Handsome Ghost (Sedang Di Revisi)
"Sial!" seorang gadis terlihat sedang merutuki dirinya sendiri.
Perkenalkan namanya Lia Keinara, ia mengumpat karena tak tahan dengan sikap emosionalnya sendiri setelah ia melihat gerbang sekolah di depannya telah ditutup rapat oleh satpam sekolah yang sangat disiplin. Padahal jam di pergelangan tangannya masih pukul 07.00 WIB, apakah terlalu berlebihan untuk murid pindahan seperti dirinya yang telah masuk dalam kategori murid kesiangan?
Hari ini Selasa, 8 Januari dimana Lia sebagai murid baru di SMA Bumi Pertiwi telah melakukan hal yang fatal. Bangun dengan santai pada pukul 06.30 dengan ayam tetangga sebelah yang sudah berkokok lebih awal dari dirinya. Bukan untuk mencari rezeki tapi untuk menuntut ilmu.
Baiklah, sepertinya ia tidak perlu berteori dan lebih baik ia berpikir keras untuk hari ini, bagaimana caranya agar ia bisa masuk ke dalam gedung sekolah. Sambil berpikir ia pun terus berjalan mondar-mandir.
Sebenarnya Lia tidak pernah melakukan persiapan apapun untuk pindah sekolah, karena pada awalnya ia sama sekali tidak setuju dengan perpindahan ini. Keputusan pindah sekolah hanya direncanakan oleh orang tuanya tanpa persetujuannya. Alhasil, tidak ada semangat yang dimilikinya saat ini.
Lia dari kota hujan Bogor pindah ke kota Metropolitan Jakarta, baginya hal itu sangat mengganggu. Hadiah ulang tahun terburuk yang pernah ada adalah pada tanggal 8 Januari, ulang tahunnya yang ke-17.
Dan saat ini pun matahari mulai terasa terik, Lia sudah terlihat seperti cacing kepanasan karena ia belum menemukan jalan pintas sejak sedari tadi. Ia menatap gerbang tinggi itu dengan peluh keringat yang bercucuran.
Lia berpikir apakah ia harus memanjat gerbang yang menjulang tinggi itu? Aish, ia merasa bahwa ini adalah petunjuk yang rumit. Tapi, tidak ada pilihan lain.
Ia terkekeh. "Benar-benar sangat menjengkelkan." gumamnya.
Lia menarik nafas dalam-dalam, ia mengambil ancang-ancang dan ia pun segera menaiki gerbang dengan jurus yang sempurna dalam gerakan yang sangat teratur dan juga hati-hati.
Dan...
Lihatlah apa yang terjadi pada gadis malang ini, karena saking tergesa-gesanya rok seragam yang dikenakannya tiba-tiba saja tersangkut di ujung pagar pada saat ia akan turun dari atas gerbang itu. Dan hal itu tentu saja membuatnya semakin kesal.
"Tuhan, tolong. Ayolah, aku sama sekali tak ingin sial hari ini." rengek Lia sambil berusaha menarik roknya yang masih tersangkut.
Di luar gerbang, ada seorang laki-laki yang berdiri dengan gagah menatap Lia dengan tatapan misterius, wajahnya pucat pasi seperti tidak ada darah yang mengalir dalam tubuhnya. Lia menganga dengan sepasang matanya membelalak kaget. Angin sepoi-sepoi berhasil menerbangkan roknya sedikit tinggi, bayangkan saja ia hanya memakai CD tanpa tambahan celana pendek. Dengan gerakan cepat dan gugup maka ia pun langsung menutupi sebagian pahanya yang terbuka.
Tanpa basa-basi lagi, siswa itu tetap tenang lalu meraih sesuatu di balik saku celana seragamnya.
Krek!
Siswa itu membuka gerbang sekolah dengan kunci hingga membuat kedua alis Lia langsung menyatu dengan tatapan bingungnya, ia bertanya-tanya dalam batin apakah siswa itu adalah anak dari seorang satpam sekolah? Bagaimana siswa itu bisa mendapatkan kunci gerbang ini dengan mudah?
Dengan santai siswa itu pun membuka gerbang lalu menguncinya lagi, dari sudut mata Lia ia bisa melihat laki-laki itu menatapnya dengan tatapan tak terbaca.
"Bukankah kamu manusia laba-laba? Kamu bisa terbang,'kan?" katanya dengan nada seperti kalimat yang mengejek.
Siswa itu segera pergi begitu saja layaknya hantu setelah mengatakan itu. Lia tercengang dan bahkan ia menyadari sesuatu dari kata-kata siswa itu.
"Manusia laba-laba?" Lia membeo pelan dengan dahi berkerut tak mengerti.
