(Pov Ella)
Begitu keluar dari tempat pesta, kendra langsung menarikku masuk ke dalam mobil.
Kendra sedang kalap menyetir mobil dengan kencang. Aku memegang erat sabuk
pengaman. Aku takut terjadi sesuatu kalau dia tidak berhati-hati. Aku masih ingin hidup meski hidupku sudah benar-benar hancur karena perilaku nya.
"Jangan ngebut."
"Diam!"bentak Kendra balik. Sepertinya suaraku tidak didengar olehnya. Dia tampak emosi saat ini sambil mengendarai mobil. Itu bukan hal yang bagus.
Kulihat darah segar mengalir di kemudinya. Rupanya tangannya terluka.
"Kau terluka?"tanyaku padanya.
"Diam! Atau kulempar kau sekarang juga!"bentak dia sekali lagi.
Astaga kenapa juga aku masih perhatian dengan lelaki kasar seperti dia. Dan lebih hebatnya lagi, justru sekarang Kendra semakin menambah kecepatan berkendara nya.
Aku memejamkan mata. Kalau saja terjadi sesuatu, aku hanya berdoa semoga rasa sakit itu cepat berlalu. Aku belum pernah merasakan laju mobil sekencang ini.
Kulihat Kendra tidak membawaku ke rumah. Dia melewati jalan yang tidak kuketahui.
"Kita kemana?"tanyaku panik.
Kendra tidak menjawab, bahkan terkesan cuek saja dengan pertanyaan ku barusan. Namun aku lihat sepertinya dia membawaku ke sebuah apartemen. Apakah dia akan membawaku ke apartemennya? Oh, tidak....
Mobil Kendra sudah sampai di parkiran.
"Turun!" bentaknya.
"Tidak!"jawabku. Aku sungguh tidak mau berada di tempat yang hanya ada kami berdua saja. Aku masih takut sesuatu Kendra melakukan sesuatu padaku
Mendengar jawabanku membuat Kendra tampak semakin kesal. Dia membuka pintu mobil dan menutupnya dengan membanting keras pintu mobilnya. Ia menarikku keluar dari mobil miliknya. Lalu membawaku dengan paksa ke dalam apartemen.
Belum selesai sampai di situ saja. Dia menarikku sampai ke kamarnya. Lalu
mendudukkan ku di ranjangnya. Tiba-tiba kulihat ia membuka kemejanya.
"Apa yang kamu mau lakukan!"pekikku saat dia sudah membuka semua kancing kemejanya.
"Kamu pikir kita akan melakukan apa, heh?"tanyanya ulang. Dia justru tampak senang melihatku yang justru sedang panik saat itu. Namun yang membuatku salah fokus adalah tangannya yang mengeluarkan darah dan membuat kemejanya terkena noda darahnya.
Ya, tangannya memang terluka. Darah segar masih mengalir di lukanya.
"Ambil kotak P3K di lemari sana,"perintahnya padaku.
Aku beranjak dari ranjangnya. Beberapa saat kemudian aku sudah kembali dengan membawa kotak P3K nya.
"Obati lukaku di sini,"tunjukknya di punggung. Oh, rupanya dia juga memiliki luka memar di punggung nya.
Setelah aku mengolesi obat di punggungnya. Kali ini aku mengobati luka di tangannya. Apakah dia menangkis sesuatu tadi hingga membuatnya terluka seperti ini.
Kendra hanya mengenakan boxernya saja. Ia memandangi ku dengan seksama yang sedang membalut luka di tangannya.
Aku mengobati lukanya dengan perlahan karena tangan dia terkena pecahan
gelas. Banyak luka gores di tangannya. Dia masih saja memandangiku dengan intens. Merasa terus-menerus dilihat, aku pun merasa risih.
Aku segera pergi setelah selesai mengobatinya. Namun ia justru menarikku dan memangku ku. Aku terpekik terkejut dengan apa yang dilakukannya.
"Apakah kamu merasa sakit?"tanya kendra pelan.
Kendra yang awalnya kasar kini tiba-tiba berubah lembut. Ia mengelus punggung ku yang tadi sempat kena tonjok anton.
"Aku tidak apa-apa,"jawabku berusaha melepas pelukannya namun tenaga Kendra cukup kuat.
"Kenapa kau menghadang pukulan anton?"
"Karena aku tidak mau berhutang kepadamu."
Aku berusaha menahan sakit akibat belaian tangan Kendra di punggung ku. Namun kendra sepertinya tahu kalau aku hanya berpura-pura tidak sakit di depannya. Dia
menyibak punggung ku lalu mengoleskan obat salep pada punggung ku yang
tampak memar.
