Matahari beranjak naik. Angga melihat jam tangan dipergelangan tangannya. Waktu mendekati pukul sepuluh pagi. Semua kembali teringat pada rasa lapar dan haus yang sesaat sempat terabaikan karena fokus pada konflik kecil diantara mereka.
"Sebaiknya kita berkumpul untuk melakukan koordinasi," ucap Angga. Tanpa menunggu komando, semua berbaris membentuk satu lingkaran besar.
"Bagaimana harus memimpin kalian?" tanya Angga kepada semuanya.
"Silahkan anda yang memimpin." Pak Herson pertama memberi tanggapan sekaligus mewakili jawaban istrinya.
"Saya juga setuju," ucap Pak Bagas.
"Ikut." Lita berkata singkat.
"Kami juga setuju jika kamu yang memimpin," kelembutan suara Naya sang dewi kampus mewakili suara trio gitilici & bestboy.
"Kita ga mungkin bilang tidak setuju..haha," giliran Beno mewakili pendapat trio gatoloco.
Semua satu pendapat bahwa mempercayakan kepemimpinan di tangan Angga. Sejenak Angga terhanyut dalam lamunan teringat ucapan Mbah Restu.
Angga berpikir bahwa Pak Herson adalah sosok pendiam. Meski ia sangat kebapakan, namun di pulau itu mereka tidak sekedar butuh figur seorang bapak, namun juga pelindung dan terlatih. Sempat juga Angga berpikir tentang Pak Bagaskara, ia adalah sosok pelindung yang menguasai beladiri. Namun dilain sisi ada rasa sungkan Pak Bagas dalam mengatur orang-orang penting seperti Pak Herson dan juga Naya. Seperti juga tak tepat jika tugas pemimpin diberikan kepadanya.
"Oke kalau begitu. Pertama yang harus saya tekankan adalah kekompakan dan kebersamaan. Diluar sana mungkin kita adalah dosen, artis, orang kaya, dan sebagainya. Tapi disini saya minta anda semua menanggalkan ego. Disini kita adalah satu. Tidak ada yang boleh mengambil keputusan sendiri atau meninggalkan tim tanpa persetujuan saya atau orang yang saya tunjuk untuk mewakili saya," Angga memulai kepemimpinannya dengan satu instruksi terpenting.
"Selanjutnya saya minta Pak Bagas, Beno, dan juga Fikri sebagai panglima saya. Kalian akan bergantian mewakili jika saya dalam kondisi tidak memungkinkan. Ini bukanlah main-main. Dipulau ini pasti banyak binatang buas atau juga manusia yang bisa jadi akan bertentangan dengan kita. Hari ini kita seperti sedang terlahir kembali disini sebagai tim manusia rimba. Kita akan bertahan hidup dan kembali pulang pada saat yang tepat," suara Angga lantang dan berwibawa. Tatapan bangga muncul dari sinar mata Naya.
"Selanjutnya apa yang harus kita lakukan bos?," tanya Pak Herson bernada ambigu.
"Hahaha stop, Pak. Jangan panggil bos. Seperti biasa aja Pak. Hanya aturan yang harus mengikuti saya." sambut Angga tergelak. Semua ikut riuh tertawa.
"Satu pedang akan saya bawa, pedang lainnya akan dibawa oleh Beno. Fikri dan Pak Bagas masing-masing akan membawa senjata berupa belati. Tersisa satu pistol saya serahkan kepada Naya sebagai alat perlindungan diri. Namun pesan saya, khusus pistol jangan digunakan secara sembarangan. Selain ilegal, isinya terbatas dan hanya digunakan untuk kondisi genting saja." ucap Angga membagikan senjata rampasan.
"Hari ini kita akan berburu, mencari tanaman yang bisa dimakan, memasak, serta membuat pondok kayu. Saya akan membagi tugas," lanjut Angga.
"Saya, Beno, Naya akan berburu. Pak Bagas, Jaka, dan Sisi bertugas mencari ranting untuk keperluan perapian. Rena, Fikri, mencari tanaman liar. Pak Herson, Bu Mayang, dan juga Kak Lita membersihkan areal untuk kita beristirahat dan memasak. Sementara kita berupaya agar kenyang dulu. Setelah itu baru kita berpikir untuk membuat tempat tinggal." Angga membagi tugas untuk beberapa tim.
"Pak Bagas dipastikan masih cukup menguasai ilmu beladiri, kan?" tanya Angga menegaskan. Karena segala keahlian sangat dibutuhkan.
"Tentu, Mas. Meski sudah usia begini, saya tetap rajin berlatih dan mempertahankan keahlian saya. Sayangnya Lita tidak mewarisi sedikitpun keahlian saya hehe," Pak Bagas terdenyum cerah. Ia merasa senang karena dilibatkan dan dianggap.
