# Esok paginya setelah insiden Semur Jengkol #
"Tha ... Litha! Cepetan mandinya."
Ninda menggedor keras kamar mandi agar Litha segera menyegerakan mandinya.
"Baru masuk juga Nin."
"Iya, tapi gimana itu ada yang nganter motor, Tha."
"Terima saja dulu Nin, ntar aku nyusul keluar, nanggung nih."
"Cih," gerutu Ninda tapi juga tetap melangkah keluar pintu kamar kost menemui pria yang sudah menunggunya.
"Maaf Nona, saya tidak punya banyak waktu menunggu," ujar pria bertubuh tegap itu gusar ketika Ninda menunjukan batang hidungnya.
"Terus ...."
"Terus bagaimana maksud Nona?"
"Lah harusnya saya yang bertanya seperti itu pada Tuan."
"Hmpfhh ... Apa saya bisa bertemu dengan Nona Litha sekarang?" ujar Asisten Yan menyerah, rasanya ingin mengucek-ucek mulut gadis di hadapannya yang menjawab sekenanya.
"Silahkan. Anda tunggu saja di depan pintu kamar mandi."
Ninda menggeser badannya mempersilahkan sekretaris Abyan untuk masuk sembari menunjukkan pintu dimaksud dengan pandangan matanya.
"Nona—"
"Kan, sudah aku bilang Nona Litha lagi di kamar mandi. Anda tidak sabar, jadi silahkan langsung saja menunggu disana atau kalau perlu digedor pintunya biar dia segera menyelesaikan pertapaannya."
"Meh. Setali tiga uang juga teman sekamar Miss Responsibility ini, tapi dia lebih rese," bathin Asisten Yan kesal, bisa-bisanya dia diperlakukan seenaknya oleh gadis yang tingginya tidak lebih dari bahunya.
"Sudahlah kalau begitu Nona, waktu saya amat berharga. Saya serahkan saja kunci motor baru ini kepada Nona sebagai ganti motor yang sudah Tuan Muda rusak kemarin. Tolong disampaikan juga, ada pesan darinya di dalam amplop ini."
Asisten Yan langsung memutuskan untuk tidak menunggu Litha menyelesaikan hajatnya, toh sama saja, gadis di depannya itu juga pemilik motor yang dihancurkan bosnya.
"Hei! Bilang saja dari tadi kalau mau mengganti motorku yang dihancurkan Tuan-mu yang arogan itu. Mana barangnya biar saya lihat sendiri?"
Ninda langsung menyambar kunci motor di tangan Asisten Yan sembari mengomel.
"Kenapa Nin?" Litha keluar dari kamar mandi mengelus-elus perutnya.
"Maaf Nona, saya undur diri. Kunci motor pengganti motor yang kemarin sudah diambil teman Nona, ini ada pesan dari Tuan Muda Rayyendra untuk Anda"
Asisten Yan menyerahkan sebuah amplop surat, tanpa menunggu lagi ia langsung beranjak dari depan kamar kost, menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali.
"Apa ini? Pake surat-suratan segala."
Litha membuka amplop surat itu dan mengeluarkan isinya, ada secarik memo dengan logo Pradipta Corp. Berwarna emas yang ditulis presdirnya sendiri.
SUDAH KUGANTI RUGI RONGSOKANMU DENGAN LEBIH BAGUS. AKU PERINGATKAN KAU AGAR TIDAK MEMANFAATKAN KEBAIKAN NYONYA BESAR ATAU AKU SENDIRI YANG KAU HADAPI.
Ditulis dengan huruf kapital semua dan ditekan, menggambarkan orang yang menulisnya memang tengah marah dan tegas memperingatkan.
"Hah! Apa-apaan ini? Siapa dia main ancam-ancam? Bukannya ini sudah selesai kemarin, ternyata dia masih punya dendam toh. Dasar Tuan Muda Congkakkkkk!" teriak Litha, begitu marahnya Litha sampai meremas tak berbentuk kertas memo yang baru saja dibacanya.
Ninda yang sudah keluar pintu kamar hendak melihat motor penggantinya tersentak kaget mendengar nada tinggi Litha yang belum pernah dia dengar semenjak mengenal sahabatnya itu.
"Baik kita lihat saja Tuan Muda Congkak, kau bisa apa denganku," gumam Litha geram, Ninda hanya bergidik ngeri melangkahkan cepat kakinya menuju area parkiran tempat kostnya.
"Baru kulihat Litha kayak gitu. Emang isi suratnya apa ya? Hiii ...." Ninda bicara sendiri sambil bergidik ngeri lagi mengingat pemandangan barusan.
...🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀...
#Taman Sebelah Barat Rumah Utama #
Litha duduk berdampingan dengan Nyonya Besar di bangku taman panjang besi berwarna putih. Suasana sore menjelang terbenamnya mentari menjadikannya lebih intens, lebih nyaman dan terbuka untuk berbincang-bincang.
"Litha, maaf kalau membuat dirimu tidak nyaman dengan memintamu bekerja disini." Nyonya Besar membuka percakapan.
"Tidak Nyonya, Litha hanya tidak mengira Nyonya Besar masih berbaik hati pada gadis miskin ini. Bahkan memberikan pekerjaan yang memang saat ini Litha butuhkan karena bisa disambi dengan kuliah."
Nyonya Besar hanya tersenyum, pandangannya masih menatap ke barat, ujung peraduan tenggelamnya sang surya.
"Dulu sewaktu almarhum suamiku masih hidup, dia sangat menyukai duduk disini seperti saat ini untuk menemaniku. Kami saling bercerita apa saja— dari hal berat yang membuat kami beradu pendapat sampai hal konyol yang akhirnya kami tertawa bersama disertai sinar oranye matahari yang sisa setengah."
