Setelah semuanya selesai mandi dan berganti pakaian kering, mereka duduk mengelilingi api unggun. Sebagian dari mereka sedang memasak dengan memanaskan sisa persediaan daging rusa guling. Menggunakan batok kelapa mereka juga merebus daun sirih sebagai pengganti minuman hangat. Apapun mereka upayakan demi bertahan hidup.
"Ikat aja melintang dengan kaki pendek. Semakin lebar semakin baik. Kalau bisa satu dipan saja tapi bisa memenuhi satu ruangan gubuk," tegas Angga mengarahkan tim membuat tempat tidur dipan dari kayu gelondong sambil menunggu masakan selesai.
"Apa ini akan kuat menyangga kita bersebelas?" tanya Jaka samb terus bekerja merakit kayu demi kayu tanpa mengenal lelah.
"Persilangan kayu yang melintang dan membujur akan saling memberikan kekuatan. Seharusnya cukup mampu menyokong tubuh kita. Tapi jika tidakpun juga tak menjadi masalah karena dipan tetap akan tersangga pondasi. Lagi pula kaki pendek dipan tak akan membuat kita terluka saat terjatuh," jawab Angga. Pengalamannya sejak kecil dengan terbiasa hidup di alam liar membawa dampak manfaat yang besar bagi tim.
Membuat dipan dengan luas 25 meter persegi sebenarnya tak terlalu mudah. Butuh waktu dan ketelatenan. Namun pekerjaan yang dilakukan bersama-sama oleh banyak orang mampu mempermudahnya.
"Makan dulu, sudah siap semua." Ucap Naya memanggil para pria. Saat itu dipan sudah 80% pengerjaan menuju selesai. Hanya tinggal menyelesaikan sisa bagian tepi dan meletakkannya didalam ruangan gubuk.
Hidangan berupa rusa bakar, rebusan daun, didampingi minuman daun sirih hangat terlihat sangat mengundang hasrat. Dengan penuh semangat mereka menikmati segala kudapan yang ada tanpa ada kata mengeluh karena rasa yang hambar ataupun jijik. Justru Mayang yang sebelumnya menolak hidup menderita terlihat paling getol menikmati makanan tersebut.
"Kok rasanya beda ya. Kayak ada manis-manisnya gitu," ucap Fikri curiga. Sejenak ia mengambil batok kelapa yang berisi sirih hangat dan meminumnya.
"Lho..ini juga aneh. Kok bisa manis gini diminumnya?" Fikri semakin bingung. Nampak Jaka dan beberapa yang lain ikut mencermati ucapan Fikri.
"Iya lu bener, Kri. Manis dan asinnya sekarang pas banget. Berasa beneran mewah nih rusa bakarnya," tangkap Jaka sependapat.
"Kalian masaknya gimana tadi?" wajah Angga mengarah menghadap ke Naya.
"Hehe..kita nemuin tebu liar dibelakang gubuk," ujar Rena mewakili jawaban tim wanita.
"Wow..ini berkah. Kemudahan dikirimkan Tuhan ke kita, bahkan di hari pertama tinggal. Ini adalah pertanda baik," sambut Pak Herson terharu.
"Meski saya bukan hamba yang baik. Saya mengajak semua orang di dalam tim ini. Setelah selesai makan mari kita beribadah sesuai agama dan kepercayaan masing-masing. Saat kita tak punya apa-apa dan tak punya siapa-siapa. Kita masih memiliki Tuhan. Bersyukurlah, berdoalah, menangislah Kepada-Nya.." Tak salah jika Pak Herson dituakan dalam tim. Ia begitu baik. Jiwa kebapakannya dengan tulus mengalir memancarkan ketenangan untuk semua anggota tim.
Angga berdiri kemudian melangkah keluar seorang diri. Diatas sebuah batu lebar disamping gubuk ia termenung sendiri.
"Kenapa yang diucapkan Mbah Restu sedikit demi sedikit terwujud?. Kesulitan macam apa ini?. Mengapa aku harus menjalani semua permasalahan ini?" gumam Angga dalam lamunannya.
"Semua orang berhak bahagia. Tapi kenapa aku ditakdirkan tidak bahagia seperti ini?. Ada apa denganku?" pikiran Angga berkecamuk. Ia tak paham dengan alam pikirnya sendiri. Semua terasa rumit dan sulit.
"Kamu kenapa?. Kok melamun sendiri sih.." Angga terperanjat. Naya tiba-tiba muncul disampingnya dan duduk tepat disamping Angga sehingga tercium wangi tubuhnya yang khas.
Angga tak menjawab pertanyaan tersebut. Ia masih tenggelam didalam kubangan yang ia gali sendiri. Semakin ia berenang ke tepian, semakin sulit ia meraihnya.
"Pikiranmu pasti sedang berkecamuk. Semua ini terjadi begitu mendadak dan cepat. Aku bisa merasakan keresahanmu, kesedihanmu, kebingunganmu, ketidakberdayaan.." Naya terus berucap tanpa berharap Angga mendengarnya.
"Kk..kamu..kamu.." tenggorokan Angga tercekat.
"Ya..aku bisa merasakan itu. Entah kenapa sejak kita ngobrol di kapal, aku merasa ada kedekatan emosional diantara kita. Akupun tak tahu arti dari ini semua.." tatapan Naya menerawang jauh menembus kepekatan malam.
"Semua yang kamu katakan memang benar. Tak ada satupun yang meleset.." ucap Angga lirih.
"Aku merasa rapuh. Semua orang takut dalam kesendirian. Sampai adalah istilah bahwa sendiri akan membunuhmu." ungkap si cantik Naya terdengar melow.
