Chapter 11

Semua orang pulang begitu jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, tadinya Clara dan Birma meminta semua orang itu menginap. Tapi ternyata semua menolak dan Clara tidak bisa untuk mencegah itu, walau pun pada kenyataannya kerinduan itu masih Clara rasakan, karena sangat jarang dirinya bisa berkumpul dengan keluarganya.

“Minum dulu susunya, Cla.” Birma memberikan satu gelas susu ibu hamil yang dirinya buat khusus untuk sang istri tercinta.

Meskipun enggan, Clara tetap menerima dan meneguk susu vanilla tersebut, walau pada akhirnya kembali Clara muntahkan begitu aroma dari susu itu sendiri masuk ke penciumannya, membuat perutnya bergejolak dan terasa di aduk-aduk.

Dengan segera, Birma mengambil minyak kayu putih dari kotak obat yang berada di kamarnya, lalu berjalan cepat menghampiri istrinya untuk mengoles sambil memijat tengkuk Clara hingga wanita hamil itu memuntahkan semua isi perutnya yang berakhir dengan tubuh lemas dan wajah pucat istrinya yang kini terduduk lesu di depan kloset.

“Aku bikinin teh hangat bentar ya,” Birma berniat melangkah, namun istrinya itu menahan kakinya dan memberikan gelengan lesu, mencegarnya pergi.

“Gendong.” Pinta Clara dengan manja sambil merentangkan kedua tangannya seperti anak kecil. Birma mana bisa menolak jika sudah seperti ini, wajah menggemaskan Clara pantang untuk Birma abaikan.

“Nanti kalau perut kamu sudah besar, jangan pernah minta aku gendong lagi ya?”

“Lah kenapa?” tanya Clara dengan kening berkerut.

“Kamu berat, aku gak sanggup.” Bisik Birma seraya menjatuhkan istrinya dengan hati-hati ke atas tempat tidur, itu dirinya lakukan karena mengingat bahwa sang istri tengah mengandung. Beda lagi dengan beberapa waktu lalu, Birma selalu melemparnya begitu saja. Sejahat itu memang.

Bugh.

Clara langsung saja melayangkan bantal di sampingnya, memukul Birma yang kini terkekeh dan merangkak naik, kemudian membaringkan tubuhnya di sisi sang istri.

“Lo lagi hamil makin galak,” kata Birma masih dengan kekehannya.

“Iya, dan lo makin ngeselin!” dengus Clara sebal, lalu mencari kenyamanan di dalam pelukan suaminya.

“Harus lo tahu, yang ngeselin itu ngangening,” kata Birma sambil mengedipkan matanya menggoda sang istri. “Nih buktinya lo aja mepet-mepet terus dalam pelukan gue.”

“Dih, kepedean banget lo jadi laki?!” Clara memutar bola matanya. “Lagian ini bukan keinginan gue, salahin nih anak lo yang gak mau jauh dari bapaknya.” Lanjutnya menunjuk ke arah perutnya yang masih rata.

“Alasan!” Birma mencebikkan bibirnya. “Sekarang gitu ya, apa-apa di lemparin ke anak kita. Padahal dia gak tahu apa-apa. Mommy-nya aja yang gak mau mengakui.”

“Terus kalau memang aku yang pengen dekat-dekat kamu, kenapa? Kamu keberatan? Gak mau aku deketin? Oke, biar aku cari laki-laki lain yang pengen selalu aku deketin!” Clara bangkit dari tidurnya dengan perasaan yang benar-benar kesal. “Baby, kita cari ayah baru yang bisa lebih ngertiin kita ya? Abaikan aja bapak kamu yang satu ini!” mendelik, Clara kemudian keluar dari kamar, meninggalkan Birma yang tertawa begitu puasnya.

“Sayang, kamu mau kemana?” teriak Birma turun dari ranjang menyusul istrinya yang merajuk.

“Cari suami baru!” balas Clara berteriak pula.

⚡⚡⚡⚡

Pagi menyongsong, mengganggu sepasang anak manusia yang masih bergelung dalam selimut, saling memeluk, memberikan kehangatan di pagi dingin akibat hujan yang sejak semalam mengguyur bumi. Bahkan hingga kini tetes-tetesan air itu masih berjatuhan seolah tak ada habisnya.

Sofa sempit yang mereka jadikan tempat tidur semalaman, karena Clara yang tetap merajuk dan tak ingin pindah ke kamar, membuat badan Birma kini terasa sakit, kakinya pegal, begitu pun dengan tangannya yang menjadi bantalan kepala istrinya sepanjang malam.