Kurasakan kelembutan tangannya saat mengobati ku.
Kami terdiam beberapa saat. Dan setelah dia selesai mengobatiku. Dia membalikkan tubuhku, tapi aku masih tetap dalam pangkuannya.
"Lain kali jangan lakukan itu,"ucap Kendra dengan nada yang lebih lembut kali ini.
"Kita impas bukan, kau menolongku, dan aku juga telah menolongmu,"jawabku.
Kendra tidak menjawab pernyataan ku. Tetapi hanya menatapku dengan tatapan yang sulit kuartikan.
**
Kediaman Steven Daniswara.
(Pov Ella)
Rumah menjadi ramai kembali sejak Papa & ibu kembali dari Perancis. Kini di meja makan tidak hanya ada aku dan kendra. Tetapi juga ada papa Steven dan juga ibu kandungku, Linda.
Ibu seperti biasa menceritakan perjalanan nya selama ini dengan antusias. Aku hanya tersenyum mendengarnya. Namun, aku tahu Kendra tidak menyukai kisah ibu. Ia buru-buru menyudahi sarapan paginya.
"Kau sudah mau berangkat, nak?" tegur papa Steven melihat Kendra yang hendak beranjak dari ruang makan.
"Ya. Aku pergi dulu." Kendra pamit terlebih dahulu kepada Steven Daniswara.
"Hati-hati, Ken,"ucap Linda kepada Kendra dengan ramah.
Namun Kendra tampak acuh saja mendengar pesan Linda, ibu tiri kendra.
Kendra beranjak dari tempat duduknya. Ia langsung keluar. Mengacuhkan perkataan ibu tentunya. Karena Kendra sangat membenci ibu.
"Kalian baik-baik saja selama kami tinggal kan?" Papa menanyakan pertanyaan yang membuat ku tersedak saat makan.
"Ada masalah kah, sayang?" tanya ibu sambil memberiku segelas air putih.
"Ouh tidak ada ibu," jawabku berusaha tersenyum agar tidak tampak apa pun.
Akch, mungkin aku lah yang memang bodoh di sini.
Aku menuju ke parkiran mobil ku. Aku akan menuju ke butik tempat aku
bekerja. Ya memang butik itu hanya butik kecil. Itu adalah butik yang ku
bangun dari uang almarhum ayahku sebagai peninggakan buatku.
"Akh..sakit,"pekikku.
Sebuah tangan menarikku masuk ke dalam mobilnya. Kendra. Siapa lagi? Ternyata dia belum berangkat kerja dari tadi.
"Aku bisa berangkat sendiri,"ujarku menyela sebelum Kendra berkata sepatah katapun.
"Pakai saja sabuk pengaman mu,"jawab kendra dengan dingin.
Dia langsung menancap gas tanpa menunggu ku memakai sabuk pengaman.
Setibanya di butik.
"Terimakasih, lain kali aku bisa berangkat sendiri,"jawabku dengan nada dingin juga.
Aku hendak keluar dari mobilnya tapi tangannya memegang erat lenganku untuk menghalangi langkahku.
"Sakit,"ujarku menahan perih.
Aku menatap matanya yang menatap ke arahku tajam.
"Kendra..." ujarku merajuk. Dia justru menangkup kedua pipiku dengan tangannya.
Dia mendekatkan wajahnya ke wajahku. Aku memejamkan mata dan memalingkan wajahku saat kurasakan napasnya semakin terasa dekat.
"Kau adalah milikku,"jawab Kendra dengan sedikit penekanan.
"Lepaskan ak.." belum sempat ku selesaikan kata-kataku. Bibirnya sudah menempel dibibirku. Perlahan dan lembut ia berusaha masuk ke dalam mulutku.
Napas Kendra semakin memburu berat.
"Hentikan. Jangan!"segahku sambil mendorong tubuhnya yang sudah menghimpit tubuhku.
Dia masih menatapku sambil tetap berada di atas tubuhku.
"Aku ingin kamu, el,"ujarnya dengan wajah memerah.
Dia menatapku tajam.
***
Iklan Author.
Jangan lupa like, vote dan juga kirim komentar kalian sebanyak-banyaknya.
Terimakasih 😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Veronica Pica
baca ulang dr yg dulu, trnyta sudah byk yg hilang /Frown/
2025-02-18
0
Wati_esha
Kendra sudah mulai menaruh rasa pada Ella.
2020-10-23
3
noname
:")
2020-06-24
3