Birma keluar lebih dulu dari mobil begitu sampai di parkiran supermarket milik papi Leo. Ia sengaja mengajak istrinya belanja di supermarket ini, karena jika membawa wanita itu ke mall tujuannya bukan lagi belanja kebutuhan dapur, tapi belanja kebutuhan pribadi dan sudah di pastikan akan berakhir dengan tidak baik, mulai dari kondisi dompet yang menipis, kaki yang pegal, dan kebosanan yang melanda. Ujung-ujungnya Clara yang merajuk karena menganggap mengajak robot yang hanya bisa mengangguk dan menggeleng.
“Mau aku gendong apa jalan sendiri?” tanya Birma begitu membuka pintu kemudi, tempat sang istri tercinta duduk.
“Kok ajak aku kesini? Mau nyuruh aku kerja?”
“Mau belanja lah, Clara sayang. Lagi pula sekali-kali belanja di tempat kerja sendiri apa salahnya sih? Siapa tahu kan dapat diskon besar dari papi,” Birma menaik turunkan alisnya, meraih tangan sang istri untuk memintanya keluar dari mobil setalah itu membawa masuk sang istri ke supermarket yang cukup ramai di siang hari seperti ini, tidak lupa membalas sapaan satpam yang sudah Birma dan Clara kenal baik.
“Jangan harap papi ngasih diskon besar, sedikit aja kita sudah harus sujud syukur.”
Tawa Birma berderai mendengar dengusan kesal istrinya, tidak peduli bahwa orang-orang di sekitar mereka menoleh dan menatap aneh. “Kayaknya aku harus belajar deh sama papi, biar bisa sukses dan usaha yang maju seperti ini.”
“Boleh, tapi kehematan yang menjurus ke pelitnya jangan sampai kamu pelajari juga. Aku gak sanggup.” Clara menggelengkan kepalanya beberapa kali, kemudian membiarkan suaminya untuk mengambil troli, sementara Clara menyapa kasir-kasir di supermarket itu, dan mengobrol sejenak, setelah itu mencari suaminya yang sudah lebih dulu berada di lorong bagian bumbu dapur.
Clara mengeluarkan ponselnya, melihat catatan kebutuhan yang harus di belinya untuk kembali menghidupkan dapur, lalu memasukkan semua barang yang di butuh kan ke dalam troli yang di bawa suaminya hingga, keranjang yang semula kosong, kini penuh dengan berbagai macam barang, dari yang di perlukan sampai yang tidak sama sekali di butuh kan.
Merasa tak lagi ada tempat di trolinya, Birma pergi mengambil satu lagi benda yang sama dan mengisinya dengan berbagai makanan ringan yang sama sekali tidak ada dalam list belanjaan mereka. Clara yang menyaksikan bagaimana semangatnya sang suami mengambil ini dan itu hanya melongo, sebelum kemudian menegur laki-laki itu. “Buat apa kamu beli semua itu?”
“Buat aku ngemil lah, Cla, masa iya buat aku kasih makan ikan. Ingat di rumah kita gak ada kolam ikan.” Jawab Birma tanpa sedikit pun menoleh pada istrinya.
“Tapi ini banyak banget loh, Bir. Snack seperti ini gak sehat, banyak micinnya! Otak kamu yang sudah sedikit koslet yang ada makin rusak, dan kadar kegilaannya nambah. Aku lagi hamil loh?”
“Ya terus kenapa kalau kamu lagi hamil? Yang makan snack-nya kan aku?” Birma menaikkan sebelah alisnya tidak paham, wajah polosnya itu membuat Clara ingin sekali membejek-bejek suaminya.
Menarik napas dan kembali membuangnya, Clara mencoba menyabarkan diri bicara dengan sang suami yang entah kenapa semakin hari semakin membuatnya naik darah. “Sayang aku gak larang kamu makan snack, tapi please, ini terlalu banyak. Kamu yang benar aja satu troli ini penuh sama makanan ringan seperti ini, di tambah di troli satunya juga lebih banyak sama camilan dari pada bahan-bahan kebutuhan dapur. Kamu gak biasanya loh, Bir?”
“Gimana dong, aku kan pengen, Cla. Lagi pula kita dua minggu ini rumah terus loh, harus banyak stok makanan untuk nyemil.” Birma menatap troli di depanya yang benar-benar penuh dengan aneka makanan ringan. Dirinya sadar kenapa sang istri mengomel, karena ini memang bukan kebiasaannya, tapi untuk menyipan kembali makanan-makanan itu, membuat Birma enggan, ia menginginkan semua itu. “Sayang ....”
“Udah lah beli aja semua, kamu ini yang bayar.” Putus Clara pada akhirnya, tidak kuasa menolak saat melihat mimik wajah suaminya yang innocent seperti itu.
