NovelToon NovelToon

Handsome Ghost (Sedang Di Revisi)

Episode 1 : Murid Pindahan

"Sial!" seorang gadis terlihat sedang merutuki dirinya sendiri.

Perkenalkan namanya Lia Keinara, ia mengumpat karena tak tahan dengan sikap emosionalnya sendiri setelah ia melihat gerbang sekolah di depannya telah ditutup rapat oleh satpam sekolah yang sangat disiplin. Padahal jam di pergelangan tangannya masih pukul 07.00 WIB, apakah terlalu berlebihan untuk murid pindahan seperti dirinya yang telah masuk dalam kategori murid kesiangan?

Hari ini Selasa, 8 Januari dimana Lia sebagai murid baru di SMA Bumi Pertiwi telah melakukan hal yang fatal. Bangun dengan santai pada pukul 06.30 dengan ayam tetangga sebelah yang sudah berkokok lebih awal dari dirinya. Bukan untuk mencari rezeki tapi untuk menuntut ilmu.

Baiklah, sepertinya ia tidak perlu berteori dan lebih baik ia berpikir keras untuk hari ini, bagaimana caranya agar ia bisa masuk ke dalam gedung sekolah. Sambil berpikir ia pun terus berjalan mondar-mandir.

Sebenarnya Lia tidak pernah melakukan persiapan apapun untuk pindah sekolah, karena pada awalnya ia sama sekali tidak setuju dengan perpindahan ini. Keputusan pindah sekolah hanya direncanakan oleh orang tuanya tanpa persetujuannya. Alhasil, tidak ada semangat yang dimilikinya saat ini.

Lia dari kota hujan Bogor pindah ke kota Metropolitan Jakarta, baginya hal itu sangat mengganggu. Hadiah ulang tahun terburuk yang pernah ada adalah pada tanggal 8 Januari, ulang tahunnya yang ke-17.

Dan saat ini pun matahari mulai terasa terik, Lia sudah terlihat seperti cacing kepanasan karena ia belum menemukan jalan pintas sejak sedari tadi. Ia menatap gerbang tinggi itu dengan peluh keringat yang bercucuran.

Lia berpikir apakah ia harus memanjat gerbang yang menjulang tinggi itu? Aish, ia merasa bahwa ini adalah petunjuk yang rumit. Tapi, tidak ada pilihan lain.

Ia terkekeh. "Benar-benar sangat menjengkelkan." gumamnya.

Lia menarik nafas dalam-dalam, ia mengambil ancang-ancang dan ia pun segera menaiki gerbang dengan jurus yang sempurna dalam gerakan yang sangat teratur dan juga hati-hati.

Dan...

Lihatlah apa yang terjadi pada gadis malang ini, karena saking tergesa-gesanya rok seragam yang dikenakannya tiba-tiba saja tersangkut di ujung pagar pada saat ia akan turun dari atas gerbang itu. Dan hal itu tentu saja membuatnya semakin kesal.

"Tuhan, tolong. Ayolah, aku sama sekali tak ingin sial hari ini." rengek Lia sambil berusaha menarik roknya yang masih tersangkut.

Di luar gerbang, ada seorang laki-laki yang berdiri dengan gagah menatap Lia dengan tatapan misterius, wajahnya pucat pasi seperti tidak ada darah yang mengalir dalam tubuhnya. Lia menganga dengan sepasang matanya membelalak kaget. Angin sepoi-sepoi berhasil menerbangkan roknya sedikit tinggi, bayangkan saja ia hanya memakai CD tanpa tambahan celana pendek. Dengan gerakan cepat dan gugup maka ia pun langsung menutupi sebagian pahanya yang terbuka.

Tanpa basa-basi lagi, siswa itu tetap tenang lalu meraih sesuatu di balik saku celana seragamnya.

Krek!

Siswa itu membuka gerbang sekolah dengan kunci hingga membuat kedua alis Lia langsung menyatu dengan tatapan bingungnya, ia bertanya-tanya dalam batin apakah siswa itu adalah anak dari seorang satpam sekolah? Bagaimana siswa itu bisa mendapatkan kunci gerbang ini dengan mudah?

Dengan santai siswa itu pun membuka gerbang lalu menguncinya lagi, dari sudut mata Lia ia bisa melihat laki-laki itu menatapnya dengan tatapan tak terbaca.

"Bukankah kamu manusia laba-laba? Kamu bisa terbang,'kan?" katanya dengan nada seperti kalimat yang mengejek.

Siswa itu segera pergi begitu saja layaknya hantu setelah mengatakan itu. Lia tercengang dan bahkan ia menyadari sesuatu dari kata-kata siswa itu.

"Manusia laba-laba?" Lia membeo pelan dengan dahi berkerut tak mengerti.

