Chapter 16

Birma di bangunkan oleh rasa laparnya di pagi hari ini, meskipun rasa kantuk masih di rasakan, tapi bunyi pemberontakan cacing-cacing di perutnya tidak dapat Birma abaikan begitu saja. Namun sepertinya kemalasan Clara yang selalu kambuh di setiap pagi, membuat Birma sedikit kesulitan untuk memanjakan perutnya. Wanita cantik itu masih saja nyaman bergelung dalam selimutnya seolah tidak peduli dengan nasib cacing-cacing yang menghuni perut suaminya.

Turun dari ranjangnya, Birma kemudian masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok giginya, sebelum turun ke dapur dan berusaha membuat makanan. Sepertinya mulai hari ini, Birma harus meminta Asisten Rumah Tangganya untuk tinggal disini agar ia bisa kapan saja meminta makan tanpa bersusah-susah merengek pada istrinya yang berubah menjadi pemalas.

“Kamu mau ke mana?” tanya Clara saat melihat suaminya hendak menekan tuas pintu.

“Keluar, cari istri baru yang mau masakin makanan buat aku.” Jawab Birma dengan wajah kesalnya yang begitu ketara.

“Oke, semoga berhasil sayang!” Clara mengacungkan kepalan tangannya memberi semangat pada sang suami. Respons Clara yang seperti itu malah membuat Birma semakin kesal dan membanting pintu cukup kuat sampai menimbulkan bunyi yang benar-benar kencang, mengejutkan Clara dan burung-burung yang berada di pohon.

Di hari yang cerah ini, memang tidak membuat semangat Clara menggebu. Justru kemalasanlah yang semakin dirinya rasakan, inginnya selalu tidur dan kalau bisa berada di pelukan suaminya. Namun sayang, laki-laki itu malah lebih mementingkan kondisi cacing-cacingnya dari pada menemaninya tertidur.

Hendak kembali memejamkan mata, Clara di buat penasaran dengan suara-suara ribut yang berasal dari lantai bawah. Meskipun sudah dapat menebak siapa yang melakukan keributan itu, Clara tetap penasaran apa yang di lakukan suaminya. Maka itu ia memilih bangkit dari tidurnya meskipun malas. Ia hanya ingin memastikan sekacau apa suaminya kini berbuat.

Tanpa mencuci muka dan gosok gigi terlebih dulu, Clara keluar dari kamarnya memeriksakan keadaan dapur yang benar-benar Clara khawatirkan. Dan benar saja, begitu dirinya sampai kekacauan itu berhasil membuat pening di kepala Clara datang. Ia ingin marah, tapi malas jika harus menghabiskan energinya untuk memaki-maki sang suami, Clara juga tidak ingin semakin banyak menanggung dosa akibat keseringan melakukan itu.

“Lagi perang sama siapa sih kamu, Bir?”

Mendengar suara istrinya, Birma menoleh dengan cengiran khasnya yang terlihat polos, tapi begitu menyebalkan di mata Clara. Tidak sama sekali menunggu suaminya menjawab, Clara berbalik badan, kembali meninggalkan dapur untuk mengambil ponselnya dan menghubungi asisten rumah tangganya, meminta wanita baya itu untuk datang lebih awal dari jadwal biasanya.

“Cla, mau gak?” tawar Birma yang baru saja menghampiri istrinya di ruang tengah dengan sepiring nasi goreng yang terlihat mengerikan.

“Itu enak?” Clara menunjuk piring di tangan Birma dengan ragu.

“Ya jelas enaklah, secara buatan aku.” Senyum bangga Birma berikan, setelahnya melahap nasi goreng tersebut.

Uhuk ... uhuk ...

Clara segera memberikan segelas air di atas meja kepada suaminya yang tersedak, juga membantu menepuk-nepuk punggung laki-laki itu sampai Birma berhenti terbatuk.

“Kok rasa nasi goreng aku aneh ya?” Birma menatap pada piringnya yang kini sudah pindah ke meja di depannya.

“Aneh gimana? Bukannya kata kamu itu enak?” menahan tawa gelinya, Clara bertanya.

“Baunya udah wangi, aku kira rasanya juga akan enak,” menggaruk kepalanya yang tiba-tiba gatal, Birma kemudian melayangkan tatapan kucingnya yang begitu menggemaskan. Tidak ingin luluh oleh tatapan itu, Clara memilih untuk membuang muka. Menatap apa saja asal tidak suaminya.

“Cla...”

“Aku mau mandi dulu, gerah.” Clara dengan cepat bangkit dari duduknya, melangkah menaiki undakan tangga, mengabaikan Birma yang cemberut di tempatnya, menatap nanar nasi goreng yang susah payah di buat laki-laki itu.