Sampai akhirnya Lia pun tersadar maksud dari ucapan siswa itu, ternyata siswa itu baru saja mengintip CD-nya. Karena ia terlambat dan juga terburu-buru ia bahkan tidak menyadari CD siapa yang ia pakai? Apakah CD itu milik kakaknya? Ceroboh!
"Aaaaa .. Kamu laki-laki mesum!" teriak Lia setelah siswa itu menghilang.
Bruk!
"Aw,"
Lia terpeleset dan akhirnya terjatuh, ia meringis seraya melihat telapak tangannya yang kini memar terkena kerikil. Ia tidak henti-hentinya mengumpat kasar karena saking kesalnya.
"Bajingan!" Lia mengutuk dengan nada merengek.
Dengan langkah terburu-buru, Lia menyusuri koridor sekolah yang panjang seraya merapikan dasi yang kendur dan seragamnya yang terlihat berantakan. Ia menelan ludah perlahan dan menyeka keringat yang sudah basah di ujung dahi yang mengalir tanpa henti.
Lia terlihat sedang mencari keberadaan kelasnya dan akhirnya ia pun menemukannya, hingga membuatnya menghela nafas lega.
Dan ketika ia sudah sampai di ambang pintu, ia tampak ragu-ragu. Suasana kelas nampak sudah ramai oleh para murid dan terlihat begitu tenang mendengarkan penjelasan materi dari seorang guru. Ralat, bukan tenang melainkan seperti ketakutan.
Lia mengintip sedikit dengan jantung berdebar kencang, ia juga terkejut melihat seorang guru laki-laki paruh baya yang dapat dipastikan bahwa pria paruh baya itu adalah seorang guru Killer.
Terlihat dari cara guru itu pada saat menjelaskan suatu materi sambil membawa penggaris kayu panjang, kumis tebal, mata melotot, dan kedua alis menyatu sebagai tanda ketegasan.
Suaranya nyaring seperti kicau burung mania, mungkin lebih dari itu. Sangat berisik dan bisa mempengaruhi gendang telinga atau penyakit congkak.
Lia melihat penghuni kelas menutup telinga rapat-rapat saat guru killer itu berteriak.
"APA KALIAN MENGERTI ANAK-ANAK?!"
"Mengerti, Pak!" serempak semua murid tampak ketakutan.
Lia menelan ludahnya perlahan, ia berusaha menenangkan debaran di dadanya yang berguncang. Bukan karena ia jatuh cinta, tapi karena ia sangat takut karena terlambat masuk kelas.
Tok … Tok ... Tok
Lia mengetuk pintu samping kelas dengan pelan-pelan dan juga tak lupa tersenyum lebar. Ia bisa melihat mata seluruh murid tertuju padanya, terutama si guru killer itu yang langsung menatapnya dengan penuh intimidasi dan ia hanya bisa tersenyum canggung.
"Maaf, Pak saya terlambat. Saya murid baru disini." ucap Lia membuka suara dengan hati-hati seraya menggigit bibir bawahnya,n karena jujur ia sama sekali tak bisa menyembunyikan rasa gugup yang kini telah menjalar di dadanya.
Guru killer itu mengetuk-ngetuk penggaris kayu panjang di tangannya sambil melotot. "MASUK KAMU!" kata guru itu sambil menatap Lia dengan tajam.
Lia melangkah dengan limbung dan ia hanya bisa memilin-milin jarinya yang dipenuhi keringat dingin hanya untuk sekedar meredakan kegelisahannya saat ini, meski jelas tidak akan berguna sama sekali.
Lia berdiri di depan kelas dengan perasaan campur aduk, ia tidak terbiasa menjadi pusat perhatian seperti ini.
Brakkk....
Seketika saja terdengar suara yang sangat keras hingga terpantul sampai ke koridor sekolah yang sepi. Suara nyaring penggaris kayu yang membentur meja berhasil menggoyahkan ketenangan Lia saat ini, bahkan semua penghuni kelas ikut tersentak kaget karenanya.
"KENAPA KAMU TERLAMBAT, HAH?!" seru guru itu.
"Maaf, Pak. Maafkan saya." Lia menunduk takut-takut.
"ALASAN KAMU TERLAMBAT APA?!" bentaknya dengan bola matanya yang hampir keluar dengan menakutkan.
“Saya terlambat karena alarm di rumah saya mati, Pak!” jawab Lia dengan gugup sambil melihat ke bawah.
"Kamu punya banyak alasan hanya karena kamu murid baru, bahkan di hari pertama kamu masuk sekolah kamu malah terlambat. Kamu korupsi waktu, mengerti?!" guru itu mengoceh seperti burung beo.