Sampai akhirnya Lia pun tersadar maksud dari ucapan siswa itu, ternyata siswa itu baru saja mengintip CD-nya. Karena ia terlambat dan juga terburu-buru ia bahkan tidak menyadari CD siapa yang ia pakai? Apakah CD itu milik kakaknya? Ceroboh!

"Aaaaa .. Kamu laki-laki mesum!" teriak Lia setelah siswa itu menghilang.

Bruk!

"Aw,"

Lia terpeleset dan akhirnya terjatuh, ia meringis seraya melihat telapak tangannya yang kini memar terkena kerikil. Ia tidak henti-hentinya mengumpat kasar karena saking kesalnya.

"Bajingan!" Lia mengutuk dengan nada merengek.

Dengan langkah terburu-buru, Lia menyusuri koridor sekolah yang panjang seraya merapikan dasi yang kendur dan seragamnya yang terlihat berantakan. Ia menelan ludah perlahan dan menyeka keringat yang sudah basah di ujung dahi yang mengalir tanpa henti.

Lia terlihat sedang mencari keberadaan kelasnya dan akhirnya ia pun menemukannya, hingga membuatnya menghela nafas lega.

Dan ketika ia sudah sampai di ambang pintu, ia tampak ragu-ragu. Suasana kelas nampak sudah ramai oleh para murid dan terlihat begitu tenang mendengarkan penjelasan materi dari seorang guru. Ralat, bukan tenang melainkan seperti ketakutan.

Lia mengintip sedikit dengan jantung berdebar kencang, ia juga terkejut melihat seorang guru laki-laki paruh baya yang dapat dipastikan bahwa pria paruh baya itu adalah seorang guru Killer.

Terlihat dari cara guru itu pada saat menjelaskan suatu materi sambil membawa penggaris kayu panjang, kumis tebal, mata melotot, dan kedua alis menyatu sebagai tanda ketegasan.

Suaranya nyaring seperti kicau burung mania, mungkin lebih dari itu. Sangat berisik dan bisa mempengaruhi gendang telinga atau penyakit congkak.

Lia melihat penghuni kelas menutup telinga rapat-rapat saat guru killer itu berteriak.

"APA KALIAN MENGERTI ANAK-ANAK?!"

"Mengerti, Pak!" serempak semua murid tampak ketakutan.

Lia menelan ludahnya perlahan, ia berusaha menenangkan debaran di dadanya yang berguncang. Bukan karena ia jatuh cinta, tapi karena ia sangat takut karena terlambat masuk kelas.

Tok … Tok ... Tok

Lia mengetuk pintu samping kelas dengan pelan-pelan dan juga tak lupa tersenyum lebar. Ia bisa melihat mata seluruh murid tertuju padanya, terutama si guru killer itu yang langsung menatapnya dengan penuh intimidasi dan ia hanya bisa tersenyum canggung.

"Maaf, Pak saya terlambat. Saya murid baru disini." ucap Lia membuka suara dengan hati-hati seraya menggigit bibir bawahnya,n karena jujur ia sama sekali tak bisa menyembunyikan rasa gugup yang kini telah menjalar di dadanya.

Guru killer itu mengetuk-ngetuk penggaris kayu panjang di tangannya sambil melotot. "MASUK KAMU!" kata guru itu sambil menatap Lia dengan tajam.

Lia melangkah dengan limbung dan ia hanya bisa memilin-milin jarinya yang dipenuhi keringat dingin hanya untuk sekedar meredakan kegelisahannya saat ini, meski jelas tidak akan berguna sama sekali.

Lia berdiri di depan kelas dengan perasaan campur aduk, ia tidak terbiasa menjadi pusat perhatian seperti ini.

Brakkk....

Seketika saja terdengar suara yang sangat keras hingga terpantul sampai ke koridor sekolah yang sepi. Suara nyaring penggaris kayu yang membentur meja berhasil menggoyahkan ketenangan Lia saat ini, bahkan semua penghuni kelas ikut tersentak kaget karenanya.

"KENAPA KAMU TERLAMBAT, HAH?!" seru guru itu.

"Maaf, Pak. Maafkan saya." Lia menunduk takut-takut.

"ALASAN KAMU TERLAMBAT APA?!" bentaknya dengan bola matanya yang hampir keluar dengan menakutkan.

“Saya terlambat karena alarm di rumah saya mati, Pak!” jawab Lia dengan gugup sambil melihat ke bawah.

"Kamu punya banyak alasan hanya karena kamu murid baru, bahkan di hari pertama kamu masuk sekolah kamu malah terlambat. Kamu korupsi waktu, mengerti?!" guru itu mengoceh seperti burung beo.

"Maaf, Pak. Saya tidak akan mengulanginya lagi, Pak." Lia bersumpah dengan patuh.

“Tradisi memperkenalkan di depan kelas sudah saya hilangkan, sekarang waktu saya hampir habis untuk pelajaran saya. Sekarang kamu duduk disana!” perintah guru itu sambil menunjuk ke bangku di sudut sana, di mana ada satu siswi yang duduk sendirian.

