapun, kapanpun, dalam kondisi apapun, trio gatoloco akan selalu kompak dan saling mendukung satu sama lain." Imbuh Fikri tak mau kalah.
"Ebuset..trio gatoloco?. Ga ada nama genk lain yang lebih bagus apah?" ledeh Jaka terpingkal.
"Diem lu kunyuk. Masih mending daripada elu, ga ada sohib kental.." tampik Beno tak rela.
"Wooh.. kalau begitu gue nobatkan sekarang juga persahabatan Naya, Rena, dan Sisi, berikut gue dengan nama trio gatilici & bestboy. Gimana?" ucap Jaka sok iyes.
"Huekk..ga sudi gue satu tongkrongan ama lu, Jack!" tolak Rena ketus. Naya hanya memandang dengan tersenyum lembut. Hati Naya saat ini sedang melambung tinggi. Buaian kata-kata Angga masih teris terngiang ditelinga, merasuk ke jiwa. Rambut indah si cantik Naya bergerak-gerak dalam hembusan angin laut. Angga menatapnya dengan sepenuh rasa takjub yang membuncah.
"Gue juga dukung lu bro," ucap Rena pada Angga.
"Gue juga iya," lanjut Sisi.
"Gue mah 100% iyes.." Jaka ikut
bersuara.
Naya tak mengucapkan dukungan apapun. Namun sebagai gantinya ia menggamit erat lengan Angga seolah memberi isyarat batin yang tak bisa terwakili dengan sekedar kata-kata.
Melihat semangat dari semua orang, Angga menjadi terharu.
"Kondisi telah menyatukan kita semua. Saya minta semua dapat menjaga kekompakan, menghindari segala perselisihan, dan bahu membahu hingga kita tiba kembali ke kota tercinta dengan selamat. Terlebih jika keakraban ini dapat bertahan sepanjang masa meski kita telah kembali ke rumah masing-masing." titah Angga diamini dengan anggukan semua orang.
***
Untuk pembaca yang menyukai cara menulis Author di novel ini, yuk mampir juga dikarya Author : DUA DEWI
Mohon dukungan dan ramaikan.
Terimakasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Lia Yulia
cieee...cieee
2022-07-17
1
Silvia N.
jos
2022-07-12
1
Shakila Rassya Azahra
walaupun dalam keadaan panik tapi ga berasa panik dengan bayolan mereka yg bukan panik malah bikin ketawa 😂😂😂😂
2022-05-31
1