“Pau bangun, udah siang.” Pipi tembam yang sudah mirip bakpau itu, Birma uyel-uyel sampai si empunya terganggu dan menepis tangannya dengan kasar.

“Kamu bangunin istri kenapa gak ada manis-manisnya sih, Bir? Heran gue kenapa mau-mau aja di nikahin sama lo!” menggelengkan kepala, Clara kemudian mendorong tubuh Birma hingga jatuh ke lantai, agar dirinya bisa seluasa untuk mengubah posisinya menjadi duduk, dan merengangkan tubuhnya yang sedikit pegal akibat tidur yang berdempetan di sofa dengan luas yang tidak seberapa.

“Untung aja gue jatuhnya sama selimut, jadi gak terlalu sakit.”

“Kalau gitu gue yang nyesel kenapa gak jedotin kepala lo ke meja.” Clara bangkit dari duduknya, melangkah meninggalkan suaminya.

“Kejam banget lo jadi istri!” Birma sedikit berteriak, lalu bangkit dan melipat selimut yang sejak semalam mereka gunakan, setelah itu menyusul istrinya yang pergi menuju dapur. “Pengen sarapan pancake, Cla, buatin ya?” pinta Birma mengedip-ngedipkan matanya seperti anak kecil.

“Pancake mercon mau gak, Bir?” Clara yang tengah berada di depan kulkas yang terbuka sekilas menoleh pada suaminya, setelah itu kembali memilah bahan-bahan yang akan dirinya gunakan untuk membuat sarapan kali ini.

“Yang kayak gimana?” tanya Birma bingung, karena merasa baru mendengar nama pancake seperti itu.

“Yang di lumurinya pake slai cabe rawit.”

“Emang ada? Rasanya kayak gimana? Enak gak?” Birma dengan polosnya melayangkan pertanyaan bertubi-tubi. Clara sendiri tidak habis pikir kenapa suami tampannya itu malah berubah menjadi bodoh seperti ini, padahal seingatnya ia tidak benar-benar membenturkan kepala laki-laki itu. Dan kemarin pun tidak merasa bahwa suaminya salah makan. Lalu apa yang membuat Birma menjadi seperti ini? Mendekat, Clara kemudian meletakan telapak tangannya di kening Birma untuk memastikan bahwa suaminya itu tidak sakit.

“Panasnya normal kok,” ucap Clara tertuju pada dirinya sendiri.

“Aku memang gak sakit, Clara sayang.” Gemas Birma menjawil hidung mancung istrinya.

“Iya, tapi sedikit gila!”

“Jahat banget ngatain suami sendiri gila,” cemberut Birma, memeluk tubuh ramping istrinya dari belakang, sementa Clara sendiri mulai sibuk membuat adonan untuk pancake yang di inginkan suaminya.

“Jahat aja aku masih di sayang kamu, apa lagi kalau baik.” Berbalik, Clara kemudian melayangkan satu kecupan di bibir suaminya itu, menerbitkan senyum Birma yang langsung membalas dengan mengecup pipi kiri istrinya, mengawali pagi manis di kala cuaca dingin seperti hari ini.

Beginilah kehidupan rumah tangganya, kadang manis, kadang juga konyol dan menyebalkan, panggilan sayang saja sering berubah-ubah begitu pun dengan tingkah keduanya. Namun, Clara dan Birma tetap menikmatinya, mereka senang melakukannya. Toh, tidak semua orang yang menjalani kehidupan pernikahan harus dengan penuh keromantisan, karena tidak semua orang mampu melakukan itu. Termasuk Birma yang tak jarang kebingungan ingin memperlakukan istrinya seperti apa, dan bagaimana mengungkapkan perasaan cintanya.

Beruntungnya Clara adalah sosok perempuan yang selalu berinisiatif sendiri, apa pun yang di inginkannya selalu wanita itu utarakan tanpa merumitkannya dengan kode-kode aneh yang mesti Birma pahami.

Terpopuler

Comments

Siti Komariah

Siti Komariah

ngomong sama pasangan kok gk ad manis2 nya..hejeh masa pake lo gue🙈🙈

2021-07-31

0

📸⃝ᴿᴳDOWN BLACK

📸⃝ᴿᴳDOWN BLACK

semangat terus kak leny😘,tp jga kesehatan jga

2020-04-13

3

i'Wit Fierzhy06🍷Cf.

i'Wit Fierzhy06🍷Cf.

semangat terus up nya kak Len😘😘

2020-04-13

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!