“Cla, nasib cacing aku gimana ini?” teriak Birma sebelum istrinya benar-benar semakin jauh.

“Bunuh aja cacingnya, biar gak makan terus.” Balas Clara berteriak juga.

“Kejam banget lo jadi istri! Ini juga karena anak dalam kandungan kamu loh, sayang.” Kembali Birma berteriak, menatap meminta belas kasihan istrinya yang kini bertopang dagu di pembatas tangga.

“Iya, tapi itu kan karena kamu juga yang udah bikin aku hamil. Jadi, terima aja sih, masa ngidam kamu itu.” Tawa Clara berderai melihat wajah kesal suaminya.

"Iya sayang iya, nanti selesai mandi aku buatin sarapannya. Sabar ya?” putus Clara pada akhirnya. Kasihan juga melihat laki-laki tampannya itu memelas seperti anak anjing yang minta di pungut. Clara masih memiliki jiwa kemanusiaan, apalagi yang ada di depannya adalah sang suami tercinta. Ia hanya suka saja membuat laki-laki itu kesal.

Birma akhirnya bisa menyunggingkan senyum mendengar ucapan istrinya dan memilih menonton televisi sambil menunggu Clara selesai mandi. Sampai tak berapa lama wanita cantik pujaannya sejak dulu itu keluar dari kamar, wajahnya sudah segar dan cantik, membuat Birma tidak tahan untuk tidak menciumnya. Bangkit segera dari duduknya, Birma berlari menaiki tangga dan langsung menggendong istri cantiknya itu, mengejutkan Clara yang dengan cepat melingkarkan tangannya di leher Birma.

“Kebiasaan banget sih kamu! Ini di tangga, kalau aku jatuh dan mati gimana coba?!” kesal Clara.

Kecupan singkat Birma berikan sebelum menjawab, “Aku masih butuh kamu, jadi mana mungkin aku biarin kamu mati secepat itu.”

“Lo pikir nyawa gue ada di tangan lo? Sembarangan aja kalau bicara!” kekesalan Clara malah justru bertambah dan itu membuat Birma semakin melebarkan senyumnya. Clara semakin terlihat menggemaskan dalam keadaan kesal. Dan Birma tidak tahan untuk tidak berbuat khilaf pada istrinya andai saja sang dokter tidak memperingatinya hari itu.

“Nyawanya memang di tangan Tuhan, tapi kamunya di tangan aku. Dan harus kamu tahu, aku tidak akan pernah melepaskan kamu, sampai kapan pun.” Bisik Birma begitu mereka sampai di sofa ruang tengah.

Wajah Clara semakin memerah, namun kali ini bukan karena kesal, melainkan karena perkataan manis suaminya yang mungkin jika di bandingkan dengan keromantisan yang di berikan abangnya pada Cleona, Birma belum ada apa-apanya, tapi bagi Clara sendiri, itu cukup manis dan menggetarkan hatinya.

“Wajah kamu kenapa merah? Sakit?” tanya Birma, meletakan tangannya di kening sang istri.

Menggelengkan kepala dengan cepat, Clara segera menepis tangan suaminya dan turun dari pangkuan Birma yang kini duduk di sofa tanpa melepaskannya. Clara tidak ingin mengakui bahwa dirinya tersipu. Birma akan besar kepala, dan itu tidak baik untuk dirinya.

“Cla?”

“Hmm.”

“Noleh coba,” pinta Birma yang wajahnya kini sudah berada di depan telinga Clara yang membuang muka.

Hembusan hangat di sisi telinganya membuat Clara merinding, dan semakin membuat Clara enggan menoleh. Detak jantungnya belum juga ingin berhenti dan Clara tahu resiko yang akan dirinya dapat jika menoleh. Suaminya itu mudah sekali di tebak, apa lagi sekarang ini, wajah Birma berada dekat dengan wajahnya. Berbalik sedikit saja bibir Birma sudah pasti akan mendatar di bibirnya. Dan Clara tahu bahwa memang itu lah tujuan suaminya. Cih, Clara tidak akan masuk ke dalam perangkap suaminya itu.

“Cla?” kembali Birma memanggil, dan Clara kembali menjawab hanya dengan deheman kecil, masih enggan untuk menengok dan masuk perangkap suami mesumnya itu.

“Clara Ratu Yeima.”

“Apa sih Birma! Ak...”

“Aku lapar, kamu udah janji mau buatin aku makan selesai kamu mandi tadi.”

Gubrak.

***

TBC

Terpopuler

Comments

Siti Komariah

Siti Komariah

pasangan gesrek🙈

2021-07-31

0

melia

melia

wkwkwkwkwk

2020-11-01

0

i'Wit Fierzhy06🍷Cf.

i'Wit Fierzhy06🍷Cf.

yaaahhh. khayalan Clara buyar

2020-04-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!