Chapter 7

Clara terpaksa harus lembur satu minggu belakangan ini agar bisa cuti dengan tenang setelahnya. Ini pun sebagai syarat dari sang papi karena mungkin siapa pun tahu, Leo tidak akan dengan senang hati melanjutkan pekerjaan sisa orang lain termasuk Clara sendiri yang laki-laki tua itu anggap sebagai anak. Mengenai pekerjaan, Leo bahkan seolah tidak kenal dan tidak mau tahu.

Lelah? Jangan lagi di tanya, bahkan Clara tidak jarang mengeluh pada suaminya dan meminta laki-laki itu memberikan pijatan di kaki, tangan serta punggungnya. Beruntunglah ia mendapatkan suami seperti Birma yang dapat di andalkan, meskipun pria itu tidak pernah ingin kerja sia-sia. Selalu saja ada harga yang harus di bayar mengenai apa yang pria itu lakukan. Bagian itu sungguh menyebalkan, dan Clara ingin sekali mendiskualifikasi suaminya, dan mengganti dengan yang baru. Hanya saja Clara tidak tega melakukannya, karena rasa cinta yang sudah terlanjut menggunung.

“Sayang aku lapar,” kata Birma begitu menghentikan pijatan di punggung istrinya.

“Ya makan kalau lapar.” Cuek Clara menjawab, walau tahu bahwa suaminya tengah mengkode meminta di masakan. Namun untuk kali ini saja, Clara ingin berpura-pura tidak paham, tubuhnya terlalu malas untuk beranjak jadi, berbaring adalah pilihan yang tepat untuk dirinya saat ini.

“Kamu belum masak, gimana aku bisa makan.” Birma memutar bola matanya, menarik-narik tangan Clara yang sudah berbaring untuk kembali bangkit.

“Aku lagi malas, Bir. Gak usah makan aja bisa gak? Untuk sehari ini,” Clara memberikan tatapan memelasnya, berharap bahwa suami tampannya itu paham akan rasa malasnya.

“Kalau aku mati gimana?” cemberut, Birma menatap istrinya sambil mengusap-usap perutnya yang sudah keroncongan, meminta dikasihani.

“Aku minta tetangga kuburin kamu nanti,” jawab Clara memutar bola matanya. “Lagi pula kamu gak akan mati, hanya karena gak makan sehari. Masih ada cemilan sama air putih di kulkas buat ganjel perut kamu sampai besok. Itu pun kalau besok aku gak lagi malas masak.”

“Lo jadi bini kejam banget sih, Cla? Gue cari istri baru baru tahu rasa lo!” dengus Birma. Tentu saja apa yang di ucapkannya barusan hanya sebuah kebohongan. Lagi pula Birma tidak ingin mengganti Clara dengan siapa pun, cintanya udah mentok, dan tidak bisa lagi berbelok.

“Ya udah, kalau gitu gue juga cari laki baru aja,” balas Clara dengan santainya, membuat Birma memelototkan mata, menatap sang istri dengan sarat akan sebuah protesan ketidak sukaannya pada apa yang di ucapkan sang istri.

“Berani lo...? Langkahin dulu mayat gue!”

“Tenang, nanti setelah lo di kubur, pasti gue langkahin kok.” Lagi-lagi Clara memberikan jawaban dengan santainya, menambah kekesalan Birma.

“Kenapa lo makin nyebelin aja sih, sayang!” dengus jengkel Birma dengan wajah cemberutnya. Merebut guling yang di peluk istrinya kemudian melemparnya ke sembarang arah, setelah itu dirinya yang menggantikan benda mati tersebut di sisi istrinya untuk perempuan itu peluk.

“Gue makin cantik, Bir bukan nyebelin,” kata Clara menelusup ke dalam pelukan suaminya, mencari posisi yang nyaman. “Kamu diam ya, aku pengen tidur dulu sebentar, cape.”

Clara memejamkan matanya yang benar-benar sudah tidak dapat di tahannya lagi. Dan benar saja tak berselang lama, suara dengkuran halus terdengar, membuat Birma akhirnya terdiam dan membiarkan istrinya terlelap.

Wajah lelah Clara yang begitu ketara dapat dirinya lihat, membuat Birma tidak tega. Jadi, sepertinya ia harus mengabaikan dulu rasa laparnya demi menemani sang istri tidur. Semoga saja pelukan yang Clara berikan bisa membuat perutnya kenyang, walau Birma sendiri tahu bahwa itu mustahil terjadi. Tapi semoga saja keajaiban itu ada.