Lia mengangguk kemudian dengan lutut lemas ia pun melangkah, ia menghela nafas berat setelah ia duduk di samping siswi itu. Jujur, ia merasa hari ini adalah hari tersial untuknya.

Kemudian Lia pun mengeluarkan buku catatan dan pulpen, lalu jari-jarinya terulur untuk memijat pelipisnya dengan lembut.

"Hai?" sapa siswi di sampingnya dengan ramah.

Lia melirik ke arahnya seraya tersenyum tipis. "Hai juga," sahutnya.

"Namanya Pak Anjay," bisik siswi itu hingga membuat alis Lia berkerut bingung.

"Maksudnya?"

"Guru yang setiap hari suka PMS itu namanya Pak Anjay. Jangan khawatir, sebut saja Anjay. Kamu tidak akan dipenjara." siswi itu bercanda hingga membuat Lia terkekeh spontan.

"Setiap hari dia suka marah-marah seperti itu?" tanya Lia ikut berbisik dengan nada penasaran.

"Ya, Pak Anjay selalu seperti itu, bahkan aku sendiri tidak tahu setan macam apa yang merasuki Pak Anjay, dia sangat menakutkan!" jawabnya sambil bergidik. "Oh ya, namaku Siti Fatimah panggil saja Sifa!" siswi itu memperkenalkan diri seraya mengulurkan tangan.

Tanpa ragu Lia pun langsung menyambut uluran tangan Sifa. "Aku Lia," balasnya setelah tautan tangan mereka terlepas.

"Tapi Pak Anjay takut bau minyak telon," lanjut Sifa mengungkap fakta yang membuat Lia tercengang dan terkekeh.

"Kita akan membuat perhitungan padanya nanti," ucap Lia lalu mereka berdua pun tertawa pelan.

"KALIAN MENGGOSIPKAN SAYA?!"

Brak!

"ANJAY!!" Lia dan Sifa kaget mendengar penggaris kayu Pak Anjay memukul meja mereka, hingga sontak membuat seisi kelas tertawa karena Lia dan Sifa yang nyeletuk.

******

Angin sepoi-sepoi menerpa wajah Lia saat ia berdiri di depan jendela kelas yang terbuka dan ia terlihat sangat menikmatinya.

Murid yang lain dan juga Sifa sedang makan bekal makan siang mereka masing-masing. Dan beberapa orang siswa tengah bermain game online ujung sana.

"Lia," panggil Sifa hingga membuat Lia menoleh.

"Hem?"

"Mau coba bekal punyaku?" Sifa menawarkan makan siangnya.

Lia menggeleng seraya tersenyum. "Aku tidak lapar, terima kasih Sifa," tolaknya sesopan mungkin kemudian ia pun kembali duduk di kursinya.

Lia memperhatikan Sifa seraya menopang dagu, Lia tersenyum gelis saat ia melihat Sifa sedang memakan nasi goreng sosisnya itu dengan rakus.

"Sepertinya kamu kelaparan," komentar Lia, sementara Sifa hanya tersenyum seraya mengunyah makanan yang terisi penuh di mulutnya.

"Oy .. oy .. perhatian .. perhatian!" suara nyaring seseorang tiba-tiba muncul di depan kelas.

Semua penghuni kelas tiba-tiba terdiam ketakutan, mereka bahkan langsung duduk di bangku mereka masing-masing. Mungkin hanya Lia yang terlihat kebingungan dan saat ia melihat Sifa, Sifa berubah menjadi aneh dengan langsung menghentikan aktivitasnya lalu menundukkan kepalanya dengan takut-takut.

Ada tiga siswi dan mereka sepertinya adalah kakak kelas, seragam yang dikenakan mereka sangatlah berantakan dengan lengan digulung, kerah diangkat bahkan mereka terlihat seperti preman pasar, bukan seperti anak sekolahan.

“Bagaimana kabar kalian? Semoga kalian selalu sehat dan dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa tentunya. Ngomong-ngomong, hari ini hari selasa seperti biasa, kalian harus membayar iuran jaminan kesehatan dan keselamatan kalian semua selama belajar di sini!" lantang siswi itu yang terlihat seperti ketua geng, tangan mereka masing-masing saling bersedekap di dada. Seakan mereka sedang menunjukan wajah-wajah sangarnya.

“Oke guys, kalian tidak tuli pastinya. Dan kami yakin orang tua kalian juga pasti sudah memberikan uang saku untuk anaknya yang akan pergi ke sekolah, jadi siapkan uangnya dan berikan pada kami!” sambung siswi berambut lurus itu.

Lia hanya bisa memperhatikan gerak-gerik mereka bertiga yang terlihat nakal, seolah-olah ini pemerasan massal yang dilakukan oleh mereka bertiga. Ia tidak tahu pasti siapa mereka, tapi ia bisa menyimpulkan bahwa sepertinya mereka adalah geng yang sangat ditakuti, para murid laki-laki pun bahkan tidak menolak ketika pemimpin geng itu menagih uang pada mereka.

