“Sayang, aku pengen ayak gepreknya lagi dong,” entah untuk ke berapa kalinya Birma meminta makanan itu dalam dua jam terakhir ini, membuat Clara jengah dan ingin sekali menendang suaminya sejauh mungkin.
“Sayang ...!”
“Iya, Birma iya aku bikin lagi sekarang.” Sahut Clara sedikit berteriak agar suaminya yang ada di ruang tengah itu dapat mendengar.
Clara lelah, tapi tidak sanggup mengabaikan keinginan suaminya, melihat lahap suaminya itu makan membuat Clara yakin bahwa Birma memang tidak sedang mengerjainya, suaminya benar-benar sedang mengidam dan Clara sudah sepatutnya untuk menuruti keinginan si jabang bayi.
Sejak pulang dari supermarket, Birma terus menagih ayam gepreknya, padahal tahu sendiri bahwa Clara cape saat itu. Namun suaminya seolah tidak ingin tahu, yang penting keinginannya terlaksana, dan sialnya calon ayah anaknya itu itu tidak menginginkan ayam geprek yang ada di rumah makan langganan mereka. Clara jadi bingung sebenarnya siapa yang sedang hamil?
Bukankah biasanya suami yang akan merasakan kesal karena permintaan istri yang aneh-aneh dan tingkah menyebalkannya ibu hamil? Kenapa itu semua malah terbalik? Kenapa dirinya yang selalu di buat jengkel ? Kenapa malah Birma yang semakin menyebalkan? Kenapa Tuhan?! Hati Clara menjerit merutuki suami yang benar-benar menguji kesabarannya.
“Sayang, ayam gepreknya mana?”
“Iya sebentar!” teriak Clara dengan kekesalan yang benar-benar sudah berada di puncaknya.
“Kenapa lama sih, sayang?” Birma menghampiri istrinya saat beberapa menit di tunggu tidak juga datang menghampiri.
“Lo pikir bikin ayam geprek sesingkat ceplok telur?” jengkel Clara menyingkirkan dengan kasar tangan suami tampannya yang berusaha melingkar di perutnya.
“Galak banget kamu,” cemberut layaknya anak kecil, Birma menghentakan kaki dan melangkah mengikuti istrinya yang berjalan ke arah penggorengan yang apinya sudah menyala.
“Mau gimana gue gak galak kalau lo-nya makin nyebelin!” dengus Clara tanpa menoleh sedikit pun ke arah suaminya yang terus mengekor. “Tangannya diam! Jangan sampai aku tega masukin tangan kamu ke dalam penggorengan.” Tambah Clara memperingati Birma yang hendak kembali melingkarkan tangannya di perut istrinya.
“Hais, makin galak aja bini gue.” Desis Birma pelan dan duduk di kursi meja makan, memperhatikan istrinya yang berdiri di depan kompor.
Melihat Clara yang tengah memasak tidak pernah membuat Birma bosan, dan hari ini entah kenapa dirinya selalu menginginkan melihat pemandangan indah itu. Walau pun Clara semakin galak, tidak menyurutkan cintanya pada perempuan itu. Birma justru semakin gemas dan ingin terus membuat wanita cantik itu kesal, kalau perlu ia buat Clara marah-marah sepanjang hari agar dirinya puas menyaksikan kecantikan Clara yang benar-benar memanjakan matanya.
Teng nong ...
“Sayang, bukain pintunya ya, tolong. Lihat siapa yang datang bertamu.” Titah Clara yang tidak sedikit pun menoleh pada suaminya.
“Udah biarin aja lah gak usah di buka. Aku lagi mager, Cla. Lagian siapa sih yang bertamu sore-sore gini. Ganggu orang aja!"
Teng nong ...
“Gak jadi nih aku bikinin ayam gepreknya,” ancaman Clara sukses membuat Birma berlari meninggalkan dapur.
“Sabar ... sabar ... sabar.” Gumam Clara mengusap-usap dadanya, menyabarkan diri dengan tingkah suaminya yang butuh obat penenang agar kadar menyebalkannya sedikit berkurang. Clara berharap bahwa hari akan cepat berlalu agar kehamilannya segera membesar dan ngidam yang di alami suaminya segera berakhir. Ia tidak ingin wajahnya cepat tua karena terlalu banyak marah-marah, dan tentu saja dirinya tidak ingin menimbun lebih banyak lagi dosa karena selalu memaki-maki suaminya.
