Sehari sebelum keberangkatan mereka, Birma masih tetap bekerja, tidak seperti Clara yang sudah lebih dulu mengambil jatah cutinya untuk mempersiapkan semua yang akan mereka butuh kan selama berada di Maldives. Namun sejak pagi tadi yang Clara lakukan hanyalah berbaring, bergelung nyaman di bawah selimut tebal, sementara apa-apa yang kan di bawa masih tergeletak berantakan di sofa kamarnya.
Bulan madu kedua yang sejak awal di sambut antusias oleh Clara, kini wanita itu malah tidak terlihat bergairah, bahkan untuk sekedar bangkit dari tempat tidur saja tidak Clara lakukan, dan membiarkan perutnya kosong hingga siang ini, saking malasnya wanita itu bangkit dari posisi ternyamannya.
Birma yang baru saja selesai menelepon istrinya itu merasa khawatir, dan memutuskan untuk pulang lebih cepat, mengecek keadaan Clara yang tidak terdengar baik-baik saja.
Tidak membutuhkan waktu lama memang untuk sampai di rumah mengingat jaraknya yang terlalu jauh, Birma langsung menerobos masuk ke dalam rumah dan menghampiri istrinya di kamar. Kekhawatirannya itu juga bertambah, melihat kondisi kamar yang masih sama sejak di tinggalkannya tadi pagi, padahal Birma tahu bahwa istrinya tidaklah sepemalas itu. Wanita itu tidak suka rumah berantakan, maka semalas apa pun pasti akan istrinya bereskan walau sambil menggerutu. Tapi sepertinya tidak untuk kali ini, itu artinya kondisi sang istri memang tidak dalam keadaan baik.
“Sayang, kamu sakit?” Birma yang sudah duduk di tepi ranjang, menyentuh kening Clara yang memang cukup panas, tapi wanita itu tetap menggelengkan kepala. Birma kadang bingung pada perempuan, kenapa masih saja berbohong padahal sudah ketahuan? Apa dirinya yang salah, karena bertanya di saat kebenaran sudah di ketahui? Ah entahlah, mengenai itu memang sedikit rumit.
“Pusing?”
“Dikit, tapi aku lemas banget, Bir.” Keluhnya dengan tatapan mata yang juga menunjukkan hal yang sama, terlihat tidak bersemangat.
“Kamu pasti belum makan, aku buatin bubur ya?” menggeleng adalah jawaban yang di berikan perempuan cantik dengan wajah pucatnya itu. “Tapi kamu harus makan, Cla,”
“Aku gak mau makan bubur kamu, gak enak.” Menggelengkan kepala, Clara menutup mulutnya menggunakan telapak tangan.
“Jujur banget sih kamu!” gemas, Birma memberikan sentilan di hidung suaminya itu. “Aku beli aja deh kalau gitu,”
“Ini udah siang, Birma, gak ada yang jualan bubur.”
“Ya terus gimana? Kamu harus makan, sayang. Besok kita berangkat loh,” Birma kembali mengarahkan tangannya ke arah kening juga pipi sang sitri yang terlihat sedikit memerah akibat suhu panas tubuh wanita itu. “Ke dokter aja, deh. Kalau besok panasnya turun kita berangkat, tapi kalau enggak, terpaksa kita undur. Mau ya ke dokter?” Birma bertanya dengan tatapan memohon. Clara berpikir untuk sejenak, sebelum akhirnya mengangguk dengan lemas, lalu merentangkan kedua tangannya meminta di gendong.
“Manja banget lo kalau lagi sakit,” sekali lagi Birma memberikan sentilan pada hidung istri cantiknya itu, tapi tak urung menggendong wanita tercintanya itu keluar dari kamar, menuju mobilnya yang terparkir sembarangan di pelataran rumah.
“Gue manja juga sama laki sendiri, kecuali kalau lo izinin gue manja sama laki orang lain.”
Kecupan di bibir pucat Clara, Birma berikan dan sedikit memberikan gigitan di benda kenyal hangat itu. “Ucapannya di jaga sayang!” peringat lembut Birma, namun dengan sarat akan penekanan dan ketidaksukaan akan apa yang di ucapkan istrinya. Tentu saja Birma tak suka, siapapun mungkin tidak akan suka jika istrinya bermanja pada laki-laki.