"Aku punya Papa dan Mama, tapi terasa jauh dari pandangan. Aku memiliki harta, namun satu koinpun tak dapat kugenggam. Aku punya prestasi, tapi tapi sedikitpun tak mampu kuperjuangkan. Tapi didalam semua kerapuhanku itu, aku menemukan kenyamanan. Rasa aman dan tenang karena kehadiranmu tak pernah kudapatkan dari siapapun selama ini," perlahan Naya menyandarkan kepalanya dibahu Angga. Perlahan pula Angga membelai lembut puncak kepala sang dewi. Tak ada paksaan, tak ada kesengajaan. Hanya ketulusan yang sedang berbicara.
"Terimakasih atas ketulusan ini. Kamu cantik, kamu baik hati, dan sekarang kamu membawa penghargaan yang sangat besar kepadaku dengan tumbuhnya perasaan nyaman.." ucap Angga juga dengan segala ketulusannya.
Mereka saling memuntahkan isi jiwa. Belum ada kata cinta. Belum ada ikatan hubungan. Namun keterkaitan batin dan emosi seperti tak terpisahkan. Ada medan magnet tak kasat mata yang berputar mengelilingi keduanya.
"Ahyaa..aku tahu!" Angga bersorak girang. Naya tersentak dan kembali duduk dengan tegak.
"Ada apa?" tanya Naya bingung.
"Aku tahu sekarang, kenapa aku menghadapi banyak kesulitan, kerumitan, berbagai permasalahan dan ketidakbahagiaan.." mata Angga berbinar.
"Boleh aku mendengarnya?" pinta Naya penasaran. Tiba-tiba Angga memutar tubuhnya dan duduk menghadap Naya. Tak cukup sampai disitu, ia juga meraih tangan Naya dan membawanya dalam genggaman.
Naya tersentak. Namun ia kemudian diam saja meresapi kehangatan kungkungan tangan Angga disetiap jemarinya.
"Aku sejenak tak bahagia, demi untuk membuatmu dan mereka bahagia. Dengan memberi kebahagiaan maka aku akan menemukan kebahagiaan.."
"Aku menghadapi kesulitan, demi untuk memberimu dan mereka kemudahan. Aku ada karena kamu ada."
Segala permasalahan yang terjadi padaku adalah ujian. Yah ujian untuk meraih kemenangan yaitu mengenalmu. Kamu adalah mutiara. Aku harus membayar mahal untuk itu," Angga tersenyum.
Kini giliran Naya tercekat. Lidahnya terasa kelu tak bisa berucap. Bulu kudunya meremang.
...
Cantikmu..
Mengalihkan duniaku,
Tak hanya sekedar pikirkan 'aku',
Namun juga kamu,
Itu yang ku mau.
Aku ada karena kau ada,
Bahagiamu adalah harapanku,
Ceriamu adalah keinginanku,
Jalanku mengarah padamu.
Senyummu..
Melambungkan jantungku,
Seperti berjalan dalam taman bunga,
Wangimu membius raga,
Menjerat rasa,
Lama mencari muara,
Karena aku adalah delta,
Hadirlah..
Selalu disini,
Disisi,
Dihati,
Membunuh sepi.
...
"Wow...indahnya. Pantas saja namamu Pujangga. Ternyata ini jawabannya." Ucap Naya sangat terharu bercampur bahagia. Angga hanya tersenyum tanpa suara.
"Nah..inilah dia," bisik Naya dalam jiwa.
"Kubangan itu adalah duniaku. Aku tak bisa lari darinya. Aku harus menjalani hidup sesuai apa yang digariskan-Nya. Toh sekarang akupun tahu tentang mengapa aku harus berkorban dalam kesulitan," Angga juga berbisik dalam hatinya. Keduanya terdiam, masih bergenggaman tangan.
"Bro...lu dimana woy!" suara Beno menyadarkan mereka untuk kembali ke gubuk bersama.
"Lho lho..kalian.." Beno yang sedang ada di depan gubuk merasa aneh melihat Angga dan Naya berjalan bersama menujj ke arahnya.
***
"Kita biasakan untuk mengadakan piket berjaga bergiliran disetiap malam. Kita tidak sedang berada didalam perumahan atau apartemen. Pulau ini penuh dengan bahaya," ucap Angga setelah mereka semua selesai melakukan ibadah masing-masing sesuai nasehat Pak Herson.
"Setelah ini saya minta tolong Beno, Fikri, dan Jaka untuk membuat parit keliling, kemudian menaburkan garam kristal secara merata diparit tersebut untuk menghalau gangguan binatang melata dan serangga yang merayap," perintah Angga kepada masing-masing yang ditunjuk.
"Apa kita akan membagi tim untuk giliran berjaga?" tanya Sisi.
"Tentu saja," jawab Angga tegas.
"Kita bersebelas. Masing-masing penjaga terdiri dari dua orang, bergiliran setiap 2 jam dimulai sejak jam 8 malam. Masing-masing pasangan penjaga tidak boleh wanita semua, jadi harus ada satu pria dan satu wanita dalam setiap pasangan. Akan tersisa 1 orang yang tidak memiliki pasangan. Dia bebas bergabung di tim pasangan manapun. Silahkan memilih pasangan sendiri dan tentukan sendiri urutan shiftnya," tukas Angga.
Malam pertama yang tenang. Angga berharap tidak terjadi gangguan malam itu. Mereka sangat lelah dan memerlukan istirahat yang cukup agar memiliki energi yang maksimal untuk aktivitas esok hari.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Shakila Rassya Azahra
ciee naya sama angga sudah mulai pegangan tangan.
2022-05-31
0
Albert91
wiss..kirain mlm prtama yg hot2 gitoh, trnyta gw salh😓
2021-10-20
0