“Monic, maaf aku hanya punya uang sedikit, sisanya nanti kalau orang tuaku sudah gajian minggu depan, ya?” cicit salah satu siswa culun kepada ketua geng itu yang ternyata bernama Monic.

"Heh, bajingan ini, beraninya kamu berhutang, ya!"

Plak!

Monic, menampar siswa itu hingga membuat Lia yang melihatnya langsung kedip ngeri, apa yang dilakukan Monic sangat tidak pantas sama sekali.

Sementara kedua temannya membantu Monic untuk memalak satu persatu penghuni kelas dan tanpa disadari tiba-tiba saja Monic muncul dari belakang lalu menarik telinga Sifa, hingga membuatnya berteriak kesakitan.

“Wah, kamu menikmati bekalmu sendirian sementara aku dibiarkan begitu saja, dasar bajingan yang satu ini!" Monic menggerutu seraya memukul pundak Sifa berkali-kali karena kesal.

Sementara Lia sendiri hanya bisa diam seraya menundukan kepala.

"Sakit, Kak." Sifa merengek namun Monic mengabaikannya.

Lia tak bisa membantu Sifa karena ia khawatir kalau ia membantu Sifa pasti ia akan mendapat masalah, ia harus ingat bahwa dia hanya murid pindahan.

Akan terlalu rumit nantinya jika ia pasang badan untuk Sifa, meskipun sebenarnya ia merasa kasihan melihat Sifa diperlakukan seperti itu.

Monic kemudian melihat isi bekal Sifa yang berada di atas meja, ia menatap Sifa dengan tatapan kesal. Ternyata isi bekal Sifa hanya nasi goreng sosis, bukan rendang kesukaannya.

"Isi makanan menjijikan, kupikir kamu membawa bekal berisi rendang, kamu payah. Ini sampah, bukanlah makanan!" Monic mencibir ke arah Sifa, lagi-lagi Sifa hanya bisa diam dengan kepala tertunduk.

Lia yang merasa terganggu melihat sifat gadis pasar itu spontanitas ia pun langsung membalas dengan menatap Monic dengan tajam.

Monic tampak terkejut melihat wajah Lia yang asing. "Wow, apakah kamu murid baru?" ia bertanya namun Lia tak menggubris.

Kemudian Monic pun langsung menghampiri Lia dengan songong dan detik berikutnya ia pun langsung mencengkeram leher Lia dengan sangat kuat. Lia terdiam, menahan amarahnya.

"Hei, lihat kutu kupret! kamu ada masalah sama aku? Ngomong-ngomong aku sedang mencari member baru, apakah kamu berminat? Kamu kelihatan cantik dan garang," ajaknya lalu tertawa mengejek.

Lia berusaha tidak emosi dan mengabaikan setiap apa yang dikatakan Monic.

Monic tampak gerah dengan kediaman Lia yang sama sekali tidak merespon. "Bodoh, apa kamu tuli? Dasar bajingan," umpatnya lalu menoyor kepala Lia.

Sebelum pergi meninggalkan kelas, Monic pun menendang kursi kosong di depan semua penghuni kelas dengan tatapan jengkel.

"Oke, aku tidak perlu ikut campur, aku tidak ingin mendapat masalah!" pikir Lia.

"Mereka adalah geng Cinderella!" bisik Sifa seraya menoleh.

"Oke, seharusnya aku tidak perlu tahu!" pikir Lia tetap tidak bergeming.

"Mereka mengerikan!" lanjut Sifa mendesis seraya melihat geng Cinderella yang telah menghilang.

"Cinderella adalah upik abu, kenapa mereka terlihat seenaknya? Pemberian nama yang sangat buruk." lagi-lagi Lia hanya berbicara dalam hati.

Episode 2 : Misterius

Pagi ini cuaca mulai menyapa cuaca mendung yang tidak bersahabat. Tapi, kali ini Lia datang tepat waktu. Kemarin adalah sejarah yang menjadi pelajaran baginya untuk tidak mengulangi keterlambatan tersebut. Semoga nasib buruk tidak terulang lagi, semoga hari-hari terus membaik.

Sifa tersenyum sendiri di atas jendela sekolah yang terbuka, lalu detik berikutnya ia memanggil Lia untuk melihat sesuatu dan karena penasaran Lia pun ikut berdiri seraya melihat apa yang sedang ditunjuk oleh Sifa. Ternyata Sifa sedang melihat seorang pria tampan yang sedang duduk sendirian di bangku taman dengan tubuh berbalut jaket hitam dan juga kupluknya. Postur pria itu terlihat membungkuk, wajahnya terlihat seperti Pria seperti aktor Caesar Wu Idola Sifa dari China.