“Tidur nyenyak sayangku. Jangan sampai kamu sakit, ingat dua hari lagi kita pergi bulan madu.” Setelah mengucapkan itu, Birma memberikan kecupan di kening Clara, lalu membawa istrinya semakin rapat dalam pelukan dan ikut tidur siang bersama wanita tercinta yang telah dirinya pilih untuk menjadi sosok yang menemaninya menua bersama.

🍒🍒🍒

Clara terbangun dari tidurnya yang cukup nyenyak begitu hari mulai menunjukan gelapnya, entah berapa lama ia tertidur, karena saking lelahnya sampai tidak sadar bahwa dirinya, juga sang suami telah melewatkan makan siang.

kruyuk... kruyuk ...

Mata Clara yang semula tertuju ke arah wajah tampan Birma, kini beralih turun pada perut suaminya itu, rasa bersalah terbesit, saat mendengar bunyi yang berasal dari perut laki-laki itu, yang saat ini sudah terlelap dalam tidur. “Selapar itu kamu, Bir?” tanya Clara pelan, tanpa berniat membangunkan suaminya. “Maaf sudah menjadi istri yang tega membiarkan kamu tidur dalam kelaparan.”

Kecupan singkat Clara berikan, sebelum kemudian membebaskan diri dari pelukan Birma dengan begitu hati-hati, agar pria kesayangannya itu tidak ikut terbangun.

Setelah mencuci wajahnya, Clara keluar dari kamarnya, melenggang menuju dapur, memasakan makan malam untuk suami serta dirinya sendiri. Beberapa macam masakan Clara buat sedikit lebih banyak dari biasanya, mengingat Birma yang pasti akan makan dua kali lipat banyaknya hari ini.

“Katanya malas masak,” bisikan yang di barengin dengan pelukan hangat dari belakang mengejutkan Clara yang saat ini tengah menumis bumbu untuk ayam kecapnya.

“Aku gak tega biarin suami aku kelaparan, apa lagi cacingnya berisik meskipun si tuannya lagi tidur.”

“Masa iya?” Birma menaikan sebelah alisnya, bertanya. “Padahal aku kira, cacingnya bakalan kenyang dalam pelukan kamu.”

“Jangankan cacingnya, yang peliharanya aja gak ada kenyang-kenyangnya peluk aku seharian.”

Birma kemudian terkekeh, dan mengangguk membenarkan. Pelukan di perut istrinya semakin erat, sementara wajahnya semakin dalam bersembunyi di ceruk leher Clara, membuat wanita itu kegelian.

“Aku lagi masak loh, Bir?”

“Ya udah sih masak aja, aku juga gak ganggu.”

Cubitan Clara berikan di tangan Birma yang melingkari perutnya, tapi sama sekali tidak membuat laki-laki itu melepaskan, walau ringisan keluar dari mulutnya. “Lepas, Bir. Gak nyaman aku kalau masak sambil gini. Lagian kamu kayak anak monyet aja nempel-nempel gini.”

“Karena pengen kayak anak kangguru aku gak bisa, Cla. Tubuh aku kan berat, kamu gak akan sanggup. Jadi, biar seperti ini aja, aku nyaman kok.” Satu kecupan singkat Birma berikan di pipi istrinya.

“Tapi aku yang gak nyaman. Susah geraknya kalau kayak gini, lagian juga kamu berat Bir, punda aku pegal.”

“Udah deh sayang, kamu itu masak aja, jangan banyak alasan. Kayak gini itu sweet tahu, kayak pasangan di novel-novel romance.” Clara hanya memutar bola matanya malas, lalu membiarkan laki-laki itu berlaku sesuka hati selama tidak melewati batas. Percuma juga berdebat dengan Birma, suaminya itu jarang sekali ingin mengalah, apa lagi pada apa yang di sukainya.

Terpopuler

Comments

Siti Komariah

Siti Komariah

si birma ini jadi suami sabar banget ya..laper gk ad makanan aj msh sabar😘

2021-07-31

0

Ita Rahmawati

Ita Rahmawati

udah lama aku baru mampir lagi torrr....kirain ga ada lanjutannya....lope lope deh sama authornya....saya suka sekali sama karya mu😊😊

2021-07-11

0

Ayu Arthamobilindo

Ayu Arthamobilindo

duh Birma sykr bgt atu dpt suami

2021-06-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!