Mata Nyonya Besar mulai berkaca-kaca mengingat mendiang Tuan Besar Pradipta, pendiri Pradipta Corp. Ada kenangan indah namun juga menusuk hati di setiap kata-katanya. Garis kerut di wajah wanita senja itu menunjukkan kelelahan dalam menjalani kehidupan tanpa belahan jiwa.
"Aku sangat rindu moment-moment itu. Sangat rindu sekali ...." Jari keriputnya menyasar ujung matanya yang mulai basah, jelas nampak kerinduan yang teramat besar hadir disitu.
Litha serba salah, dia tidak tahu harus melakukan apa. Dia hanya menunduk dan mengerti, sangat mengerti dengan sebuah kondisi yang merindukan seseorang yang telah lama pergi, seperti ia merindukan ayahnya yang selalu menjaga dan melindunginya. Kehilangan sosok itulah, mau tidak mau dia harus berdiri walaupun kakinya lemah, untuk menjaga dan melindungi dirinya sendiri.
"Karenanya— kau kupekerjakan, Litha. Cukup menemaniku melihat langit sore hingga matahari terbenam seperti saat ini. Kuingin kita saling bercerita, apapun itu ... tidak mengapa tentang keseharianmu di kampus atau apapun. Agar kesepian di telingaku bisa ramai kembali." Nyonya Besar memegang punggung tangan Litha sembari menatapnya lekat dengan garis bibir yang melengkung.
"Nyonya ...."
"Apa kau keberatan menemani seorang tua renta sepertiku? Aku sadar itu pekerjaan yang membosankan, makanya kuberikan gaji sepuluh kali lipat dari gaji ditempatmu bekerja sebelumnya."
"HA!!! Nyonya ...." Litha membelalakkan kedua bola matanya hingga seperti mau meloncat keluar ketika mendengar gaji sepuluh kali lipat.
"Hehehehehe ... Bagaimana kau tertarik? Selain itu kau akan mendapatkan fasilitas khusus langsung dariku." Nyonya Besar terkekeh melihat ekspresi wajah Litha.
"Lucu sekali anak ini. Mendengar gaji sepuluh kali lipat seperti mendapatkan lotere milyaran sedangkan fasilitas khusus langsung dariku, ekspresinya tidak antusias hahahahaha ...."
"Terserah padamu Nyonya. Aku tidak peduli apa maksudnya fasilitas khusus langsung darimu, yang penting aku digaji sepuluh kali lipat. Aku bisa menabung untuk pengobatan Ibu dan Kak Tisha, juga untuk sekolahnya Vania," sahut Litha dalam hati.
"Baik Nyonya ... Saya siap bekerja disini, saya akan bekerja dengan sepenuh hati dan tidak akan mengecewakan Nyonya ...," dengan semangat Litha menggenggam tangan Nyonya Besar.
"Hehehehe ... Kalau begitu mulailah besok dan sekarang jangan panggil aku Nyonya— tapi Nenek"
HAH!
Litha hanya bisa bereaksi dengan menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya. Sungguh kejutan di sore hari.
"Sekarang masuklah. Mentari sudah tenggelam, waktu bercerita telah habis untuk hari ini, hehehehe ...."
Nyonya Besar berdiri, mengajak Litha masuk ke dalam rumah. Ia terlihat sangat senang sekali.
"Baik Nyonya— eh maaf, Nenek ...."
"Hehehehe ...."
Ini namanya musibah membawa berkah, walau pergelangan kakinya belum pulih benar namun Litha mendapat berkat yang sangat iabutuhkan tanpa pernah diduga sama sekali.
"Tuhan sungguh baik ... Tidak ada segala peristiwa tanpa memiliki makna. Aku sangat bersyukur padaMu ...." gumam Litha setelah sampai di kamar kostnya— setelah diantar Pak Sas, sopir pribadi Nyonya Besar.
Keistimewaan pemegang passcard pun sudah Litha rasakan. Hanya dengan tersenyum, dia mendapatkan perlakuan hormat dipersilahkan masuk— mulai dari para penjaga gerbang utama terkhusus Partono, para penjaga gerbang kedua rumah utama sampai seluruh pelayan di rumah ini termasuk Pak Is, yang paling ditakuti semua pelayan rumah dan Pak Sas, yang jarang sekali bicara seperti ada lem di bibirnya.
Dengan passcard, Litha serasa menjadi anggota keluarga di rumah Keluarga Pradipta. Mungkin inilah yang menjadi sumber amarah Rayyendra, sang pewaris Keluarga Pradipta. Mengapa gadis seperti Litha diberikan passcard sedangkan Ramona, gadis berkelas yang merupakan kekasih Tuan Muda Pradipta masih saja menanggalkan kartu identitasnya di pos penjagaan gerbang utama.
- Bersambung -
❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️
Catatan :
Miss Responsibility — julukan yang diberikan Tuan Muda Pradipta sangking kesalnya kepada Litha karena menurutnya gadis sederhana itu begitu sok bertanggungjawab atas kesalahannya. Setelahnya, Asisten Yan— tangan kanan Tuan Muda Pradipta juga ikut menyebut Litha Miss Responsibility.
Jangan lupa dilike dan komentar positifnya ya Kakak... biar semangat ngelanjutinnya.... _LZ_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 177 Episodes
Comments
Ifa
aku mampir thor
bantu suport novel aku juga thor
hasrat cinta
2022-01-02
0
ynynita
hadir yaaaa
2021-11-16
2
💖🍁K@$m! Mυɳҽҽყ☪️🍁💖
semangat litha
2021-11-10
1