“Kapan seorang bayi akan hadir dalam rahimku.” Clara berguman begitu pelan, namun siapa sangka itu dapat di dengar oleh Birma yang ternyata sudah berada tepat di belakang istrinya itu.
“Kita sabar aja, nanti juga akan ada yang lucu-lucu di dalam sini,” kata Birma mengelus perut isrinya dari belakang. Kemudian tanpa aba-aba langsung menggendong istrinya itu, membuat Clara terkejut dan refleks melingkarkan tangan di leher suaminya untuk menghindari hal yang tidak di inginkan. Clara belum siap gegar otak, jika saja terjatuh dan kepalanya membentur anak tangga.
“Lo kalau mau gendong bilang dulu kenapa sih, bikin jantungan tahu gak!” dengusan Clara tak sama sekali Birma hiraukan, memilih melanjutkan langkah menuju kamar mereka yang berada di lantai dua, lalu menjatuhkan wanita itu di atas tempat tidur.
“Cla, bulan madu lagi mau gak?” tanya Birma begitu bergabung di samping istrinya.
“Tergantung, kamu mau ajak aku bulan madu ke mana, nanti aku pertimbangkan.”
“Bali?” Clara menggelengkan kepala. “Jepang?” lagi istrinya itu menggelengkan kepala. “Paris?” untuk ketiga kalinya Birma menyebutkan nama tempat yang akan menjadi rencana kepergian mereka. Untuk sesaat Clara terdiam, mempertimbangkannya. Namun, lagi, sebuah gelengan menjadi jawaban wanita itu.
Birma mentap langit-langit kamar sambil memikirkan tempat yang cocok untuk bulan madu kedua mereka. Sebenarnya ini belum pernah Birma pikirkan sebelumnya, tapi melihat wajah sang istri yang selalu murung belakangan ini, apa lagi mereka baru saja kembali kecewa atas hasil yang negatif. Birma tidak ingin istrinya itu kembali sedih, jadi sepertinya liburan sekaligus bulan madu adalah jalan yang tepat untuk mereka bisa menenangkan pikiran.
“Kamu ada tempat yang pengen di kunjungi gak?” tanya Birma pada akhirnya, setelah tidak juga bayangan tempat indah yang melintas di otaknya.
“Ada,”
“Ke mana?” penasaran, Birma dengan cepat bertanya.
“Kita mau bulan madu 'kan?” Birma menjawab dengan satu anggukan, masih menatap istrinya dengan penasaran, ke mana kira-kira istrinya itu ingin pergi.
“Maldives!” seru Clara menyebutkan satu tampat yang memang dirinya ingin kunjungi. Dalam otak cantiknya, Clara membayangkan keindahan pantai di sana, suasana romantis dan sebagainya, membuat bibir Clara semakin terukir membentuk sebuah senyum.
“Yang di Gorontalo itu?”
Pletak.
“Sakit, Cla!” Birma mengelus-elus keningnya yang terkena geplakan kasar wanita di sampingnya.
“Aku minta ke Maldives asli, bukan yang tiruan.” Bangkit dari berbaringnya, Clara menatap tajam suami tampannya itu.
“Tapi kan gak beda jauh, Cla! Ingat cintailah negara sendiri, Indonesia. Kalau di Gorontalo aja ada, kenapa harus jauh-jauh ke Maladewa?” menaikan sebelah alisnya menatap sang istri, Birma ikut mengubah posisinya menjadi duduk di ranjang berukurang king size itu.
“Jangan bilang kalau cinta lo sama gue, sepalsu itu,” Clara menunjuk suaminya dengan mata memicing curiga.
Menyentil kening wanita di depannya, Birma kemudian memberikan satu kecupan pada bibir Clara. Mendorong istrinya kembali berbaring di tas ranjang, dengan tubuhnya yang berada di atas wanita itu. “Sejak sekolah dulu, sejak kita pertama kali mengenal, apa gak pernah lo merasakan betapa tulusnya perasaan gue? Apa pernah lo melihat kepalsuan di mata gue? Lagi pula kalau cinta gue palsu, buat apa lo, gue jadiin istri?”
Berada sedekat ini dengan Birma membuat Clara benar-benar sulit bernapas, di tambah dengan perkataan dan sorot mata Birma yang menjelaskan betapa laki-laki itu mencintainya, membuatnya semakin sesak, wajahnya pun memanas dan dapat Clara pastikan bahwa kini rona merah sudah menghiasi pipinya.
