Selesai menghabiskan makan siang yang di bawa oleh istrinya, Birma kini berbaring di sofa ruang kerjanya, dengan paha Clara menjadi bantalan. Untunglah pekerjaannya saat ini tidak terlalu banyak, membuatnya bisa bermanja pada istri cantiknya yang sejak selesai jam istirahat memutuskan untuk tidak kembali menuju supermarket tempatnya bekerja. Clara memilih bertahan di ruangan suaminya, yang entah kenapa hari ini begitu ingin mendapatkan tingkah manja ayah dari calon anaknya.
Itu alasan kenapa Clara tidak mengomel saat ini, walau Birma memeluk pinggangnya posesif dan sejak tadi tidak hentinya mengecupi perutnya yang sedikit keras. Biasanya Clara akan kesal, tapi tidak untuk saat ini, ia justru merasa hangat dan bahagia melihat binar di wajah suaminya yang seolah mengatakan bahwa laki-laki itu menyayangi anak yang masih bersemayam di dalam perutnya.
Clara sudah tak sabar menantikan perut buncitnya, tak sabar ingin segera merasakan tendangan-tendangan kecil yang di berikan anak dalam perutnya, begitupun dengan Birma yang merasakan apa yang di inginkan istrinya. Sebagai pasangan suami istri yang sudah beberapa tahun menunggu kehamilan itu, jelas begitu menantikan setiap momennya, bahkan Birma sudah tak sabar untuk segera menemani istrinya di ruang persalinan. Birma ingin menjadi salah satu orang pertama yang menyambut kelahiran bayinya.
“Cla, anak kita perempuan apa laki-laki?” tanya Birma masih berbaring di paha istrinya, bibirnya tidak bosan melayangkan kecupan di perut Clara, walau sesekali nyasar pada dada yang tidak pernah bosan Birma mainkan setiap malamnya.
“Kamu maunya perempuan apa laki-laki?” Clara balik bertanya.
“Apa aja, yang penting sehat.” Jawab Birma, memainkan jarinya di perut yang terbungkus midi dress yang di kenakan istrinya, dengan senyum yang tidak pernah luntur, membuktikan bahwa pria itu bahagia.
“Gak ada keinginan khusus gitu? Biasanya dari kedua pilihan itu ada salah satu yang paling di inginkan.”
“Kadang aku pengen anak laki-laki yang tampan dan menggemaskan seperti si kembar Nathan dan Nathael,” Birma terkekeh pelan begitu ingatannya terlempar pada kelucuan dua bocah kembar yang menjadi keponakannya. “Kadang juga aku pengen anak perempuan yang sudah aku yakini akan secantik mommy-nya. Tapi balik lagi pada Sang Pencipta, apa pun yang di berikan Tuhan pasti akan aku terima dengan bahagia, laki-laki ataupun perempuan dia tetap anak aku, anak kita yang selama empat tahu kita tunggu kehadirannya.” Senyum terlukis di bibir Birma, bersamaan dengan tatapan cinta yang selalu laki-laki itu berikan pada wanita cantik yang sudah bersedia menemani sisa hidupnya.
Clara pun ikut tersenyum mendengar jawaban suaminya itu, apa yang di katakan Birma adalah apa yang pernah di pikirkannya juga. Tidak ada keinginan khusus untuk jenis kelamin anaknya yang tengah ia kandung, karena yang terpenting adalah anaknya tumbuh sehat dan lahir dengan selamat. Mengenai laki-laki atau perempuannya, Clara akan terima dengan lapang dada. Clara akan tetap menyayangi dan mencintai anaknya kelak apa pun jenis kelaminnya, sebab Clara tak ingin mengecewakan siapapun termasuk anaknya yang mungkin jika saja tidak sesuai keinginan dirinya atau Birma akan membuat si bayi dalam perutnya kecewa.
“Kalau seperti itu, kita gak perlu USG, ya? Biar kelamin anak kita menjadi rahasia sampai hari melahirkan nanti.”
Birma mengangguk setuju, kemudian kembali melayangkan kecupan di perut istrinya, setelah itu bangun dan memberikan kecupan di bibir Clara. “Kamu duduk disini aja, aku mau lanjutin kerjaan dulu, setelah selesai, kita pulang.”
Clara mengangguk, membiarkan suaminya kembali pada meja kerjanya dan berkutat dengan berkas-berkas yang menjadi istri kedua Birma. Melihat bagaimana seriusnya laki-laki itu berkerja, menerbitkan senyum di bibir Clara. Menunduk, Clara memperhatikan perutnya yang masih belum terlihat menonjol, tangannya bergerak menyentuh perutnya, lalu kembali memperhatikan suaminya.