"Maaf, Pak. Saya tidak akan mengulanginya lagi, Pak." Lia bersumpah dengan patuh.
“Tradisi memperkenalkan di depan kelas sudah saya hilangkan, sekarang waktu saya hampir habis untuk pelajaran saya. Sekarang kamu duduk disana!” perintah guru itu sambil menunjuk ke bangku di sudut sana, di mana ada satu siswi yang duduk sendirian.
Lia mengangguk kemudian dengan lutut lemas ia pun melangkah, ia menghela nafas berat setelah ia duduk di samping siswi itu. Jujur, ia merasa hari ini adalah hari tersial untuknya.
Kemudian Lia pun mengeluarkan buku catatan dan pulpen, lalu jari-jarinya terulur untuk memijat pelipisnya dengan lembut.
"Hai?" sapa siswi di sampingnya dengan ramah.
Lia melirik ke arahnya seraya tersenyum tipis. "Hai juga," sahutnya.
"Namanya Pak Anjay," bisik siswi itu hingga membuat alis Lia berkerut bingung.
"Maksudnya?"
"Guru yang setiap hari suka PMS itu namanya Pak Anjay. Jangan khawatir, sebut saja Anjay. Kamu tidak akan dipenjara." siswi itu bercanda hingga membuat Lia terkekeh spontan.
"Setiap hari dia suka marah-marah seperti itu?" tanya Lia ikut berbisik dengan nada penasaran.
"Ya, Pak Anjay selalu seperti itu, bahkan aku sendiri tidak tahu setan macam apa yang merasuki Pak Anjay, dia sangat menakutkan!" jawabnya sambil bergidik. "Oh ya, namaku Siti Fatimah panggil saja Sifa!" siswi itu memperkenalkan diri seraya mengulurkan tangan.
Tanpa ragu Lia pun langsung menyambut uluran tangan Sifa. "Aku Lia," balasnya setelah tautan tangan mereka terlepas.
"Tapi Pak Anjay takut bau minyak telon," lanjut Sifa mengungkap fakta yang membuat Lia tercengang dan terkekeh.
"Kita akan membuat perhitungan padanya nanti," ucap Lia lalu mereka berdua pun tertawa pelan.
"KALIAN MENGGOSIPKAN SAYA?!"
Brak!
"ANJAY!!" Lia dan Sifa kaget mendengar penggaris kayu Pak Anjay memukul meja mereka, hingga sontak membuat seisi kelas tertawa karena Lia dan Sifa yang nyeletuk.
******
Angin sepoi-sepoi menerpa wajah Lia saat ia berdiri di depan jendela kelas yang terbuka dan ia terlihat sangat menikmatinya.
Murid yang lain dan juga Sifa sedang makan bekal makan siang mereka masing-masing. Dan beberapa orang siswa tengah bermain game online ujung sana.
"Lia," panggil Sifa hingga membuat Lia menoleh.
"Hem?"
"Mau coba bekal punyaku?" Sifa menawarkan makan siangnya.
Lia menggeleng seraya tersenyum. "Aku tidak lapar, terima kasih Sifa," tolaknya sesopan mungkin kemudian ia pun kembali duduk di kursinya.
Lia memperhatikan Sifa seraya menopang dagu, Lia tersenyum gelis saat ia melihat Sifa sedang memakan nasi goreng sosisnya itu dengan rakus.
"Sepertinya kamu kelaparan," komentar Lia, sementara Sifa hanya tersenyum seraya mengunyah makanan yang terisi penuh di mulutnya.
"Oy .. oy .. perhatian .. perhatian!" suara nyaring seseorang tiba-tiba muncul di depan kelas.
Semua penghuni kelas tiba-tiba terdiam ketakutan, mereka bahkan langsung duduk di bangku mereka masing-masing. Mungkin hanya Lia yang terlihat kebingungan dan saat ia melihat Sifa, Sifa berubah menjadi aneh dengan langsung menghentikan aktivitasnya lalu menundukkan kepalanya dengan takut-takut.
Ada tiga siswi dan mereka sepertinya adalah kakak kelas, seragam yang dikenakan mereka sangatlah berantakan dengan lengan digulung, kerah diangkat bahkan mereka terlihat seperti preman pasar, bukan seperti anak sekolahan.
“Bagaimana kabar kalian? Semoga kalian selalu sehat dan dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa tentunya. Ngomong-ngomong, hari ini hari selasa seperti biasa, kalian harus membayar iuran jaminan kesehatan dan keselamatan kalian semua selama belajar di sini!" lantang siswi itu yang terlihat seperti ketua geng, tangan mereka masing-masing saling bersedekap di dada. Seakan mereka sedang menunjukan wajah-wajah sangarnya.
