Matahari perlahan beringsut menyapa senja. Burung camar terbang merendah menyusuri hamparan laut untuk kemudian meraih mangsa dan terbang melesat tinggi diudara. Warna jingga keemasan terpantul dari air laut nun jauh disana menorehkan keindahan sebelum ditelan malam.
Kapal feri baru berlabuh meninggalkan pulau Biwian ketika waktu sudah mendekati Maghrib. Keperluan pengisian bahan bakar cukup memakan waktu sehingga jadwal keberangkatan sedikit tertunda.
"Haah..kelar juga kegiatan ini. Cita-cita gue cuma satu setelah ini," Jaka menghela napas.
"Emang apaan cita-cita luhur lu bro?" tanya Beno yang mulai memiliki keakraban bersama Jaka.
"Melepas kerinduan pada kasurku. No debat." jawab Jaka sok serius.
"Hahaha.. keinginan lu ga jauh dari tidur dan makan. Dasar kebo lu!" cibir Beno penuh canda. Jaka hanya menjawab dengan tawa kerasnya.
"Eh kenapa tuh sohib lu?. Sejak berangkat, muka ditekuk mulu kayak kulit lumpia.." Jaka mencolek bahu Beno sambil memberi isyarat kearah Angga.
"Biasaaa..kesambet penunggu pulau Biwian kali bro..hahaha," Beno tergelak.
"Beda lagi sama yang satunya lagi noh. Dia selalu diam ketika diperjalanan laut. Takut muntah lagi kayaknya wkwkwk," sambung Beno semakin terbahak sambil mengerdipkan mata ke arah Fikri yang sedang bersila diatas kursi penumpang seperti sedang bersemedi. Padahal tengah mengkondisikan perut menahan mual.
"Eh lu kenapa sih bro. Diem aja dari sejak berangkat?", tanya Beno penasaran pada Angga.
"Gapapa, lagi ga mood aja." Jawab Angga datar. Tak mungkin ia menceritakan apa yang tadi dibicarakan dengan Mbah Restu. Keresahannya seperti tidak beralasan.
"Ya kalau ga ada apa-apa, sini kek kita ngobrol asik.." imbuh Beno. Tanpa diminta dua kali Angga akhirnya ikut bergabung bersama Beno dan Jaka ngobrol di dak belakang kapal. Jika ia bertahan dalam diamnya justru akan membuat teman-temannya curiga, dan lagi malah akan menambah beban pikiran. Tak lama Fikri juga ikut bergabung disana setelah ia mampu mengendalikan arus didalam perutnya haha. Tak jauh dari tempat dimana Angga berkumpul, terlihat Naya bersama Rena dan Sisi juga sedang asyik bercanda. Sesekali tatapan Angga dan Naya bertemu meski tanpa kata.
Hari beranjak malam ketika Angga usai melaksanakan ibadah isya. Ia kembali berkumpul bersama teman-temannya.
Tak lama berselang tiba-tiba terdengar satu benturan cukup keras. Sepertinya kapal feri yang mereka naiki sedang membentur sesuatu. Seketika penumpang menjadi oleng dan terhuyung. Jaka terlempar menimpa tubuh Beno. Angga dan Fikri sibuk berpegangan pada tiang. Naya dan dua temannya terlihat jatuh terduduk.
"Ada apa ini??" teriak Jaka panik.
Tak lama, terdengar suara derap langkah yang cukup banyak di lantai feri.
"Angkat semua tangan kalian!" bentak seseorang bertubuh gempal dengan membawa sebilah pedang. Suaranya berasal dari sisi depan kapal.
Melihat gelagat yang tak baik, otak Angga berpikir dengan cepat. Dengan gerakan tangan Angga memberi isyarat pada teman-temannya untuk merunduk dan berjalan menuruni tangga menuju lantai dasar kapal dimana terparkir beberapa kendaraan.
"Siapa diantara kalian yang bernama Inaya?", kembali terdengar suara dari bagian dalam kapal.
Demi melihat bahaya yang sedang mengancam Naya, spontan Angga mendekati Naya dan membawanya bersama menuruni tangga. Turut bersama Naya yakni Rena dan Sisi. Sempat pula Sisi menarik tangan Pak Herson beserta istrinya untuk mengikuti langkah Angga. Dilain sisi, Beno dengan acak berhasil mengajak Pak Bagaskara berikut putrinya.
Hiruk pikuk kepanikan terjadi. Para penumpang berlarian kesana kemari mencari perlindungan. Kondisi ini mempermudah Angga bergerak membawa teman-temannya tanpa terlihat mencolok.
Tiba di lantai dasar kapal, Angga kembali berpikir tentang langkah selanjutnya yang harus ia pilih. Ia harus berpikir cepat dan solutif demi keselamatan bersama.
Dari bawah terlihat jelas dimana sebuah feri lain sedang melintang menghambat laju jalannya kapal feri yang dinaiki Angga. Benturan kedua kapal itulah yang tadi sempat menimbulkan suara seolah ledakan keras.