"Lia, perhatikan pria keren itu. Dia pria yang sangat tampan dan cool." girang Sifa dengan mata berbinar penuh damba.

“Ohh…” sahut Lia pendek dan tak terlalu peduli.

“Dulu aku berharap surat cintaku diterima olehnya, tapi sayang surat cintaku dibakar olehnya tepat di depanku. Dia tidak memarahiku tapi perbuatannya meninggalkan luka. Dari kejadian itu aku bisa membentuk karakterku untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa. Aku tidak perlu terlalu berharap terlalu tinggi, jatuh pasti akan sangat menyakitkan. Aku hanya bisa mengidolakannya sekarang, tidak lebih dari itu.” Sifa tersenyum miris saat teringat kilas balik itu.

Tok .. Tok .. Tok

Cklek!

"Ada apa?" pria itu bertanya dengan ekspresi datar, setelah ia mendapati sosok Sifa yang berdiri di depan pintu rumahnya.

"Ah, aku." Sifa terlihat gugup seraya menggigit bibir bawahnya pelan.

Sifa mencoba menenangkan debaran di dadanya yang berkobar sejak tadi, jantungnya berdebar kencang.

Sifa merasa ia harus mengatakannya sekarang juga, inilah waktu yang tepat setelah setahun berlalu untuk menyembunyikan perasaan menggebu-gebu yang sudah lama meletus menjadi rasa sayang yang berlebihan pada lelaki yang kini sedang berdiri di di depannya itu.

Ia tidak bisa menunggu lebih lama lagi, ia sangat gugup apalagi ditambah ketika ia melihat ekspresi sosok Semmy di depannya yang terlihat datar, bahkan cenderung tidak peduli dengan kehadirannya saat ini.

Tetapi, ia merasa bahwa ia harus melakukan ini sebelum terlambat.

Selama ini dia sering stalking dan ia tahu kalau laki-laki di depannya masih berstatus jomblo, dan ini kesempatan baginya.

"Ini untuk kakak," Sifa menyodorkan sepucuk surat merah jambu ke arah Semmy semoga lelaki itu segera membacanya.

"Atas dasar apa?” lagi-lagi Semmy tetap tidak berekspresi apapun.

Sifa menatap Semmy dengan malu, meski ia sadar bahwa Semmy sama sekali tidak menggodanya. Sifa menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal, ia berusaha mengusir semua kegelisahannya dengan senyuman, berharap aura positif selalu hadir dalam dirinya..

Sifa berdehem sejenak, seolah ia merasakan tenggorokannya kering tanpa air liur saat Semmy menerima surat darinya.

Semmy tersenyum kecut setelah ia membaca satu paragraf dalam sebuah surat, seolah ia sudah mengerti apa maksud dari surat itu.

"Kamu ditolak!" katanya sinis lalu surat itu pun dibakarnya dengan pematik api yang diambilnya dari saku celana.

Deg!

Saat itu juga perasaan Sifa tercabik-cabik lalu ia melihat Semmy yang malah meninggalkannya tanpa sebuah senyuman lalu ia pun langsung menutup pintunya.

Sifa sedikit terkejut dengan senyum pahit, "Lihat dirimu, Sifa telah mempermalukan dirimu sendiri" kalimat iblis yang bernyanyi di telinganya semakin keras, Sifa terisak dan akhirnya pergi.

Sifa menceritakan kehidupan cintanya pada Lia dan Lia sendiri masih belum mengerti apa itu cinta yang tak pernah melekat dalam hidupnya.

"Apakah kamu menyukai seseorang?" tanya Sifa pada Lia seraya melirik, hingga membuat alis Lia menyatu.

"Tidak ada," jawab Lia sambil menggeleng.

Sifa kembali menatap Semmy dari atas sana dan terus tersenyum, Lia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah Sifa yang terkesan gila saat mengagumi seseorang.

Dan entah mengapa Lia merasa sangat begitu penasaran dengan sosok lelaki yang disukai oleh Sifa.

Seketika itu juga kepala lelaki itu terangkat seakan menyadari ada seseorang yang sedang memperhatikannya, yaitu Lia dan Sifa yang berada di kelas atas.

"Dia terlihat aneh," gumam Lia pada dirinya sendiri sambil bergidik merinding.

"Lihatlah Lia, Semmy terlihat sangat keren dan juga tampan," Sifa terkekeh kagum yang membuat Lia menoleh sambil menatap Sifa tak percaya.

"Sifa!"

Tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggil nama Sifa dengan keras. Kedengarannya begitu mudah diketahui dan karena merasa namanya dipanggil maka Sifa pun langsung menghampiri suara itu dengan tergesa-gesa ke depan kelas, lagi-lagi yang memanggilnya adalah Monic.

Kali ini Monic memerintah Sifa untuk menyelesaikan tugas sejarahnya dan harus selesai pada saat bel jam pertama pelajaran akan dimulai.