Clara memang harus mulai memahami suaminya yang tengah mengidam, anaknya yang menginginkan semua itu, dan Clara tidak mungkin menolaknya, ia tidak ingin anaknya nanti ileran. Dan harusnya Clara bersyukur karena itu tidak terjadi pada dirinya, Clara tidak bisa membayangkan bagaimana tubuhnya nanti jika harus memakan makanan berpengawet seperti yang di beli suaminya. Namun tetap saja, Clara pun khawatir pada kesehatan laki-laki yang sudah membuatnya hamil. Ia tidak ingin calon ayah anaknya sakit karena mengonsumsi makanan-makanan itu terlalu banyak.
Birma yang gembira karena mendapat persetujuan dari sang istri, kembali mengambil beberapa makanan ringan yang terpajang di gondola bagian makanan ringan sebelum kemudian menyusul istrinya yang sudah lebih dulu melangkah menuju kasih.
“Tu, kamu ngapain disini?” tanya Leo yang kebetulan baru saja datang mengecek supermarketnya sekaligus untuk menggantikan Clara yang mengambil cuti.
“Main lompat tali, Pi.” Jawab Clara memutar bola matanya. Kadang papinya segaring ini, so basa-basi.
“Maksud papi bukan gitu,” satu sentilan pelan Leo layangkan di kening anak kesayangan pasangan Lyra-Pandu. “Bukannya kamu minta cuti untuk bulan madu? Kenapa ada di sini?"
“Ngapain pergi bulan madu kalau di perut Atu udah ada kecebongnya? Lagian kan dokter gak ngizinin Atu pergi jauh-jauh, apa lagi naik pesawat. Kandungan Atu belum sekuat itu, Pi.”
Leo menggaruk kepalanya yang tak gatal, baru teringat akan kondisi Clara saat ini. Matanya kemudian menatap troli yang benar-benar penuh di depan Clara dan Birma yang saat ini tengah ikut mengantre di bagian kasir.
“Ini semua punya kamu?” tunjuk Leo barang-barang yang menggunung di troli. Birma mengangguk dengan yakin. “Banyak banget?”
“Buat stok selama cuti, Pi.” Jawab Birma cengengesan, sementara Leo melongo.
“Udah lah pi, Atu juga gak ngerti kenapa laki Atu tiba-tiba jadi penggemar micin kayak gini,” Clara menghela napas pendek. “Padahal Atu gak Ridho belanja sebanyak ini, yang pastinya akan bikin papi makin kaya.”
Leo tertawa mendengar keluhan anak dari sahabatnya itu. Kemudian mengacungkan dua jempolnya pada Birma yang saat ini mulai memindahkan belanjaannya untuk di hitung oleh kasir.
“Na, yang satu troli ini jangan kamu hitung ya, langsung masukin ke kantong aja.” Pinta Clara pada kasir yang sudah sangat di kenalnya.
“Loh kenapa Bu? Memangnya gak jadi di beli?” tanya kasir tersebut dengan kening berkerut.
“Satu troli ini biar jadi bonus dari Pak Leo aja buat saya. Iya ‘kan papi sayang?” Clara mengedipkan sebelah matanya, menoleh pada Leo yang berada di sampingnya.
“Gak! Hitung semua, Na, jangan dengerin apa yang di katakan dia. Sorry ya, papi gak sebaik itu, apa lagi soal ini.” Leo menjulurkan lidahnya, kemudian pergi meninggalkan Clara dan Birma, serta Nana yang menjadi karyawannya.
“Dasar papi pelit!” teriak Clara mengejutkan semua orang yang berada di dalam supermarket.
“I love you too sayang.” Balas Leo sedikit berteriak juga sebelum kemudian menghilang di balik pintu yang menghubungkan tempat belanja dengan gudang penyimpanan stok-stok produk yang di pajang.
“Semuanya jadi berapa, Na?” tanya Clara pada kasir cantik di depannya saat semua belanjaannya sudah di hitung semua. Padahal sebenarnya Clara bisa melihat sendiri totalan harganya, tapi ia terlalu malas, juga terlalu kesal dan lelah.
“Satu juta dua ratus delapan puluh sembilan ribu lima ratus enam puluh rupiah.”
Ingin sekali rasanya Clara pingsan saat ini juga, tidak paham dengan apa saja yang suaminya beli sampai menghabiskan segitu banyak uang hanya untuk membeli makanan serta kebutuhan dapur yang Clara kira tidak akan sampai menghabiskan uang lima ratus ribu, nyatanya malah lebih dari perhitungannya semula.
“Bir, bayar pakai uang pribadi kamu aja, aku gak Ridho ngeluarin uang belanja segitu banyaknya.” Ujar Clara yang kemudian melenggang pergi dari hadapan suaminya.
“Sayang, aku udah kasih uang belanja bulanan loh? Ini bayar dulu, Cla.”
“Bodo amat Birma, gue gak peduli! Lo bayar aja sendiri.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Ayu Arthamobilindo
si papi
2021-07-05
0
N I A 🌺🌻🌹
gesrek semuanya😂😂😂😂
2021-02-27
0
melia
keluarga koplak semua
2020-11-01
0