“Oke guys, kalian tidak tuli pastinya. Dan kami yakin orang tua kalian juga pasti sudah memberikan uang saku untuk anaknya yang akan pergi ke sekolah, jadi siapkan uangnya dan berikan pada kami!” sambung siswi berambut lurus itu.
Lia hanya bisa memperhatikan gerak-gerik mereka bertiga yang terlihat nakal, seolah-olah ini pemerasan massal yang dilakukan oleh mereka bertiga. Ia tidak tahu pasti siapa mereka, tapi ia bisa menyimpulkan bahwa sepertinya mereka adalah geng yang sangat ditakuti, para murid laki-laki pun bahkan tidak menolak ketika pemimpin geng itu menagih uang pada mereka.
“Monic, maaf aku hanya punya uang sedikit, sisanya nanti kalau orang tuaku sudah gajian minggu depan, ya?” cicit salah satu siswa culun kepada ketua geng itu yang ternyata bernama Monic.
"Heh, bajingan ini, beraninya kamu berhutang, ya!"
Plak!
Monic, menampar siswa itu hingga membuat Lia yang melihatnya langsung kedip ngeri, apa yang dilakukan Monic sangat tidak pantas sama sekali.
Sementara kedua temannya membantu Monic untuk memalak satu persatu penghuni kelas dan tanpa disadari tiba-tiba saja Monic muncul dari belakang lalu menarik telinga Sifa, hingga membuatnya berteriak kesakitan.
“Wah, kamu menikmati bekalmu sendirian sementara aku dibiarkan begitu saja, dasar bajingan yang satu ini!" Monic menggerutu seraya memukul pundak Sifa berkali-kali karena kesal.
Sementara Lia sendiri hanya bisa diam seraya menundukan kepala.
"Sakit, Kak." Sifa merengek namun Monic mengabaikannya.
Lia tak bisa membantu Sifa karena ia khawatir kalau ia membantu Sifa pasti ia akan mendapat masalah, ia harus ingat bahwa dia hanya murid pindahan.
Akan terlalu rumit nantinya jika ia pasang badan untuk Sifa, meskipun sebenarnya ia merasa kasihan melihat Sifa diperlakukan seperti itu.
Monic kemudian melihat isi bekal Sifa yang berada di atas meja, ia menatap Sifa dengan tatapan kesal. Ternyata isi bekal Sifa hanya nasi goreng sosis, bukan rendang kesukaannya.
"Isi makanan menjijikan, kupikir kamu membawa bekal berisi rendang, kamu payah. Ini sampah, bukanlah makanan!" Monic mencibir ke arah Sifa, lagi-lagi Sifa hanya bisa diam dengan kepala tertunduk.
Lia yang merasa terganggu melihat sifat gadis pasar itu spontanitas ia pun langsung membalas dengan menatap Monic dengan tajam.
Monic tampak terkejut melihat wajah Lia yang asing. "Wow, apakah kamu murid baru?" ia bertanya namun Lia tak menggubris.
Kemudian Monic pun langsung menghampiri Lia dengan songong dan detik berikutnya ia pun langsung mencengkeram leher Lia dengan sangat kuat. Lia terdiam, menahan amarahnya.
"Hei, lihat kutu kupret! apa kamu ada masalah denganku, hem? Omong-omong aku sedang mencari member baru, apakah kamu berminat? Kamu kelihatan cantik dan garang," ajaknya lalu tertawa mengejek.
Lia berusaha tidak emosi dan mengabaikan setiap apa yang dikatakan Monic.
Monic tampak gerah dengan kediaman Lia yang sama sekali tidak merespon. "Bodoh, apa kamu tuli? Dasar bajingan," umpatnya lalu menoyor kepala Lia.
Sebelum pergi meninggalkan kelas, Monic pun menendang kursi kosong di depan semua penghuni kelas dengan tatapan jengkel.
"Oke, aku tidak perlu ikut campur, aku tidak ingin mendapat masalah!" pikir Lia.
"Mereka adalah geng Cinderella!" bisik Sifa seraya menoleh.
"Oke, seharusnya aku tidak perlu tahu!" pikir Lia tetap tidak bergeming.
"Mereka mengerikan!" lanjut Sifa mendesis seraya melihat geng Cinderella yang telah menghilang.
"Cinderella adalah upik abu, kenapa mereka terlihat seenaknya? Pemberian nama yang sangat buruk." lagi-lagi Lia hanya berbicara dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Wafiq.K.A
sukaaa
2023-03-31
0
Ruqayyah
nyimakkk
2022-01-29
0
Saniia Azahra Luvitsky
mampir ya gengs
2021-11-15
2