Chapter 3

“Kamu hati-hati di jalan ya, jangan ngebut-ngebut bawa mobilnya, dan awas kalau sampai macam-macam sama perempuan lain. Gak akan segan-segan aku untuk potong milik kamu itu!” ancam Clara begitu sadisnya, membuat Birma meringis dan refleks menyentuh selangkangannya.

“Kamu juga hati-hati kerjanya, jangan kecapean!” Birma memperingati, lalu melayangkan kecupan singkat di kening istrinya, setelah itu membiarkan Clara keluar dari mobil. “Jangan lupa jam makan siang nanti ya, sayang.” Tambahnya sebelum melajukan mobilnya meninggalkan sang istri yang berdiri di area parkir supermarket yang menjadi tempat wanita itu bekerja.

Sejak tujuh bulan yang lalu, Clara memang memutuskan untuk bekerja, dan tentu saja lebih dulu dirinya meminta persetujuan sang suami juga keluarganya.

Tadinya Clara berniat melamar kerja di perusahaan lain yang tidak berhubungan dengan keluarga, tapi Pandu, sang ayah tentu saja tidak mengizinkan karena tidak ingin anaknya kecapean dan waktu kebersamaan dengan keluarga berkurang.

Maka dari itu, pada akhirnya semua keluarga memutuskan agar Clara bekerja di supermarket milik Leo, menjabat sebagai store manager, karena kebetulan menejer sebelumnya mengundurkan diri karena harus mengikuti suaminya yang pindah tugas.

Tidak sulit untuk Clara mempelajari pekerjaan yang di berikan Leo, karena papi-nya itu lah yang mengajarkannya langsung. Mengenalkan dirinya pada apa saja yang harus dikerjakannya dan apa saja yang menjadi tanggung jawabnya.

“Selamat pagi,” sapa Clara pada beberapa karyawannya.

“Selamat pagi, Bu Clara.” Balas serentak mereka, setelah itu kembali pada pekerjaan masing-masing, sementara Clara melanjutkan langkah menuju ruangannya yang berada di lantai dua.

Sebelum memulai pekerjaannya, Clara lebih dulu meraih ponselnya dan menghubungi suaminya untuk menanyakan sampai atau belumnya laki-laki itu, sekaligus juga saling memberikan semangat yang di akhiri dengan kecupan, walau hanya berupa sebuah emoticon.

Komputer di depannya sudah Clara nyalakan, dan dirinya pun sudah mulai melakukan pekerjaannya yang kemarin terbengkalai gara-gara dirinya izin dan menghabiskan waktu bersama si kembar. Pekerjaan ini lah yang membuat Clara sedikit melupakan kesedihannya, juga menghindar dari keluarga suaminya yang ternyata belum juga cape menanyakan soal kehamilannya.

Sempat berhenti memang, saat dirinya di rundung kesedihan mengenai kepergian sang kakek dua tahun lalu, dan di susul oleh eyang Birma beberapa bulan kemudian. Namun satu tahun belakangan ini pertanyaan itu kembali dirinya dapatkan. Sejak itu lah akhirnya Clara memutuskan untuk bekerja. Tapi tentu saja untuk membujuk suaminya bukanlah hal yang mudah. Tiga bulan, waktu yang Clara butuhkan untuk sekedar membujuk suami tampannya itu agar mengizinkan dirinya bekerja.

Tok... tok... tok

“Masuk,” titah Clara tanpa mengalihkan tatapannya dari layar komputer.

“Bu, ini ada produk yang baru masuk, kita-kira mau di terima atau tidak?” Dodi yang menjabat sebagai kepala gudang menyerahkan contoh produk yang di maksud.

“Terima aja, Di. Lagi pula snack seperti ini banyak peminatnya. Pasti laku.” Putus Clara setelah beberapa saat mengamati bungkusan produk yang di bawa karyawannya. Mengangguk, laki-laki berusia pertengahan 30 itu kemudian pamit dari hadapan Clara.

Kembali larut dalam pekerjaannya, Clara sampai tidak menyadari kedatangan Birma yang saat ini sudah berdiri di ambang pintu, memperhatikan istrinya yang fokus pada layar komputer. Jujur saja, Birma kurang menyukai Clara yang serius seperti itu, terlalu kaku meskipun kecantikannya tidak sedikitpun berkurang.