"Serahkan Inaya kepada kami, atau kalian akan kami habisi!" lagi-lagi terdengar teriakan. Disamping Angga terlihat Naya yang gemetar hebat. Pun juga beberapa teman Angga lainnya juga terlihat ketakutan.
Darr!!
"Ahhh..." sebuah tembakan terdengar, disusul teriakan bersahutan dari penumpang kapal.
"Saya bilang, angkat tangan kalian dan jangan melawan jika kalian ingin selamat!" bentak suara berikutnya.
"Kami hanya perlu Inaya, kalian bukan urusan kami. Jadi diamlah dan jangan sok jadi pahlawan disini!" lanjut suara tersebut menggema disegala penjuru kapal.
Angga menatap gadis cantik disampingnya. Naya juga menatap Angga dengan cemas. Dari sorot mata Naya terlukis sebuah ketakutan dan permohonan untuk mendapatkan perlindungan.
Angga adalah seorang yang murah hati. Jangankan Naya yang sudah mencuri sebagian perhatiannya, orang yang tak dikenal sekalipun jika ia menghadapi kesulitan sedangkan Angga berada disana maka Angga akan menolongnya.
Semua tidak tahu selain Beno dan Fikri tentunya, bahwa Angga adalah seorang jawara pencak silat. Selama ini ia tak pernah sedikitpun menunjukkan kemampuannya di dunia kampus.
Kehidupan perkuliahan yang tenang dan kondusif adalah sesuatu yang diharapkan oleh Angga dan kedua rekannya. Mereka sudah lelah berkelahi dan ikut tawuran sejak jaman SD hingga lepas SMA.
Namun saat ini kondisi sangat berbeda. Keadaan darurat membuat Angga merasa terpanggil untuk mendermakan jiwa sosialnya.
Beno dan Fikri, meski tak semahir Angga namun mereka berdua juga bukanlah pria kaleng-kaleng yang hanya bisa meninju dan menendang ala kadarnya. Beno dan Fikri adalah jebolan perguruan karate meski belum mencapai sabuk tertinggi. Keduanya terlanjur keluar dari perguruan karate sejak tergiur hobi bermain band dimasa SMA.
"Aku takut.." derai airmata Naya mengalir membasahi pipinya yang seputih pualam. Pandangan Naya menghiba. Darah Angga semakin mendidih saat melihat ketakutan Naya. Ia bertekad akan menyelamatkan Naya dan sebanyak mungkin temannya dari kapal feri tersebut.
"Bagaimana ini?. Aduh mbok e..anakmu dalam bahaya.." Jaka semakin panik tak terkendali.
"Diem lu. Serahkan urusan pada kami!" bentak Beno risih mendengar rintihan pria sehat wal'afiat seperti Jaka.
"Daripada banyak omong. Mending lu berdoa untuk keselamatan kita. Itu jauh lebih bermanfaat," sambung Fikri menimpali.
"Gimana bro, rencana lu?" tanya Beno kepada Angga. Kini semua mata, tak terkecuali Naya sedang menatap kearah Angga.
"Jangan panik, Mas. Tetap tenang apapun kondisinya. Saya siap membantu jika diperlukan," Pak Bagaskara atau biasa dipanggil Pak Bagas ikut angkat bicara. Posisinya sebagai pihak keamanan kampus tentunya juga dibekali keahlian menjaga diri. Ditambah dengan usia yang jauh diatas Angga, daya juang dan ketenangannya juga lebih stabil.
"Tolong aku.." tiba-tiba tangan Naya mengait di lengan Angga. Dalam kondisi normal, Naya tak akan semudah itu menyentuh laki-laki.
Deg..deg..plass hati Angga menjadi kebat-kebit sendiri. Sedikit senyuman juga tersungging di bibir Beno dan Fikri. Mereka tahu apa yang dirasakan Angga.
"Kamu tenang ya. Dan kalian, tolong juga untuk tenang. Saya akan melindungi kalian, apapun resikonya!" Angga angkat bicara. Satu kalimat darinya telah memberikan semangat positif untuk Naya dan semua yang ada bersama Angga.
"Sebenarnya ada apa denganmu?. Kenapa banyak orang mencarimu?," tanya Angga penasaran.
"Aku juga tak tahu pasti.." wajah bingung Naya terlihat jelas saat ia berbicara menanggapi pertanyaan Angga.
"Kita harus mencari tahu, agar bisa mengambil langkah keselamatan yang tepat." lanjut Angga tegas. Ia terbiasa melakukan segala sesuatu berlandaskan alasan tertentu. Bagi Angga, melakukan sesuatu tanpa tahu tujuan dan alasannya adalah sebuah kesia-siaan.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Shakila Rassya Azahra
ayo angga semangat selamatkan mereka semua.
2022-05-31
0
Gadies
#bab4done kk
2021-10-19
1
Ita Yulfiana
Eh, aku baru aja update MangaToon versi terbaru,, emang gak ada fitur likenya ya buat novel,, dari tadi aku mau like tapi gak tau gimana caranya😭😭😭
2021-10-01
3