"Hari ini tugasmu adalah menyelesaikan tugasku tentang sejarah, dan waktunya harus cepat sebelum bel pelajaran pertama dimulai, kamu harus segera mengantarkan tugas ini ke kelasku setelah selesai, mengerti?!" perintah Monic dengan mata melotot.

“Tapi maaf Kak, aku masih kelas 11 dan belum pernah belajar pelajaran sejarah kelas 12." ucap Sifa takut-takut.

"Kita tidak peduli Sifa!" timpal si rambut lurus sambil mendekap kedua tangannya ke dada.

"Kerjakan sekarang!" bentak Monic yang masih ngotot sambil menghajar Sifa dengan buku sejarah yang super tebal itu.

"Aw,"

Sifa menjadi ketakutan sambil meringis kesakitan akibat pukulan Monic dan ia tetap memukuli Sifa sambil memaksanya untuk mengerjakan tugas sekolahnya.

"Lakukan!" seru teman satunya lagi.

Lia yang selama ini hanya diam sambil menunduk tak menghiraukan kehadiran mereka, ia berharap tidak pernah terlibat dengan apapun di sekolah ini. Ia sama sekali tak ingin memiliki musuh dan tidak ingin menunjukkan apapun.

Namun detik berikutnya Lia mulai marah atas sikap Monic dan temannya yang mempermalukan Sifa dengan menertawakannya saat ia sedang dipukuli oleh Monic di hadapan semua penghuni kelas.

Seketika Lia menghentakkan kakinya dengan kasar karena ia sudah mulai kesal dan tidak bisa menahan emosinya yang semakin menggebu-gebu.

Dan lagi, ia melihat Sifa saat di tendang oleh Monic, Sifa mencoba memohon maaf tapi Monic sama sekali tidak mendengarkan.

"Permisi, Kak. Tolong hentikan," rengek Sifa memohon dengan tatapan mengiba.

Seluruh kelas ketakutan melihat geng Cinderella yang brutal dan tidak segan-segan menyiksa siapa saja yang menurutnya terdengar menyangkal, tanpa terkecuali.

Monic memukul kepala Sifa dengan gemas hingga membuatnya sambil meringis, hati Lia memanggil sebagai manusia yang masih punya hati nurani ia pun mulai membayangkan bahwa dirinyalah yang sedang dipukuli dan ditendang oleh Monic.

Telinga Lia semakin panas mendengar teriakan Monic pada sifa dan pada akhirnya.

"Hei, cecunguk liar, hentikan!" teriak Lia keras kepada Monic.

Seisi kelas terkejut dengan reaksi Lia kali ini, kemudian ia pun menghampiri mereka ke depan kelas lalu menyambar buku milik Monic dengan kasar dari tangannya.

“Ambil ini, ini milikmu dan kerjakan sendiri lalu kembali ke kelasmu, kamu tidak tahu aturan!” emosi Lia dengan nafas naik turun.

"Kunyuk yang satu ini, kamu menantangku? Kamu ingin menjadi pahlawan kesiangan, hah? Kamu hanya seorang pengecut, aku tahu itu," jawab Monic dengan tenang lalu ia pun tersenyum kecut seakan ia sedang meremehkan Lia.

"Sebelum jadi pahlawan, sebaiknya kamu langkahi mayat Monic lebih dulu!" timpal temannya yang berambut ikal itu dengan garang.

Lia semakin marah. "Aku bilang bawa ini kembali!" teriakmya dan ia pun langsung melempar buku sejarah tebal itu.

Bak diberikan adegan slow motion Monic pun langsung menghindari lemparan buku itu.

Wushhhhh....

Bruk!

Buku tersebut malah terbang hingga mengenai tubuh seseorang yang mengenakan jaket hitam saat siswa tersebut melewati ambang pintu ruang kelas. Di luar angin begitu kencang dan semua orang di sana kaget seraya terbelalak melihatnya. Bahkan Monic yang dengan pengecut berbicara untuk orang lain pun ketakutan sekarang.

Lia terdiam, ia tidak tahu siapa orang itu hingga perlahan orang itu pun memutar tubuhnya ke arah Lia dan menatapnya dengan dingin. Tubuhnya yang tinggi membuat Lia langsung mengenali siswa dan ternyata siswa itu adalah Semmy.

Hening.

Semmy menatap Lia dan berkata dengan santai tapi lantang. "Hei, kamu?!"

"A-aku?" Lia tergagap sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Atas dasar apa kamu melempariku, hem?" tanyanya tajam.

Tiba-tiba Lia meninggikan suaranya yang hendak seperti ingin minta maaf, tapi... ternyata tidak, ia malah memberanikan diri untuk menutupi semua kegugupan yang sedang dirasakan begitu hebatnya karena diguncang ketakutan, sampai akhirnya ia malah menunjuk lalu berkata.