Melihat Birma yang fokus seperti ini, membuat kadar ketampanan laki-laki itu bertambah dan tingkah menyebalkannya menghilang begitu saja. Clara suka saat suaminya tengah serius, tapi ia tak ingin kehilangan tingkah menyebalkan pria itu, karena bagaimanapun dunianya tidak akan berwarna tanpa semua tingkah menyebalkan dan konyol Birma yang tidak jarang membuatnya naik darah akibat kesal juga jengkel.
🍒🍒🍒
“Kita mau ke mana, Bir?” tanya Clara saat menyadari bahwa jalanan yang di lewati suaminya bukanlah arah menuju rumah mereka, bukan pula menuju rumah orang tuanya.
“Aku lagi pengan makan sea food, jadi kita ke angkringan di dekat kampus.” Jawab Birma tanpa mengalihkan fokusnya dari jalanan di depan.
“Kenapa harus jauh-jauh ke sana coba? Di persimpangan mau ke rumah kita juga ada rumah makan sea food.” Clara memutar bola matanya, terkadang tidak mengerti pada keinginan suaminya itu. Kenapa harus mencari yang jauh jika yang dekat saja ada?
“Beda, Cla. Aku pengennya yang di dekat kampus.”
“Beda dari mananya, Birma sayang? Itu sama aja, sea food ya rasanya juga gitu, kecuali kalau sea food-nya kamu bandingin sama bakso dan mie ayam. Itu baru namanya beda.”
“Aish, sayangnya aku yang ngidam, jadi cuma aku yang rasain gimana bedanya. Udah, lebih baik kamu diam dan ikut makan.” Birma menghentikan mobilnya di pinggir jalan depan angkringan penjual sea food yang di inginkannya. Tempat yang memang selalu buka di sore-sore seperti ini sudah cukup ramai oleh beberapa pengunjung. Kepala Birma sudah membayangkan bagaimana enaknya makanan tersebut, semakin membuatnya tak sabar dan dengan segera turun dari mobilnya.
“Turun!” titah Birma pada istrinya yang masih setia duduk di dalam mobil.
Menuruti suaminya, Clara lalu menggandeng tangan besar milik Birma dan sama-sama berjalan masuk ke tempat makan yang semua menunya di isi makanan laut. Namun begitu beberapa langkah memasuki tempat itu, rasa mual menyerang Clara dengan begitu hebatnya saat bau dari makanan laut itu masuk indra penciumannya, perutnya yang bergejolak seakan di aduk-aduk. Clara berlari menjauhi tempat itu saat tidak lagi bisa menahan rasa mualnya, meninggalkan Birma yang kebingungan.
“Yang, kamu kenapa?” tanya Birma begitu berhasil mengejar istrinya. Clara hanya menggelengkan kepala, setelahnya bersandar pada mobil suaminya, tubuhnya yang kini lemas dan wajah yang pucat membuat guratan cemas di wajah Birma. “Kamu baik-baik aja 'kan?” kembali Birma bertanya seraya mengelus lembut pipi istrinya yang terasa dingin.
“Aku gak apa-apa,” senyum Clara berikan untuk suaminya itu walau hanya senyuman lemah. “Kamu makan sea food sendiri aja ya? Aku benar-benar gak kuat.” Dengan lemas Clara berucap, kemudian menengadahkan tangan meminta kunci mobil pada suaminya itu.
“Masa iya aku makan sendiri?” Birma memajukan bibirnya, cemberut membayangkan dirinya yang tampan harus makan seorang diri. Apa kata dunia nanti? Pikir Birma.
“Ya terus gimana? Aku benar-benar gak bisa nemenin kamu, Bir. Aku gak kuat sama baunya.”
Birma menoleh ke belakangnya, lalu beralih kembali menatap istrinya yang benar-benar pucat dan lemas. Keinginannya untuk makan makanan laut seperti sudah berada di tenggorokan, posisinya pun sudah sangat dekat dengan tempat yang di inginkannya. Tapi melihat keadaan sang istri, membuatnya tak tega, dan sepertinya Birma memang harus menyimpan keinginannya itu, berharap bahwa anaknya tidak akan marah dan kecewa karena keinginannya tidak dirinya penuhi.
“Nak, kamu yang sabar ya, sayang nanti kita minta Om kamu untuk temani Daddy makan sea food.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
melia
hmmmm
2020-11-01
0
i'Wit Fierzhy06🍷Cf.
mulai nih tingkah ngidamnya papi Leo nular ke Daddy Birma. mau gajak papa Rapa makan bareng
2020-04-29
1
Nur Rini
hadehhh
2020-04-24
1