Angga bersama Beno mengambil beberapa dahan panjang yang dirasa cukup kuat kemudian merautnya satu persatu menjadi sebuah tombak. Alat pertahanan diri sangat dibutuhkan, dan masing-masing harus memilikinya. Meski hanya berupa tombak kayu, itu jauh lebih baik daripada mempertahankan diri dengan tangan kosong.
Tak jauh dari tempat Angga, terlihat Naya sibuk menjemur perbendaharaan pakaian dari ketiga tas yang tersisa. Dengan tangkas ia meletakkan pakaian-pakaian itu pada setiap dahan di pepohonan yang rendah. Pakaian cukup lembab karena terpapar air saat proses evakuasi menggunakan sekoci. Oleh karena itulah inisiatif Naya untuk menjemur sangatlah baik mengingat mereka memerlukan stok pakaian layak pakai untuk sebelas orang. Angga menatap bangga pada sosok Naya yang terlihat mandiri dan tidak manja saat beraktifitas. Itu sangat jauh dari gambaran anak orang kaya raya yang konon terbiasa ongkang-ongkang kaki main suruh sana sini untuk memenuhi kebutuhannya.
"Yang tidak kebagian senjata, silahkan membawa tombak ini sebagai alat pertahanan diri," ucap Angga membagikan beberapa tongkat kepada masing-masing anggota tim.
"Khusus Naya, meski sudah menyimpan pistol, tetap gunakan tombak ini karena pistol tidak bisa digunakan setiap saat," Angga berjalan kearah Naya dan disambut senyuman lembut oleh sang dewi kampus.
"Baik. Persiapkan diri kalian untuk mengikuti tim kecil yang tadi sudah saya tentukan. Usahakan tidak berjalan terlalu jauh dari markas untuk meminimalisir terjadinya bahaya dan kesulitan tersesat," Angga memberi aba-aba kepada tim.
"Sebelum berangkat, bolehkah gue menyampaikan sesuatu yang penting?" perkataan Jaka menghentikan langkah anggota tim yang bersiap berangkat.
"Ada hal ikhwal apa kiranya, Kisanak?" tanya Fikri bergaya ala kerajaan tempo dulu.
"Kita adalah tim hebat. Betul?" tanya Jaka memastikan.
"Betul," jawab yang lain.
"Apa kalian tak merasa bahwa ada yang kurang?" tanya Jaka lagi.
"Apa??" tanya Rena mulai jengah.
"Ini sangat penting. Dan kalian mengabaikannya?!. Duh Gusti Pangeran, keterlaluan lu pada!" lanjut Jaka semakin serius.
"To de poin aja, gosah bebelit lu. Awas aja kalau ternyata ngaco!!" Beno sudah gusar mendengar kerumitan yang diciptakan Jaka.
"Semua tim hebat punya nama. Tim basket hebat saja punya nama seperti Chicago Bulls. Paham, kan?. Jadi gue pertimbangkan, tim kita juga harus punya nama. Dan gue memutuskan setelah melalui pengamatan mendalam. Nama tim kita adalah Jagito plus." Ucap Jaka jumawa.
"Adoooh. Apa-apaan lu, sempall!" bentak Beno murka.
"Apaan tuh Jagito plus hahaha.." Fikri terpingkal-pingkal.
"Ja-diambil dari Jaka. Gi-diambil dari nama tim gitilici Naya. To-diambil dari nama tim gatoloco Angga. Dan plus adalah mewakili keikutsertaan Pak Herson, Bu Mayang, Pak Bagaskara, dan juga Kak Lita. Gimana, keren kaan??" terang Jaka yang semakin membuat teman-temannya terpingkal-pingkal.
"Suka-suka lu dah. Cape gua. Apanya yang penting hah?. Penting dari Hongkong?!" Beno frustasi. Fikri ngakak hingga hampir terkencing-kencing.
"Sontoloyo!" tak disangka Pak Herson menoyor kepala Jaka. Ulah jenaka Pak Herson kembali membuat semua terpingkal. Perlahan satu per satu menanggalkan statusnya di dunia nyata. Mereka kini melebur menjadi satu, menjadi sahabat, menjadi keluarga. Namun ada juga tuh yang berubah dari sahabat jadi cinta..eaa eaa ea.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Shakila Rassya Azahra
sahabat jadi cinta yg pasti angga sama naya eaea..jaka lo tuh yah bikin orang ngakak aja 😂😂😂
2022-05-31
0
la beneamata
hiatus bacaya,ngk bisa ngikkuti halunya si othor
2022-05-05
1
Gadies
boom like dolo,,komen menyusul klo udh baca kk
2021-10-20
0