"Jangan karena kalian kakak kelas, kalian bisa berbuat sewenang-wenang terhadap kami selaku adik kelas!" Lia berucap tegas.

Semmy hanya membalasnya dengan senyum sinis.

"Jangan bertingkah, lebih baik kalian para kakak kelas belajar yang benar untuk menghadapi ulangan akhir semester!" lanjut Lia lagi.

Meski terdengar gugup, kalimatnya masih bernada membentak tapi ia tidak berani menatap mata gelap Semmy yang berkesan sangat begitu menakutkan.

Dengan tatapan dingin Semmy hanya menjawab. "Terus?"

Sepertinya Lia akan kehabisan kata-kata maka ia pun harus berpikir lagi, ia cepat-cepat melirik Sifa sambil menunjuk.

"Tolong beritahu geng Cinderella untuk tidak mengganggunya lagi, dia temanku. Siti Fatimah alias Sifa, selama kamu tahu dia sangat mengidolakanmu, dan sebagai idola yang baik, tentu dia akan melindungi fansnya, kan? tolong ingat itu! " lantang Lia sinis.

Lia yang selama ini melirik Sifa hanya bisa menundukan kepalanya, tiba-tiba Lia melihat air mata haru menggenang di rongga mata Sifa.

Mungkinkah, Sifa merasa dia peduli padanya? bahkan Lia pun melihat Monic terlihat kaget, seolah tak menyangka Lia akan seberani ini.

"Aku berbicara di hadapanmu karena aku tahu kalau Sifa menyukaimu maka kamu harus melindunginya!" seru Lia.

Semmy menggeleng samar seraya hanya tertawa sinis menanggapi perkataan Lia yang ia pikir itu hanyalah sebuah lelucon kering.

"Dasar idiot, kamu belum minum obat? Apa kamu sudah gila? Buang-buang waktu!" cibir Semmy.

Lia merasakan tenggorokannya tercekat dan terbatuk-batuk, ia benar-benar sudah tak tahan karena harus menahan rasa gugupnya saat melihat wajah Semmy yang semakin terlihat mengerikan.

Sepertinya Semmy mengabaikan kata-katanya, ini mungkin terlihat aneh tapi Lia sedang membela hal yang benar.

Sejenak Semmy tersenyum pada Lia senyuman misterius yang tidak bisa diartikan.

"Bodoh," komentarnya pelan dan kini ia berjalan mendekat hingga berdiri  tepat di depan Lia.

Perlahan Lia mundur sedikit dan memberanikan diri menatap wajah pria itu.

"Berapa nilai rata-rata dari ujian sekolahmu sebelumnya?" Semmy bertanya dengan aneh.

Lia mengernyit tidak mengerti. "Maksudmu?"

"Aku bertanya dan kamu hanya perlu menjawab!" serunya dengan senyum misterius.

Lia langsung panik, tapi ia berusaha menutupinya dengan batuk dan berusaha mengatur suaranya nafasnya yang hilang.

"Sembilan," jawab Lia pendek.

Semmy mengangguk, Lia mengernyit lagi.

"Kamu berikutnya," ucapnya dengan tatapan misterius.

"Maksudmu apa?" Lia bertanya lagi dengan semakin penasaran.

Semmy tertawa melihat reaksi Lia yang terkesan konyol dan bodoh.

"Kamu akan tahu, jadi persiapkan dirimu," jawabnya yang sama sekali tidak masuk akal.

Semmy tertawa melihat wajah bingung Lia, ia sangat terlihat puas melihat Lia yang tersenyum canggung seakan ia sedang bersembunyi dari keterkejutan.

"Kamu lucu," Semmy tertawa kecil kemudian ia pun berjalan pergi.

"Dia terlihat sangat begitu mengerikan," desis Lia bermonolog sendiri seraya bergidik.

Episode 3 : Lelaki Aneh

Lia duduk di bangkunya dengan perasaan aneh setelah berbicara dengan lelaki itu. Rasanya ia dilanda kecemasan yang berlebihan dan kini tengah mengkhawatirkan dirinya sendiri. Lelaki itu terlihat sangat mencurigakan. Entah kenapa kesan pertama yang didapatnya setelah melihat wajahnya itu malah membuatnya bergidik ngeri. Lia tidak mengerti, tapi pikirannya berkata bahwa lelaki itu berbahaya.

Dan salah satu temannya yang lain seorang gadis kribo dan si kurus terus mengingatkan Lia untuk berhati-hati dengan laki-laki itu. Karena tidak ada yang berani mengganggunya selama ini.

"Hei, kamu murid baru aku tidak tahu namamu. Tapi, yang jelas kamu harus berhati-hati dengan pria itu tadi. Namanya Semmy, pria kasar di seluruh sekolah. Kamu belum mengenalnya tapi kamu sudah berani melemparinya dengan buku, sekali lagi hati-hati!" dia menasehati Lia, tapi Lia hanya terpaku.