Inginnya ia mendorong suaminya menjauh dari hadapannya, tapi Clara tidak sanggup, bahkan hanya untuk sekedar memalingkan wajahnya. Birma terlalu sayang untuk di sia-siakan, apalagi di saat laki-laki itu memberikannya tatapan lembut penuh cinta.
“Bir ...” cicit Clara pelan.
“Apa sayang?”
“Eum ... bi—bisa mingir gak,” kata Clara terbata. Sekali lagi, otak Clara menginginkan mendorong tubuh itu untuk menjauh dari atasnya, tapi sayang, hatinya tak sejalan, ia terlalu lemah dengan tatapan sang suami yang saat ini semakin dekat, dan sedikit saja Clara bergerak atau berucap maka, sudah dapat di pastikan bahwa bibir mereka akan bersentuhan.
“Siap-siap minggu depan kita pergi ke Maladewa. Kamu jangan lupa izin cuti sama papi.” Bisik Birma tepat di depan telinga istrinya. Setelah itu bangkit dari tubuh istrinya, dan melenggang menuju kamar mandi.
Clara kembali membuka matanya yang baru saja terpejam, napasnya memburu, malu bercampur dengan rasa kesal, karena merasa di permainkan oleh suami tampannya yang kini sudah tertawa puas di dalam kamar mandi sana.
“Gue balas lo, Birma. Lihat aja!” teriak Clara, menambah tawa Birma semakin berderai dari arah kamar mandi yang pintunya sengaja tidak di tutup.
“Aku tunggu pembalasan kamu, sayang.” Sahutnya dari dalam sana.
🍒🍒🍒
Sepulang dari bekerja, Clara mampir lebih dulu ke rumah papi-nya yang kebetulan baru pulang juga dari kantornya. Leo yang melihat kehadiran anak dari sahabatnya itu tentu saja heran, tidak biasanya perempuan itu datang untuk mencarinya, karena setiap datang pun selalu Pandu dan Lyra yang di carinya, atau mencari si kembar untuk wanita itu ajak main.
“Ngapain nyari papi?” tanya Leo langsung, tanpa basa basi begitu duduk di sofa yang sama dengan yang di duduki anak dari pasangan Lyra-Pandu.
“Papi mah gak ada basa-basinya,” delik Clara , melipat kedua tangannya di dada dengan wajah cemberut yang di buat-buat.
“Malas basa-basi,” delik Leo. “Udah bilang aja, kamu ada apa nyari papi?” tanya Leo tak sabar.
“Gak apa-apa kok, Pi. Atu cuma rindu.” Jawabnya cengengesan, sementara Leo mendecih malas. Jelas Leo tidak percaya dengan alasan anak dari sahabatnya itu. Leo sudah tahu bagaimana Clara yang mirip dengan Lyra. Anak dan ibu itu selalu berucap manis jika sedang ada maunya.
“Tu, Papi mau mandi nih, gerah. Cepat deh mau minta apa, Papi udah paham gelagat kamu sama Bunda kamu yang selalu ada maunya kalau udah kayak anak kucing.” Leo mendengus kecil, sementara Clara yang sudah ketahuan memiliki maksud hanya cengengesan, lalu memeluk manja tangan ayah keduanya itu.
“Pi, Atu minta cuti ya, minggu depan." Clara mengutarakan maksud kedatangannya mencari sang papi tersayang.
“Udah Papi tebak emang,” Leo memutar bola matanya. “Kamu mau minta cuti berapa hari?” tanya Leo tanpa mengalihkan tatapannya dari layar televisi yang baru saja di nyalakannya. Menonton siaran anak-anak yang dulu menjadi tayangan favorit istrinya di kala sore seperti ini.
“Dua minggu,” kata Clara dengan senyum manis yang terukir di bibirnya.
“What!!!”
***
jangan lupa like, vote dan komennya.
jangan lupa juga follow ig ku @Lenii13_ ikuti juga karya yang lainnya di ******* @ainiileni
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Ayu Arthamobilindo
dasar ayu ma bikin papi Supit jantung
2021-06-26
0
Nuuy⚜ɑ͜͡ᵇʲ²
ga tanggung-tanggung🤣🤣🤣🤣🤣
2020-11-19
0
melia
wkwkwkwk papi lele jantungan cla dengar kmu minta cuti 2 minggu 😆😆😆😆😆
2020-10-31
0