“Ekhem!” cukup puas memperhatikan istrinya yang tidak juga menyadari keberadaannya, Birma memilih mendekat dan memeluk istrinya dari belakang kursi kerja yang di duduki Clara.

“Kamu kapan datangnya?” tanya Clara menghentikan tarian jari-jari lentiknya di atas keyboard.

“Dari lima menit yang lalu,”

“Kok aku gak tahu?” kening Clara mengernyit menoleh pada suaminya.

Pletak. Satu jitakan kecil Birma berikan pada kening istrinya itu. “Makanya jangan terlalu fokus sama kerjaan, aku juga butuh perhatian kamu loh, sayang."

“Jatah kamu kan di rumah, kalau di tempat kerja aku memang harus fokus sama kerjaan, bukan kamu.” Birma tidak lagi membalas ucapan istrinya, karena selalu saja ada balasan lainnya yang akan Clara lontarkan.

“Pergi makan yuk? Aku lapar.”

“Emang udah waktunya makan siang?” Clara menoleh pada jam yang tertempel di dinding, dan baru sadar bahwa ini sudah waktunya istirahat. Pantas suaminya sudah datang.

Meminta sang suami untuk melepaskan tangan yang melingkar di lehernya, Clara terlebih dulu mematikan komputernya, setelah itu bangkit dari duduknya, segera mengampit tangan suami tampannya itu dan ia bawa keluar dari ruangan kerjanya untuk menuju tempat makan langganan mereka. Clara memang harus cepat jika sudah mendengar kata lapar dari suaminya, karena Birma akan semakin menyebalkan jika dalam keadaan perut yang kosong.

Dalam perjalanan menuju cafe tempat biasa mereka makan siang, Birma tidak sama sekali melepaskan genggamannya dari tangan Clara, entahlah, itu sudah seperti kebiasaan yang harus dirinya lakukan di setiap perjalanan ke mana pun dirinya pergi. Lebih baik memegang kemudi dengan satu tangan dari pada harus kehilangan hangatnya tangan sang istri.

Clara sendiri sudah tidak lagi bisa melarang, karena sekejap saja terlepas, maka Birma akan dengan segera mencarinya lagi dan menggenggamnya lebih erat. Jadi, Clara memilih membiarkannya saja, selama suaminya itu tidak melakukan hal yang sama pada perempuan lain. Jika sampai itu terjadi, jangan harap Birma memiliki tangan yang masih dalam keadaan sehat. Clara memang sekejam itu.

Begitu mobilnya terparkir sempurna, Birma lebih dulu keluar, dan Clara hanya duduk anteng menunggu suaminya membukakan pintu mobil. Dulu itu menjadi permintaan Clara karena ingin seperti pasangan-pasangan manis lainnya. Meskipun tak jarang sambil mengomel dan mengatainya manja, tapi tetap saja, Birma selalu melakukannya untuk istri tercinta.

“Mau ganti menu gak, Cla?” tanya Birma begitu membuka-buka buku menu yang ada di tangannya.

“Yang biasa aja, Bir, aku udah jantuh cinta sama ayam bakar madunya.”

Delikan tak suka Birma berikan pada istri cantiknya itu. “Kamu di larang jatuh cinta sama apa pun lagi, Clara sayang. Karena yang pantas kamu cintai itu cuma aku, gak ada yang lain.”

Memutar bola matanya malas, Clara mengabaikan ucapan suaminya itu dan memilih untuk menyebutkan pesanannya pada si pelayan yang sejak tadi menahan senyum geli melihat Birma yang posesifnya kebangetan, sampai cinta pada ayam bakar madu saja harus di cemburui. Birma memang seaneh itu, dan sepertinya Clara harus segera konsultasi pada ahli psikolog, takut-takut keanehan Birma menular pada dirinya.

Terpopuler

Comments

Ikka Rahmawatti

Ikka Rahmawatti

sebenarnya masih penasaran juga awal mula cinta clara sama bhirma kak, awal cuma sedikit-dikit tiba-tiba udah putus dan balikan aja pas cleona pulang dari singapura😌

2020-04-06

4

dwii_chabhy

dwii_chabhy

selalu ditunggu kelanjutannya kakak authorr 😘

2020-04-06

2

Khaira Lubna

Khaira Lubna

Birma mulai ni posesif ny tingkat dewa...😁😁😁
lanjut thor..

2020-04-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!