Begitu selesai memasangkan sabuk pengaman pada istrinya dan juga dirinya sendiri, Birma kemudian melajukan mobilnya meninggalkan pelataran rumah. Sesekali Birma menoleh pada Clara yang terlihat lesu. Istrinya itu jarang sekali sakit, dan melihatnya lemas seperti ini tentu saja membuat Birma sedih dan tidak tega.
Tangan yang terasa panas di genggamannya itu, berkali-laki Birma kecup, walau tanpa menghilangkan fokusnya pada jalanan yang cukup macet siang ini. Biasanya, Clara akan mengomel jika Birma melakukan itu, tapi untuk kali ini wanita itu hanya diam, bersandar pada jendela sampingnya, dengan mata yang terpejam.
“Kamu kenapa bisa sakit sih, sayang?”
“Gue manusia, please!” membuka mata hanya untuk memberikan delikan pada sang suami, Clara kemudian kembali memejamkan mata.
“Bukannya kamu bidadari ya?”
“Birma, Aku lagi gak mau becanda!” seru Clara tanpa membuka matanya, dirinya benar-benar pusing saat ini, dan untuk meladeni suaminya bukanlah keinginannya sekarang. Birma hanya terkekeh pelan, lalu di layangkannya kecupan ringan di punggung tangan yang enggan di lepaskannya.
“Mau jalan sendiri apa aku gendong?” tanya Birma begitu sampai di parkiran rumah sakit.
“Gendong, aku malas jalannya. Lemes banget.” Merentangkan tangan, Birma akhirnya mengangguk dan menggendong tubuh istrinya itu, walaupun sebenarnya Birma ingin sekali menolak mengingat beratnya tubuh Clara yang tak jarang membuat pinggangnya sakit.
Namun mana pernah Birma berani menolak itu, dan mengatakan yang sebenarnya, bisa-bisa kedinginan yang dirinya dapatkan di malam hari, karena wanita itu tidak mengizinkannya tidur di kamar. Demi cinta memang harus berkorban, termasuk sakit pinggang yang tak perlu di pedulikan demi membahagiakan istri tersayang.
Beberapa orang menatap Birma yang menggendong Clara sejak dari parkiran hingga di dalam rumah sakit dan menunggu antrean. Clara yang enggan turun dari gendongan sang suami hanya menyembunyikan wajahnya di dada bidang Birma agar malu itu tidak terlalu dirinya rasakan, meskipun bisikan-bisikan masih tetap dapat Clara dengar.
“Ibu Clara Ratu Yeima,”
Birma yang masih setia memangku, istri tercintanya itu masuk ke dalam ruangan dokter untuk melakukan pemeriksaan. Mengikuti arahan dokter paruh baya yang terlihat keibuan itu, Birma membaringkan istrinya di ranjang yang berada di ruangan serba putih itu. Namun Clara tidak juga melepaskan lilitan tangannya di leher sang suami, membuat Birma kesulitan untuk kembali berdiri.
“Lepas dong, Yang.” Pinta Birma mencoba melepaskan tangan istrinya, tapi Clara malah semakin mengeratkan pelukan di leher suaminya itu. “Kalau kamunya kayak gini, gimana dokternya bisa periksa kamu coba? Lepas dulu ya sayang, aku gak akan ke mana-mana.”
Dengan berat hati Clara akhirnya melepaskan lilitan tangannya dari leher Birma, membuat laki-laki itu menghela napas lega dan mengucapkan kata maaf pada dokter yang berdiri di sampingnya dengan senyum maklum, walau gurat geli tetap dapat Birma lihat.
“Birma jangan ke mana-mana,” pinta Clara dengan tatapan memohon saat melihat suaminya itu melangkah mundur.
“Aku cuma mundur selangkah loh, Cla biar dokternya bisa leluasa periksa kamu. Lagi pula tumben-tumbenan banget sih kamu manja gini,” Birma heran sendiri dengan kemanjaan istrinya yang sudah berada di batas akut. Tidak biasanya Clara bertingkah seperti ini, atau memang seperti inilah kenyataan yang harus Birma dapat di saat perempuan cantik itu sakit?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Siti Komariah
semoga hamil ya
2021-07-31
0
Fryy Sweet
pengaruh kehamilan kalik
2021-07-16
0
Ayu Arthamobilindo
ayu hamil pst y
2021-06-26
0