Tak lama Birma kembali dengan tamunya yang tak lain adalah orang tua Birma, Arindi dan Barga. Clara yang sadar akan kehadiran mertuanya segera menghampiri dan menyalami kedua paruh baya itu. “Sore Ma, Pa,” sapa Clara untuk sekedar sopan santun. Setelahnya kembali ke hadapan penggorengan untuk meniriskan ayam yang baru matang dan melanjutkan membuat sambal untuk ayam gepreknya. Sementara suami serta mertuanya Clara biarkan menunggu di ruang tengah.
Sejak orang tua Birma yang terus menjejalinya dengan berbagai obat dan juga meragukan kesuburannya, sejak saat itu lah Clara mulai mengurangi keakraban dengan sang ibu mertua. Clara memang menyayangi mertuanya itu, tapi untuk mengobrol Clara menjadi kurang nyaman, dan hingga saat ini kedekatannya dengan ibu dari suaminya itu masih belum sedekat saat akan menikah empat tahun lalu.
Teringat akan hubungannya dengan sang mertua, Clara merasa telah melupakan sesuatu dan segera berjalan cepat menuju kalender yang berada di pinggir kulkasnya, melihat angka yang tertera di sana dan sebuah tanggal yang dirinya sengaja lingkari. Clara menepuk keningnya sendiri begitu sadar bahwa ini adalah hari dimana peringatan ulang tahun pernikahannya dengan Birma yang ke-4.
Setiap tahun dirinya dan sang suami selalu saling mengingatkan dan memberi doa-doa terbaik untuk pernikahan mereka. Namun kenapa untuk tahun ini Clara sampai bisa melupakan itu? Dan suaminya ... apa mungkin pria itu juga lupa?
Mengesampingkan itu terlebih dulu, Clara memanggil suami serta mertuanya untuk menikmati ayam geprek yang dirinya buat, beruntungnya kali ini ia sengaja membuat sekaligus banyak karena terlalu kesal pada sang suami yang terus mengganggu waktu istirahatnya. Siapa yang sangka akan kedatangan kedua orang tuanya, dan ini menjadi sebuah kebetulan.
“Kamu apa sudah mulai mual-mual, Cla?” tanya Arindi saat mereka semua sudah menduduki kursi di ruang makan.
“Gak ada Ma, paling kalau minum susu hamil aja aku baru mual.” Clara menjawab seadanya, lalu menikmati makanan di depannya dengan sedikit tidak berselera. Entah karena bawaan atau karena ada mertuanya, Clara tidak ingin salah mengartikan itu.
“Sepertinya yang ngidam suami kamu ya, Cla?” kini Barga, selaku ayah Birma yang bertanya sambil terus menyaksikan bagaimana lahapnya sang putra makan.
Dengan cepat Clara mengangguk untuk membenarkan. “Aku udah lebih dari tiga kali bikin ayam geprek dalam tiga jam terakhir ini, Pa. Clara sampai gak tahu harus gimana lagi untuk menghentikan mulut Birma supaya diam. Dari tadi ngunyah mulu!” Clara memberikan delikan pada suaminya yang hanya memberikan cengirannya. “Papa gak akan percaya kalau dari supermarket tadi siang suami aku ini beli cemilan banyak banget. Di kamar, lemari penyimpanan di dapur sana, di ruang tahu isinya cemilan dia doang, Pa. Clara pusing!” Clara menunjuk kabinet di dapurnya, lalu menggelengkan kepala dan menepuk jidatnya. “Kayaknya aku harus sedia lakban juga deh, Pa buat bungkam mulutnya Birma. Kalau di biarin terbuka gitu, Clara takut gigi-gigi Birma jadi pada tipis karena kebanyakan ngunyah.”
Kedua orang tua Birma tertawa mendengar keluhan dari menantunya itu, sementara Birma sama sekali tidak merasa bersalah dan masih melanjutkan aktivitas makannya, bahkan sampai ayam di piring Clara pun ikut laki-laki itu habisnya.
“Sekalian kamu jahit, Cla biar gak lepas.” Barga menambahi, lalu kembali tertawa bersama Clara yang mengangguki usulan mertuanya itu.
Birma sendiri malah terlihat cuek, lagi pula mana berani istrinya melakukan itu. Meskipun Clara kadang galak dan kejam, tidak akan membuat perempuan kesayangannya itu tega menjahit mulutnya. Entah kalau sekiranya khilaf, mungkin Birma perlu siap-siap untuk melarikan diri jika itu terjadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
melia
kayak lele waktu pas luna hmil nih si ratu
2020-11-01
0
linda_dest
birma ngidam nya ky leo dlu pas luna ngidam ya
2020-05-07
1
i'Wit Fierzhy06🍷Cf.
Birma Ngidamnya bisa kaya Papi Leo tuh ntar
2020-04-28
1