“Pria itu sering dipanggil ke ruang BK selama 3 tahun bersekolah di sini. Walaupun dia anak pemilik yayasan, dia tetap mendapatkan hukuman. Salah satu geng dari SMA Nusantara pernah dihajar oleh Semmy lalu ia mematahkan tulang tangan salah satu siswa dan juga tulang ekor dari salah satu siswa yang lain juga." lanjut si kurus yang membuat Lia benar-benar tidak bergerak saat mendengar celoteh mereka berdua.

"Seharusnya kamu segera meminta maaf padanya, Li." saran Sifa yang sekarang berbicara.

"Aku ingin tahu apa yang akan dia lakukan padaku?" tanya Lia cemas.

"Entahlah, mungkin itu hanya gertakan," jawab Sifa.

"Apa yang kamu suka dari dia, Sifa? Dia sangat mengerikan, seperti psikopat." tanya Lia bingung karena Sifa selalu mendewakan Semmy yang aneh.

"Kamu pikir ada psikopat tampan di muka bumi ini? Itu hanya ada di novel, Semmy tampan dan dia sama seperti kita pada umumnya. Dia bukan psikopat," Sifa geleng-geleng sambil terkekeh.

"Bisa jadi benar," Lia masih menurut pendapat Sifa. "Jangan suka dia, aku mengkhawatirkanmu." Lia melanjutkan ucapannya.

"Kamu tidak perlu mengkhawatirkanku, selama aku menyukainya aku tidak pernah mendapatkan masalah," kata Sifa dengan tenang seraya menyunggingkan senyum, tapi Lia terdiam.

Teng .. Tong .. Teng

Bel berbunyi keras saat ia pulang sekolah begitu cepat berlalu.

Dan terlihat Lia dan Sifa sedang berjalan di area parkir sekolah ternyata Semmy sedang mengawasi pergerakan mereka dari atas gedung sekolah. Tepatnya hanya ke arah Lia, matanya menyipit lalu tertawa sendirian, siapapun yang mendengar tawa itu akan langsung merinding.

Semmy adalah siswa yang ditakuti di sekolah selain Monic, Semmy adalah putra dari pemilik yayasan sekolah ini. Hampir setiap hari ia tidak pernah terlihat di kelas karena sering membolos dan lebih banyak menghabiskan waktu di markasnya di belakang sekolah.

Jika ia bukan anak dari pemilik yayasan sekolah ini, mungkin ia akan dikeluarkan oleh sekolah, ia sama sekali tak pernah menaati peraturan sekolah.

Selain sombong Semmy Juga tipe anak yang ambisius tentang apa pun dan tidak pernah takut pada apapun.

Semmy tersenyum miring lalu ia pun merogoh rokok dari saku celana seragamnya, ia menyalakan sebatang rokok lalu menghisapnya begitu kuat sehingga asap itu mengepul di udara.

"Aku pikir kita perlu bermain-main sebentar dan aku sudah mempersiapkannya, bahkan aku pun sudah tak sabar."Semmy berbicara pada dirinya sendiri dan kemudian cekikikan.

Seketika Semmy terlihat membuang puntung rokok, menginjaknya sekuat tenaga dengan sinis lalu kembali tertawa.

Lia berjalan sendirian menuju rumahnya setelah ia berpisah dengan Sifa, area sekolah ke rumahnya tidak terlalu jauh, maka ia tidak perlu menggunakan transportasi bahkan dengan berjalan kaki ia akan langsung sampai di tempat tujuan.

Lia tampak berpikir keras tentang arti dari semua kata-kata Semmy yang terasa sangat aneh dan tidak dimengerti seperti teka-teki. Berulangkali ia menepis semua pikiran buruk yang sempat terlintas di benaknya dan berusaha meyakinkan dirinya bahwa ia tidak perlu khawatir apapun.

Lia menghela nafas berat, baru saja dia menemukan kenyamanan sehingga dia hanya bisa membawa keluarganya sendiri kembali.

Lia tampak pasrah dengan keputusan orangtuanya. Ini seharusnya menjadi kabar gembira baginya ketika sebelumnya dia memberontak untuk tidak pindah ke Jakarta. Namun, sekarang tampaknya lebih rumit.

Lia bergegas menaiki tangga lalu masuk ke kamar dengan wajah terlihat frustasi. Lia melempar ranselnya kemana-mana, lalu menghempaskan badannya ke tempat tidur. Mendongak dan melihat langit-langit putih atap, menghela nafas lalu bangkit dari posisinya kemudian menundukkan kepala layu, dan meremas rambutnya dengan kacau.

"Ayah terlalu berlebihan, selalu seperti ini. Memutuskan sesuatu secara sepihak, bagaimana saya bisa menjadi siswa teladan jika saya berpindah dari satu tempat ke tempat lain seperti ini." Lia merengek, tak mampu menghentikan pikirannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!